Share

3. Perampokan

(Author P.O.V)

Dorr... Dorr....

Suara itu memecah kesunyian malam di desa yang tenang. Sebagian warga desa keluar ingin melihat sumber suara, Namun mereka tak mendapati apa pun ketika melihat keluar. Lalu mereka kembali masuk ke rumahnya masing-masing.

Ayuni tentu saja terbangun karena suara seperti tembakan itu terdengar dekat dengan rumahnya. Dia mengintip di balik jendela melihat sekeliling rumah tapi tidak terlihat ada seseorang atau apapun disana. Rasa takut dan penasaran menjadi satu. 

"Bu suara apa tadi itu?" Yasmin mengejutkannya di belakang.

"Suttt.. entahlah sayang," Ayuni menjawab dengan meletakan jari telunjuk di mulutnya. Dia tak berani untuk keluar, untuk melanjutkan tidurnya juga dia tidak berani, khawatir jika terjadi sesuatu lagi.

Sekelilingnya sunyi senyap dia bertanya-tanya suara tembakan itu terdengar sangat jelas, tapi kenapa tidak ada seseorang pun di luar sana. Rumahnya memang terbilang agak jauh berjarak belasan meter dari warga sekitar, di belakangnya ada kolam ikan kecil kebun sayuran, kiri dan kanan terdapat sawah kering.

Satu-satunya rumah terdekatnya adalah rumah kosong yang entah siapa pemiliknya. Kata orang pemilik rumah itu bukan warga desa. Sesekali ada orang yang datang untuk sekedar membersihkan rumah kosong itu yang terbilang mewah untuk ukuran rumah di desa.

Tidak lama terdengar suara sirine mobil polisi semakin mendekat, warga yang dari tadi penasaran dengan suara tembakan itu pun keluar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Ayuni pun demikian untung saja ibunya masih saja terlelap tidak terganggu dengan suara tembakan tadi.

Dari perbincangan para warga di sana, ternyata ada perampokan di rumah kosong depan rumah Ayuni. Terlihat dua perampok keluar di gelandang polisi dengan tangan yang di borgol dan luka di kaki bekas tembakan.

Ini adalah hal yang baru terjadi di desa itu, perampokan dan melibatkan senjata tajam. Jadi warga berbondong-bondong ingin mengetahui lebih jauh peristiwa itu. 

Terlihat seorang polisi sedang berbicara dengan seorang laki-laki, tampaknya laki-laki itulah yang menembak perampok itu. Ayuni menyaksikan dari dekat, laki-laki itu terlihat tampak tidak asing baginya, seperti pernah bertemu tapi entah di mana.

Di mata Ayuni laki-laki itu begitu tampan, tinggi, tubuh atletis, wajah dengan rahang yang tegas, mempesona  di bawah sinar remang-remang. Namun tiba-tiba laki-laki yang di pandang itu, menoleh ke arah Ayuni dan Yasmin berdiri, pandangan mata mereka saling bertemu beberapa detik.

Ayuni sontak saja kaget, tak menyangka bahwa pandangan mereka akan saling bertemu. Sorot matanya yang tajam menghujam dan dingin, untuk beberapa saat dia enggan melepaskan tatapannya, merasakan ada sesuatu yang membuatnya terus ingin memandang laki-laki itu. Namun karena dia merasakan ada sesuatu yang aneh di dadanya, dia mengalihkan pandangan ke arah lain. 

"Hei... kenapa jantungku berdetak cepat? Hanya dengan memandangnya saja," batin Ayuni dengan gugup.

Apa mungkin karena sudah lama dia tak merasakan belaian laki-laki? sehingga di pandang begitu saja, hatinya sudah berdebar. Tapi bukan hal biasa baginya di pandang seperti itu. Banyak laki-laki yang sering memandangnya begitu dan itu membuatnya tak nyaman. Karena itu dia jarang memakai pakaian yang mencolok dan berdandan karena pasti banyak laki-laki yang menggodanya,dengan tatapan berbagai arti. 

"Bu untung rumah itu yang di rampok, coba kalau rumah kita yang di rampok apa yang terjadi? Kita kan tidak punya pistol." Perkataan anaknya membuat Ayuni tersadar dari lamunannya. 

Ayuni pun tertawa kecil. 

"Apa maksudmu? Lagi pula di rumah kita tidak ada barang berharga apa yang akan mereka rampok, cuma ada televisi butut kesayangan Nenekmu."

Tentu saja rumahnya bukan sasaran untuk pencuri, rumahnya sangat sederhana. Rumah semi permanen yang beralaskan ubin. Berbeda dengan rumah yang baru saja di masuki perampok itu yang pasti menyimpan barang-barang bagus dan mahal.

"Bukankah Ibu selalu bilang bahwa aku harta berharga Ibu?" tanya Yasmin.

"Hm...Tentu saja kamu harta berharga milik Ibu, yang tidak akan pernah terganti dan tak ternilai, tapi kamu kan bukan barang sayang."

"Jika mereka berani mencuri mu, Ibu akan menghajarnya dengan seluruh kekuatan yang Ibu miliki," lanjutnya.

"Coba saja, kalau ada laki-laki yang tinggal bersama kita ya Bu, kita pasti merasa aman," Yasmin memandang dan menantikan reaksi ibunya.

Ayuni tahu ke mana arah pembicaraan anaknya, yang ujung-ujungnya pasti tentang keinginannya memiliki ayah.

"Hei apa kehadiran Ibu saja tak cukup untuk melindungimu?" Ayuni bertanya kepada anaknya.

Anak itu kemudian menunduk, enggan menjawab pertanyaan itu, bisa ditebak yang akan ibunya katakan, mencari-cari alasan seperti biasa. Sudah sering dia mengutarakan isi hatinya yang sangat ingin memiliki ayah seperti teman-temannya yang lain, dengan begitu pasti tidak akan ada lagi yang mengejeknya tapi dia berpikir ibunya pasti tidak mengerti.

Pedahal kata orang ibunya sangat cantik, begitu juga dalam pandangannya cantik, baik dan pandai memasak. Bukan hal yang sulit untu menemukan pendamping. Namun, itu adalah pemikiran anak tujuh tahun. Kenyataannya tidak sesimpel itu.

Ayuni sadar dengan pertanyaannya yang tidak akan di jawab putrinya, jelas kehadiran nya saja tak cukup, dia tahu anaknya butuh sosok seorang ayah. Tapi dalam benaknya, laki-laki tidak akan mudah mau menerima keadaannya dengan segala kekurangan, kemiskinan, dan statusnya di tambah ada ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Kalaupun ada lelaki yang mendekati nya, pasti orang tua si lelaki sudah mewanti-wanti nya untuk tidak mendekati putra nya dan menolaknya seolah-olah, dia tidak pantas untuk di jadikan sebagai menantu.

Memang ada beberapa orang yang mendekati dan ingin menjadikannya istri, tapi dia tak menyukai lelaki itu. Hatinya seolah tidak bisa menerima kehadiran laki-laki lagi dalam hidupnya.

Saat ini yang jadi prioritas dalam hidupnya hanyalah Yasmin dan Ibunya. Dia tidak memikirkan entah dia akan menikah atau tidak, yang penting mereka bahagia, hidup nyaman meskipun tanpa kehadiran laki-laki dalam hidupnya.

Lamunannya membuat Ayuni teringat dengan laki-laki tadi. Dia penasaran dan merasa ingin sekali lagi menatapnya. Tapi orang itu sudah menghilang entah kemana. Para warga yang tadi berkerumun pun sudah mulai meninggalkan tempat itu dan kembali ke rumah masing-masing.

"Ayo kita tidur sayang! Sudah malam kasihan Nenek di tinggal sendirian," tanpa menunggu jawaban dari anaknya, dia berjalan menuju rumahnya yang hanya beberapa meter. Yasmin mengikutinya di belakang.

Di tempat lain.

Jodi sedang berada di kantor polisi, dia tampak sedang berpikir keras. Sebenarnya dia curiga dan yakin perampokan itu bukan hanya sekedar perampok biasa, ada motif lain di balik perampokan itu. Karena ketika dia tersadar mendengar suara-suara di kamar sebelah, ponsel dan dompet yang di letakan di ruang tamu sama sekali tak menarik perhatian si perampok. Terlebih perampok itu seperti hapal dengan baik setiap ruang yang ada di rumahnya. Mereka seperti mempunyai tujuan lain dan tahu betul benda yang mereka incar di simpan. 

Untung saja dia memiliki senjata yang dia dapat secara legal, lagi pula baginya tidak sulit mendapatkan senjata itu, karena orang tuanya bukan orang sembarangan.

Terlebih setelah kejadian tiga tahun yang lalu, seseorang yang tidak di kenal melakukan percobaan pembunuhan kepadanya, namun gagal. Pembunuh itu berhasil melarikan diri, pihak berwenang pun tidak berhasil menemukan pelakunya. Kejadiannya begitu cepat tidak ada saksi, dan tidak ada cctv di sekitarnya.

Ketika tadi dua orang perampok itu hendak melukainya dengan senjata tajam, tanpa pikir panjang dia langsung menembakan pistolnya ke arah kaki perampok itu lalu mengikatnya agar tidak bisa melarikan diri. Sebelum menelepon polisi dia bertanya kepada para perampok itu, apa yang mereka cari di dalam kamar? Mereka menjawab bahwa mereka mengira ada perhiasaan atau semisalnya di kamar itu. Namun anehnya laci itu tampak tak tersentuh. Apa yang sebenarnya mereka cari?

Dia pun tak mengenal wajah si perampok itu. Dia lalu menelpon kedua orang tuanya menceritakan kejadian yang baru saja dia alami.

"Aduh Nak, Mama bilang juga apa? Buat apa kamu susah-susah harus ke desa itu, di sini juga kan banyak rumah sakit yang akan menerima mu dengan sukarela," suara ibunya bernada khawatir.

"Aku tidak apa-apa, tidak usah khawatir! Ini hanya perampokan biasa. Mereka mengira rumah itu kosong tidak berpenghuni jadi rumah kita jadi sasaran."

Jodi jelas tak menceritakan kecurigaannya kepada ibunya, selain akan khawatir pasti ibunya akan terus membujuk nya untuk kembali ke Kota. Padahal dia sudah sejak lama menantikan kepindahannya ke desa itu.

"Mam, apakah ada surat-surat dan benda berharga di rumah itu?" tanya Jodi.

"Tidak ada Nak, mana mungkin Mama menyimpan surat dan benda berharga di rumah yang kosong." jawab ibunya. 

Tak lama Jodi memutuskan sambungan telepon bersama ibunya.

Jika memang bukan mengincar surat-surat berharga lalu apa yang perampok itu cari di rumah itu. Baru saja dua hari dia pindah ke desa ini, dia sudah di hadapkan dengan kejadian tak menyenangkan.

Dia harus mencari tahu motif sebenarnya perampok itu, karena di hadapan polisi mereka mengaku hanya ingin mencuri barang elektronik yang ada di rumahnya. Tidak sesederhana itu! Perampokan hanya sebagai alibi.

Apakah ini ada hubungannya dengan kejadian tiga tahun yang lalu? Tapi kali ini mereka jelas tidak mengincar dirinya. Apa yang diinginkan perampok itu sebenarnya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status