Ada perasaan lega setelah kalimat itu didengar dari mulut Arka. Hati Liora tidak terasa sakit lagi, tapi masih ada perasaan ragu.
"Kamu terlihat sangat marah, ketika mengetahui aku telah mencelakai Seyla. Aku tau kamu sangat mencintai perempuan itu, itu juga alasanmu selama ini menghindar untuk tak menyentuhku kan? Apa benar kamu yakin memilihku?"Arka menghela nafas pelan. Seharusnya setelah dia memberikan jawaban, Liora tak perlu menanyakan macam-macam lagi padanya. Karena itu bisa saja membuat hati Arka mengubah pilihannya.Tapi, jika dia kembali pada Seyla sepertinya itu juga sulit. Perempuan yang Arka cintai pada akhirnya tetap akan kalah dengan perempuan yang kini telah mengandung anaknya.Liora memeluk tubuhnya sendiri dengan erat, saat tiba-tiba angin malam itu semakin berhembus kencang hingga dinginnya terasa menembus kulit.Melihat sang istri yang tampak menggigil kedinginan. Arka semakin menarik tubuh Liora mendekat, dia khAkhirnya Ervan mengantarkan Liora dan Arka lebih dulu, lalu bergantian mengantarkan Erika pulang, sesuai keputusan yang Arka buat. Kini Arka dan Liora sudah sampai. Arka masih membantu sang istri berjalan dengan pelan memasuki rumah. Mengantar Liora untuk segera istirahat."Liora."Langkah mereka terhenti. Sorot sayu Liora kini menatap sang suami bertanya. "Kenapa sayang?"Tinggal beberapa langkah lagi mereka akan sampai di kamar Liora. Namun Arka menahannya. Laki-laki itu terlihat ragu, membuat Liora semakin penasaran. Mendadak perut Liora terasa kram kembali, membuatnya kini meringis menahan sakit. Kaki Liora terasa lemas, dia tak sanggup untuk berdiri terlalu lama. "Sayang, bisakah kita segera masuk kamar. Perutku semakin kram jika terlalu lama berdiri."Arka mengangguk mengerti. Dia kembali khawatir saat membuat sang istri kembali kesakitan. Tanpa menunda lagi Arka kemudian mengucapkan, "mulai malam ini kamu aka
Pukul tiga dini hari Arka terjaga. Dia menatap sang istri yang masih terlelap, meringkuk di sampingnya. Arka kemudian memiringkan tubuhnya menghadap Liora, lalu menarik selimut tebal yang tadinya melorot untuk menutupi tubuh sang istri agar tak kedinginan. Arka lalu menghela nafas pelan. Tangannya dengan berhati-hati mulai menyingkirkan beberapa helai anak rambut yang menutupi wajah cantik sang istri. "Aku masih tidak percaya jika dia akan menjadi istriku untuk selamanya," ucapnya pelan. Arka menatap wajah Liora dengan lekat. Awal pertemuan dengan perempuan itu kembali muncul dipikirannya. "Dulu kita tidak saling mengenal. Aku sangat menyesal telah mengenalmu karena ternyata kamu perempuan yang sangat licik. Tapi ini sudah terlanjur terjadi, bahkan sekarang aku tidak bisa meninggalkanmu. Kau berhasil menjebakku, membuatku semakin terperangkap di kehidupanmu. Kau ... sangat licik Liora."Tubuh Liora bergerak, semakin meringkuk menandakan bahwa perempuan i
Pukul enam pagi. Arka baru saja selesai membuatkan bubur untuk sang istri. Hari ini dia sudah ijin untuk tidak masuk kerja, dan meminta beberapa dokter lain untuk menggantikan jadwalnya hari ini. Dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air putih, Arka kembali memasuki kamar dan menghampiri sang istri yang masih terlelap. "Liora," panggil Arka pelan. Dia kini duduk di sisi ranjang samping sang istri tertidur. Walau tak tega membangunkannya, namun Arka tak mau jika kondisi Liora semakin parah karena perempuan itu tak mau makan. Kelopak mata Liora perlahan terbuka, menatap wajah sang suami di sampingnya. "Aku sudah membuatkan bubur untukmu. Kamu harus makan, setelah itu minum obat agar demamnya cepat turun."Liora menggeleng lemah, hanya mendengar kata bubur saja perutnya sudah mual, apa lagi jika dia sampai memakannya. "Jika tidak makan, kondisimu tidak akan cepat pulih. Jadi, makanlah sedikit saja y
Setelah panggilan Danu berakhir, Arka memutuskan untuk bergegas mengambil jas dokter miliknya dan kunci mobil yang ada di atas meja. Melihat sang suami tampak tergesa-gesa, Liora mulai curiga. "Kamu mau kemana sayang?"Arka menoleh, dia menatap sang istri dengan sorot kasihan. Kondisi Liora memang sedang tidak baik, tapi dalam hatinya terus saja memaksa untuk segera ke rumah sakit. "Kamu tadi bilang padaku jika hari ini tidak masuk kerja kan?" Liora menatap jas putih yang kini sudah ada di tangan Arka. Membuat hati Liora jadi berdesir cemas. "Sayang ... kamu benar tidak akan ke rumah sakit kan?"Arka akhirnya menghampiri. Dia mengusap pucuk kepala perempuan yang masih duduk di atas kasur itu sesaat. Dengan rasa bersalah Arka berucap, "maaf Liora. Ada urusan penting yang tidak bisa aku tinggalkan.""Tapi aku sedang sakit. Apa kondisi istrimu ini tidak penting untukmu?""Aku sudah memberimu obat dan vitamin. Jika obatnya sudah be
Setelah seharian kemarin perutnya terasa mual, hari ini Liora merasa sedikit lebih baik. Dia sengaja bangun pagi, untuk memindahkan beberapa barang-barangnya ke kamar Arka. Sekarang Arka telah mengijinkan mereka menggunakan satu kamar bersama. Tentu saja Liora sangat senang. "Liora," panggil Arka mulai menghampiri sang istri yang tengah sibuk menyusun beberapa baju ke lemari yang ada di kamar itu. Perempuan itu menoleh, dan tersenyum padanya. "Kamu mau berangkat kerja sekarang?" tanya Liora penasaran saat melihat sang suami sudah berpakaian rapi. Arka mengangguk mengiyakan. Dia sengaja ingin segera ke rumah sakit lebih awal dari jadwalnya karena ada hal penting yang ingin segera dia lihat. "Aku nanti juga ingin ke perusahaan, sepertinya aku sudah lama tidak ke sana.""Kamu yakin?" tanya Arka memastikan. Tentu dia masih khawatir jika Liora kembali beraktivitas di luar, mengingat sang istri sedang hamil muda. "Apa kamu tidak i
Arka berdiri di ambang pintu, menatap perempuan berkulit pucat yang sedang dibantu berdiri oleh beberapa suster. Belum ada yang menyadari keberadaan Arka di sana. Sudah lama perempuan itu terbaring koma, seluruh otot di tubuhnya pasti kaku. Para suster itu membantunya untuk menggerakkan tangan dan kakinya. Arka mengukir senyum tipis. Seperti mimpi baginya melihat perempuan itu kini sudah membuka mata. Dia sangat rindu, dan ingin memeluk perempuan itu dengan erat. Tapi hatinya menahan."Dokter Arka," panggil salah satu suster di dalam sana setelah mengetahui keberadaan Arka. Perempuan yang sudah duduk kembali di sisi kasur pasien ikut menoleh. Pandangannya langsung bertemu dengan laki-laki yang sejak tadi malam dia cari. Bibirnya seketika mengukir senyum lebar. "Arka ..."Arka memutuskan masuk ke ruangan, menghampiri beberapa suster yang tadinya membantu perempuan itu berdiri. Jujur, dia sangat ingin berbicara banyak dengan pe
Setelah berhasil menenangkan Seyla, kini Arka membawa perempuan itu ke taman rumah sakit. Karena tubuh perempuan itu masih lemah, Arka meminta Seyla untuk duduk di kursi roda agar memudahkan laki-laki itu membawanya jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Jika terus berada di dalam ruangan, tentu Seyla akan suntuk. Arka harap dengan mengajak perempuan itu mencari udara segar, Seyla bisa melupakan sedihnya sejenak. "Cuaca hari ini cerah ya, tidak mendung tidak juga terlalu panas."Arka menghentikan langkahnya setelah mereka sampai di dekat salah satu tempat duduk taman di bawah pohon rindang. Arka duduk di kursi kayu taman itu, bersampingan dengan kursi roda Seyla. Dia tersenyum setelah mendengar ucapan perempuan itu barusan. "Akhir-akhir ini cuacanya memang bagus, tapi kamu tidur terlalu lama jadi baru bisa menikmati cuaca seindah ini sekarang."Seyla tersenyum, lalu menghela nafas pelan. Dia mengarahkan pandangannya lurus ke dep
Pukul delapan malam. Tidak seperti biasa Arka masih berada di rumah sakit di jam seperti ini, padahal dia juga sudah tidak memiliki jadwal. Kini dia berada di ruang rawat seorang pasien, menatap perempuan berambut sebahu yang sudah terbaring di atas ranjang pasien. Perempuan itu masih menggenggam tangannya dengan erat, membuat Arka tak tega untuk meninggalkannya. "Kamu akan bermalam di sini kan?"Arka diam sesaat. Berusaha memikirkan kalimat yang pas agar dirinya bisa pulang, tanpa harus membuat Seyla sakit hati. Pulang terlambat seperti saat ini saja, pikirannya tidak bisa tenang karena teringat oleh Liora. Istrinya itu pasti sedang menunggunya di rumah."Sebenarnya aku ingin menemanimu. Tapi aku takut jika terus berada di sini aku justru akan mengganggu istirahatmu."Seyla menggeleng pelan. Tak membenarkan apa yang Arka katakan barusan. "Setiap kamu berada di dekatku, aku merasa lebih baik Ar. Aku tidak ingin jauh darimu."