(Author P.O.V)
Dorr... Dorr....
Suara itu memecah kesunyian malam di desa yang tenang. Sebagian warga desa keluar ingin melihat sumber suara, Namun mereka tak mendapati apa pun ketika melihat keluar. Lalu mereka kembali masuk ke rumahnya masing-masing.
Ayuni tentu saja terbangun karena suara seperti tembakan itu terdengar dekat dengan rumahnya. Dia mengintip di balik jendela melihat sekeliling rumah tapi tidak terlihat ada seseorang atau apapun disana. Rasa takut dan penasaran menjadi satu.
"Bu suara apa tadi itu?" Yasmin mengejutkannya di belakang.
"Suttt.. entahlah sayang," Ayuni menjawab dengan meletakan jari telunjuk di mulutnya. Dia tak berani untuk keluar, untuk melanjutkan tidurnya juga dia tidak berani, khawatir jika terjadi sesuatu lagi.
Sekelilingnya sunyi senyap dia bertanya-tanya suara tembakan itu terdengar sangat jelas, tapi kenapa tidak ada seseorang pun di luar sana. Rumahnya memang terbilang agak jauh berjarak belasan meter dari warga sekitar, di belakangnya ada kolam ikan kecil kebun sayuran, kiri dan kanan terdapat sawah kering.
Satu-satunya rumah terdekatnya adalah rumah kosong yang entah siapa pemiliknya. Kata orang pemilik rumah itu bukan warga desa. Sesekali ada orang yang datang untuk sekedar membersihkan rumah kosong itu yang terbilang mewah untuk ukuran rumah di desa.
Tidak lama terdengar suara sirine mobil polisi semakin mendekat, warga yang dari tadi penasaran dengan suara tembakan itu pun keluar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Ayuni pun demikian untung saja ibunya masih saja terlelap tidak terganggu dengan suara tembakan tadi.
Dari perbincangan para warga di sana, ternyata ada perampokan di rumah kosong depan rumah Ayuni. Terlihat dua perampok keluar di gelandang polisi dengan tangan yang di borgol dan luka di kaki bekas tembakan.
Ini adalah hal yang baru terjadi di desa itu, perampokan dan melibatkan senjata tajam. Jadi warga berbondong-bondong ingin mengetahui lebih jauh peristiwa itu.
Terlihat seorang polisi sedang berbicara dengan seorang laki-laki, tampaknya laki-laki itulah yang menembak perampok itu. Ayuni menyaksikan dari dekat, laki-laki itu terlihat tampak tidak asing baginya, seperti pernah bertemu tapi entah di mana.
Di mata Ayuni laki-laki itu begitu tampan, tinggi, tubuh atletis, wajah dengan rahang yang tegas, mempesona di bawah sinar remang-remang. Namun tiba-tiba laki-laki yang di pandang itu, menoleh ke arah Ayuni dan Yasmin berdiri, pandangan mata mereka saling bertemu beberapa detik.
Ayuni sontak saja kaget, tak menyangka bahwa pandangan mereka akan saling bertemu. Sorot matanya yang tajam menghujam dan dingin, untuk beberapa saat dia enggan melepaskan tatapannya, merasakan ada sesuatu yang membuatnya terus ingin memandang laki-laki itu. Namun karena dia merasakan ada sesuatu yang aneh di dadanya, dia mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Hei... kenapa jantungku berdetak cepat? Hanya dengan memandangnya saja," batin Ayuni dengan gugup.
Apa mungkin karena sudah lama dia tak merasakan belaian laki-laki? sehingga di pandang begitu saja, hatinya sudah berdebar. Tapi bukan hal biasa baginya di pandang seperti itu. Banyak laki-laki yang sering memandangnya begitu dan itu membuatnya tak nyaman. Karena itu dia jarang memakai pakaian yang mencolok dan berdandan karena pasti banyak laki-laki yang menggodanya,dengan tatapan berbagai arti.
"Bu untung rumah itu yang di rampok, coba kalau rumah kita yang di rampok apa yang terjadi? Kita kan tidak punya pistol." Perkataan anaknya membuat Ayuni tersadar dari lamunannya.
Ayuni pun tertawa kecil.
"Apa maksudmu? Lagi pula di rumah kita tidak ada barang berharga apa yang akan mereka rampok, cuma ada televisi butut kesayangan Nenekmu."
Tentu saja rumahnya bukan sasaran untuk pencuri, rumahnya sangat sederhana. Rumah semi permanen yang beralaskan ubin. Berbeda dengan rumah yang baru saja di masuki perampok itu yang pasti menyimpan barang-barang bagus dan mahal.
"Bukankah Ibu selalu bilang bahwa aku harta berharga Ibu?" tanya Yasmin.
"Hm...Tentu saja kamu harta berharga milik Ibu, yang tidak akan pernah terganti dan tak ternilai, tapi kamu kan bukan barang sayang."
"Jika mereka berani mencuri mu, Ibu akan menghajarnya dengan seluruh kekuatan yang Ibu miliki," lanjutnya.
"Coba saja, kalau ada laki-laki yang tinggal bersama kita ya Bu, kita pasti merasa aman," Yasmin memandang dan menantikan reaksi ibunya.
Ayuni tahu ke mana arah pembicaraan anaknya, yang ujung-ujungnya pasti tentang keinginannya memiliki ayah.
"Hei apa kehadiran Ibu saja tak cukup untuk melindungimu?" Ayuni bertanya kepada anaknya.
Anak itu kemudian menunduk, enggan menjawab pertanyaan itu, bisa ditebak yang akan ibunya katakan, mencari-cari alasan seperti biasa. Sudah sering dia mengutarakan isi hatinya yang sangat ingin memiliki ayah seperti teman-temannya yang lain, dengan begitu pasti tidak akan ada lagi yang mengejeknya tapi dia berpikir ibunya pasti tidak mengerti.
Pedahal kata orang ibunya sangat cantik, begitu juga dalam pandangannya cantik, baik dan pandai memasak. Bukan hal yang sulit untu menemukan pendamping. Namun, itu adalah pemikiran anak tujuh tahun. Kenyataannya tidak sesimpel itu.
Ayuni sadar dengan pertanyaannya yang tidak akan di jawab putrinya, jelas kehadiran nya saja tak cukup, dia tahu anaknya butuh sosok seorang ayah. Tapi dalam benaknya, laki-laki tidak akan mudah mau menerima keadaannya dengan segala kekurangan, kemiskinan, dan statusnya di tambah ada ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Kalaupun ada lelaki yang mendekati nya, pasti orang tua si lelaki sudah mewanti-wanti nya untuk tidak mendekati putra nya dan menolaknya seolah-olah, dia tidak pantas untuk di jadikan sebagai menantu.
Memang ada beberapa orang yang mendekati dan ingin menjadikannya istri, tapi dia tak menyukai lelaki itu. Hatinya seolah tidak bisa menerima kehadiran laki-laki lagi dalam hidupnya.
Saat ini yang jadi prioritas dalam hidupnya hanyalah Yasmin dan Ibunya. Dia tidak memikirkan entah dia akan menikah atau tidak, yang penting mereka bahagia, hidup nyaman meskipun tanpa kehadiran laki-laki dalam hidupnya.
Lamunannya membuat Ayuni teringat dengan laki-laki tadi. Dia penasaran dan merasa ingin sekali lagi menatapnya. Tapi orang itu sudah menghilang entah kemana. Para warga yang tadi berkerumun pun sudah mulai meninggalkan tempat itu dan kembali ke rumah masing-masing.
"Ayo kita tidur sayang! Sudah malam kasihan Nenek di tinggal sendirian," tanpa menunggu jawaban dari anaknya, dia berjalan menuju rumahnya yang hanya beberapa meter. Yasmin mengikutinya di belakang.
Di tempat lain.
Jodi sedang berada di kantor polisi, dia tampak sedang berpikir keras. Sebenarnya dia curiga dan yakin perampokan itu bukan hanya sekedar perampok biasa, ada motif lain di balik perampokan itu. Karena ketika dia tersadar mendengar suara-suara di kamar sebelah, ponsel dan dompet yang di letakan di ruang tamu sama sekali tak menarik perhatian si perampok. Terlebih perampok itu seperti hapal dengan baik setiap ruang yang ada di rumahnya. Mereka seperti mempunyai tujuan lain dan tahu betul benda yang mereka incar di simpan.
Untung saja dia memiliki senjata yang dia dapat secara legal, lagi pula baginya tidak sulit mendapatkan senjata itu, karena orang tuanya bukan orang sembarangan.
Terlebih setelah kejadian tiga tahun yang lalu, seseorang yang tidak di kenal melakukan percobaan pembunuhan kepadanya, namun gagal. Pembunuh itu berhasil melarikan diri, pihak berwenang pun tidak berhasil menemukan pelakunya. Kejadiannya begitu cepat tidak ada saksi, dan tidak ada cctv di sekitarnya.
Ketika tadi dua orang perampok itu hendak melukainya dengan senjata tajam, tanpa pikir panjang dia langsung menembakan pistolnya ke arah kaki perampok itu lalu mengikatnya agar tidak bisa melarikan diri. Sebelum menelepon polisi dia bertanya kepada para perampok itu, apa yang mereka cari di dalam kamar? Mereka menjawab bahwa mereka mengira ada perhiasaan atau semisalnya di kamar itu. Namun anehnya laci itu tampak tak tersentuh. Apa yang sebenarnya mereka cari?
Dia pun tak mengenal wajah si perampok itu. Dia lalu menelpon kedua orang tuanya menceritakan kejadian yang baru saja dia alami.
"Aduh Nak, Mama bilang juga apa? Buat apa kamu susah-susah harus ke desa itu, di sini juga kan banyak rumah sakit yang akan menerima mu dengan sukarela," suara ibunya bernada khawatir.
"Aku tidak apa-apa, tidak usah khawatir! Ini hanya perampokan biasa. Mereka mengira rumah itu kosong tidak berpenghuni jadi rumah kita jadi sasaran."
Jodi jelas tak menceritakan kecurigaannya kepada ibunya, selain akan khawatir pasti ibunya akan terus membujuk nya untuk kembali ke Kota. Padahal dia sudah sejak lama menantikan kepindahannya ke desa itu.
"Mam, apakah ada surat-surat dan benda berharga di rumah itu?" tanya Jodi.
"Tidak ada Nak, mana mungkin Mama menyimpan surat dan benda berharga di rumah yang kosong." jawab ibunya.
Tak lama Jodi memutuskan sambungan telepon bersama ibunya.
Jika memang bukan mengincar surat-surat berharga lalu apa yang perampok itu cari di rumah itu. Baru saja dua hari dia pindah ke desa ini, dia sudah di hadapkan dengan kejadian tak menyenangkan.
Dia harus mencari tahu motif sebenarnya perampok itu, karena di hadapan polisi mereka mengaku hanya ingin mencuri barang elektronik yang ada di rumahnya. Tidak sesederhana itu! Perampokan hanya sebagai alibi.
Apakah ini ada hubungannya dengan kejadian tiga tahun yang lalu? Tapi kali ini mereka jelas tidak mengincar dirinya. Apa yang diinginkan perampok itu sebenarnya?
(Ayuni P.O.V) Astaga! kesiangan.... "Yasmin bangun Nak!, kita bisa terlambat." Aku membangunkan anakku yang masih terlelap tidur. Sepintas aku berpikir apa sebaiknya dia tidak sekolah dulu mengingat kejadian kemarin, mungkin dia belum siap kembali ke sekolah. Di tengah kebimbangan itu tak ku sangka dia sudah melompat dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Aku menuju dapur dan menyiapkan sarapan. Setelah dia mandi, ku lihat dia memakai seragam sekolahnya. "Kamu sekolah hari ini?" tanyaku. "Lho Ibu ini gimana sih tentu saja aku harus sekolah, Ibu aneh," jawabnya. "Baiklah," aku tersenyum dan bersyukur, dia sepertinya sudah bersemangat lagi untuk berangkat sekolah. Setelah semuanya selesai dan kami bersiap untuk pergi ke sekolah tak lupa aku menyiapkan makanan untuk ibu. "Ibu kita berangkat dulu, ingat ya jangan pergi ke mana-mana tunggu Yasmin pulang sekolah!" Ujarku. Dia hanya mengangguk dan melanj
(Jodi P.O.V) Aku menyaksikan Ayuni gelagapan dengan apa yang di katakan anaknya. Tentu saja dia tidak tahu bahwa memang itu tujuanku datang ke desa ini, tanpa dia sadari aku sudah memperhatikannya sejak lama. *** Empat tahun yang lalu untuk pertama kali aku bertemu dengannya tanpa di sengaja. Dia sedang dilabrak oleh seorang perempuan. Aku merasa penasaran dan tertarik untuk menyaksikan pemandangan itu. "Dasar ganjen! kamu mau cari perhatian sama pacarku, kenapa dia mengantarkan kamu pulang?" si pemaki berkacak pinggang. "Maaf Kak, aku tidak tau dia pacar Kakak dan lagi pula aku berdua bersama dengan temanku yang lain, aku hanya menganggapnya teman biasa." "Terus kalau dia tidak punya pacar kamu mau menggodanya? Harusnya kamu sadar diri siapa kamu dasar murahan!" Perempuan itu terus memakinya, namun tiba-tiba dia mendorong Ayuni, yang sedang menggendong anak kecil hingga tersungkur di te
( Author P.O.V ) Setelah kepulangan Jodi dari rumahnya, Ayuni di buat kesal dengan apa yang di ucapkan Jodi yang membuat putrinya menaruh harapan tinggi. Sejujurnya ada perasaan senang di hatinya ketika Jodi mengatakan, perasaannya melayang. Tapi dia sadar dan mampu menguasai diri. "Mengapa dia mengatakan hal-hal yang tidak berguna," ucapnya pelan. "Maksud Ibu, Om Dokter itu?" sahut Yasmin yang mendengar ucapannya. "Hmm.... Kau jangan terlalu menganggapnya serius, orang itu hanya tidak tahu apa yang di ucapkan, aneh!" Yasmin mengerutkan keningnya dan bertanya "Bukankah Ibu yang aneh? Dia menyukaimu Ibu," lanjutnya. "Anak kecil jangan sok tahu!" Ayuni memencet hidung putrinya gemas. Dan melanjutakn, "Sayang orang itu dokter, sangat tampan, dan kaya, tidak mungkin dia menyukai aku yang tidak berpendidikan, miskin, jelek dan sudah mempunyai anak." "Apa mempunyai anak itu sesuatu yang buruk bu?" Yas
(Author P.O.V) Yasmin terus menengok ke arah pintu, menanti kepulangan Ayuni. Tidak biasanya ibunya pulang terlambat, apalagi sampai malam. Kalaupun akan pulang terlambat, ibunya selalu memberi pesan dulu sebelumnya. Perasaannya menjadi cemas Yasmin sama sekali tidak memegang handphone, dia bingung harus berbuat apa. "Nek, kenapa sampai sekarang ibu belum pulang ya?" "Tidak tahu," jawab neneknya dengan bingung dan berkata, "Aku lapar mau makan." "Aku juga Nek, tapi ibu belum pulang," kata Yasmin. Tiba-tiba dia teringat dengan Jodi, "Nek tunggu sebentar, aku akan keluar dulu." Neneknya mengangguk dan berkata," jangan lama-lama! Nenek sendiri." "Oke Nek," Yasmin menjawab sambil menutup pintu, dia berlari dengan harapan Jodi akan membantunya. Ketika sampai di depan pintu rumah mewah itu, sempat timbul keraguan. Namun tidak ada cara lain dan ia bosan menunggu, akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk pintu.
(Author P.O.V) Ayuni terbaring lemah di ranjang klinik, entah berapa lama dia tertidur. Saat membuka matanya, dia merasakan sakit di seluruh badannya. Pandangannya menyapu seisi ruangan, dia melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukan waktu dini hari. Kemudian dia teringat kembali peristiwa kemarin sore, yang terkunci di gudang hingga sampai Jodi menemukannya. Dia melihat pada sosok di sampingnya yang sedang tertidur begitu pulas, punggungnya bersandar pada sebuah kursi. Ayuni tersenyum, wajah rupawan seperti pahatan indah itu sedang tertidur dengan mulut menganga, walaupun begitu masih saja terlihat tampan, pikirnya. Dia tidak berani untuk mengganggu tidur nya. Kemudian dia teringat dengan anak dan ibunya yang pasti menunggu dengan khawatir. Dia pun mencoba bangkit, tapi tulang rusuknya terasa sakit, "Akh...!" Sejurus kemudian Jodi terbangun karena mendengar seruan Ayuni. "Kenapa? Apa kau membutuhkan sesuatu?" tanyanya. "
(Author P.O.V)"Apa?"Rasa penasaran Ayuni semakin bertambah. Siapa orang itu? Dan apa maksudnya memberikan begitu banyak makanan kepada mereka?"Tadi pagi aku di antar Om Dokter ke sekolah, naik mobilnya yang bagus. Mereka semua kagum dan teman-temanku bertanya, siapa orang itu? Ku jawab saja calon Ayahku," cerita Yasmin begitu semangat. Hal itu malah mengingatkan lagi Ayuni kepada Jodi."Yasmin! Kau tidak boleh mengatakan itu Nak!" Ayuni tidak senang dengan yang di ucapkan anaknya. Ini bisa menjadi masalah baginya dan juga Jodi."Kenapa?" Yasmin mendelik."Sayang, Om Jodi memang baik sama kita, tapi dia belum tentu akan menjadi Ayahmu Nak." jawab Ayuni."Oh aku baru tahu, Om Dokter itu bernama Jodi. Tapi kenapa Bu dia gak bisa jadi Ayahku?" Rupanya Yasmin baru tahu nama Jodi sesungguhnya."Bukan tidak bisa. Dalam hidup tidak semua yang kita inginkan akan terwujud, begitupun dengan semua yang kita takutkan,
(Author P.O.V) Ayuni tercengang dengan kedatangan tamu yang tak diundang itu, hati dan pikirannya menjadi gelisah. "Pak Badrun? Ada apa kemari?" tanya Ayuni, yang langsung memeluk anaknya. Lalu memerintahkan anaknya untuk masuk, "Yasmin masuk ya, tunggu bersama Nenek!" Anak itu merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan ibunya dia ragu, namun akhirnya menuruti perintah ibunya. Ayuni tahu kedatangan Badrun, pasti berhubungan dengan kejadian di gudang dan percakapannya dengan Pak Burhan tadi siang. Mungkinkah dia datang semacam ingin menuntut balas? Seperti yang dilakukan oleh sekelompok wanita tadi di pabrik. Celakanya dia langsung mendatangi ke rumahnya saat malam hari. Ayuni mulai gentar, dia berkata, "Aku tidak memfitnahmu, aku hanya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi ketika di gudang kepada Pak Manager." Badrun menyeringai, "Ayuni santai saja lah dulu! Aku belum mengatakan maksud dan tujuanku kemari. Tapi kau sud
(Author P.O.V) Tersiarnya kabar tentang Badrun yang mengalami kecelakaan secara tidak wajar menjadi buah bibir di desa, itu karena Badrun sendiri yang menceritakannya kepada orang yang menemukannya di jalan setelah kejadian. Ada sebagian yang mengutuk kejadian itu, namun tidak sedikit yang merasa bersyukur karena dia telah mendapatkan balasan atas kesewenang-wenangannya selama ini. Warga desa bertanya-tanya siapa pelaku yang membuat Badrun sampai harus melakukan operasi di kedua kakinya itu. Sama dengan pemikiran warga lain, Ayuni pun merasa penasran. Dia sempat merasa curiga ketika teringat dengan kata-kata Jodi yang dia dengar ketika mengancam Badrun, mungkinkah ini ada hubungannya? Tapi bukankah Jodi bersamanya ketika kecelakaan itu terjadi. Tetapi dia menepis kembali prasangka itu, lagi pula dengann sikap dan kelakuan Badrun selama ini pasti tidak sedikit yang membencinya atau menaruh dendam padanya. Karena hari ini libur bekerj