Canggung Sesekali aku ikut menimpali ocehan keduanya. Terkadang mereka juga bersenda gurau hingga membuat aku sedikit kewalahan Karena posisinya di atas motor.Salah satu warung bakmi menjadi pilihan kedua buah hatiku.Suasana yang begitu ramai membuat kami agak sedikit kesulitan untuk mendapatkan tempat. Bakmi di sini memang terkenal cukup lezat sehingga orang berbondong-bondong mendatanginya terlebih mereka belum bekerja sama dengan layanan.Orang-orang rela mengantri hanya untuk bisa menikmati semangkuk bakmi yang begitu menggugah selera. Begitu pula dengan kedua buah hatiku yang tidak ingin makan di tempat lain selain di sini.Ketika kami sedang celingukan mencari tempat, Aldo menarik bajuku dan menunjuk ke arah sebuah meja sambil bertanya, “Ma, itu siapa?”Aku mengalihkan pandangan ke arah yang ditunjuki oleh Aldo.Netraku melihat sosok yang begitu familiar denganku sedang melambaikan tangan ke arah kami.Rezeki memang tidak akan kemana. Di saat warung sedang penuh-penuhn
Aku begitu penasaran dengan jawaban apa yang akan diberikan oleh Putra bungsuku itu.“Papa udah nggak sayang lagi sama kami. Papa lebih memilih hidup dengan tante jahat daripada dengan kami. Lagian, sebentar lagi Papa juga bakalan punya anak lain dari Tante jahat,” jawab Aris, kepalanya tertunduk, ia terlihat begitu sedih dan terluka.Mas Farid mengukir senyum, “Papa Kalian pasti sayang kok sama kalian,” ucapnya sambil membelai lembut kepala Aris.“Papa nggak sayang lagi sama kami. Semenjak Papa kenal tante jahat, Papa enggak pernah lagi ajak kami jalan-jalan, nggak pernah lagi bermain dengan kami, apalagi makan bersama di luar seperti ini,” sangkal Aris cepat.“Iya benar apa kata adik. Mama juga selalu nangis di buat Papa, selama Papa mengenal tante jahat,” Aldo menimpali.Ingin rasanya aku menghilang saat ini juga atau berubah menjadi palu-palu.“Enggak boleh ngomong kayak gitu. Walau bagaimanapun Papa itu tetap papa kalian,” nasehat mas Farid.Jujur Aku kagum kepada mas Farid. D
Alfi POV Aku begitu syok ketika Mutia mengakui bahwa dirinya selama ini sengaja menunda kehamilan hanya karena statusnya yang masih istri siri.Aku yang begitu menginginkan anak perempuan jelas naik hitam mendengar pengakuannya.Dari dulu aku memang sangat menyukai anak perempuan. Jika ada yang bertanya alasannya maka jawabannya karena anak perempuan itu unik, lebih imut dan juga lebih manja.Anak perempuan akan lebih banyak berceloteh tentang banyak hal, apa saja yang ia lakukan pasti akan ia ceritakan. Begitu berbanding terbalik dengan anak laki-laki.Terlebih anak perempuan akan mengajakku bermain boneka, mainan yang tidak pernah aku mainkan sedari kecil.Random memang. Namun, itulah kenyataannya mengapa aku begitu menginginkan anak perempuan.Selain mendengar omelan istri, setidaknya ada anakku yang akan menghibur diri ini dengan celotehannya yang akan mencer apapun.Konon katanya anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya ketimbang anak laki-laki.Sudah lama aku membayangk
LancarPagi ini kebetulan aku memang sedang libur, Karena itulah aku memutuskan untuk pulang ke tempat Putri hari ini.Dari dalam mobil aku memerhatikan rumah yang menyimpan begitu banyaknya kenangan antara Aku dan Putri.Terkadang terbesit penyesalan di hatiku karena telah mengkhianati istri pertamaku itu. Namun, itulah, aku yang selalu merasa kurang hingga bisa mengalihkan penyesalan yang kurasakan.Lagian seorang laki-laki menikah lebih dari satu itu dibolehkan dalam agama.Aku melihat Aldo yang baru saja keluar dari rumah. Sepertinya anak lanang ku itu ingin berangkat ke sekolah.Gegas aku turun dari mobil untuk menghampiri Putra sulungku itu.“Assalamualaikum,” sapaku lembut. Serta merta aku mencoba mendekap tubuh Aldo yang terlihat kurus, tapi langsung ditepis oleh anakku itu.“Mau ngapain lagi ke sini?” bukannya menjawab salam, Aldo malah melontarkan aku pertanyaan dengan nada Ketus. Aku sadari semua itu salahku. Namun, tidak seharusnya juga dia bersikap demikian terhadap ba
Hari berlalu begitu cepat, Aku tidak pernah pulang ke tempat Putri setelah kami dari kantor notaris tempo hari. Bukan tanpa alasan, itu semu karena Mutia yang terus saja mengeluh kesakitan dan mendesakku untuk segera menceraikan Putri.Alasan demi alasan terus saja aku utarakan untuk mencari celah agar diri ini bisa mendapati kedua wanita yang sangat kucintai.Seperti pagi-pagi sebelumnya, pagi ini Mutia juga kembali berulah. Ia terus saja berteriak memicu pertikaian di antara kami.“Kapan kau akan menceraikan dia?” tanya Mutia. Tangannya terus mengaduk teh untukku. Denting sendok dan gelas yang beradu nyaring terdengar memenuhi ruangan yang tidak luas ini.“bersabarlah Sayang, aku akan segera mendaftarkan pernikahan kita.” Ku genggam tangannya pelan dan penuh kasih.“Aku tidak ingin menjadi istri kedua. Aku ingin menjadi satu-satunya wanita yang bertahta di hatimu,” sargah Mutia. Ia menarik paksa genggaman tanganku.“akun tidak bisa, sayang. Mengertilah! Putri adalah wanita pertama
Mencari sekeping hati Dengan penuh keterpaksaan ku lafadz kan kata talak kepada Putri.“Semua ini salah kamu yang begitu keras kepala dan juga keras Hati. Selama ini aku sudah berusaha untuk terus mempertahankan rumah tangga kita. Namun, ketamakanmu membuat aku harus mengambil keputusan ini.” Aku menghela nafas sebelum kembali berucap, “ Aku menceraikan mu dengan talak satu, wahai Putri Rahayu,” ucapku dengan satu tarikan nafas sebagai mana dulu aku menghalalkannya dalam ikatan suci pernikahan.Andai saja Putri tidak tamak terhadap diri ini dan mau berbagi dengan Mutia, sungguh perceraian diantara kami tidak akan pernah terjadi.Aku sengaja menceraikan Putri dengan talak satu, karena diri ini masih berharap untuk kembali bisa bersama seperti dulu lagi.Aku juga tidak menggubris meskipun Mutia sudah protes terhadap talak satu yang aku ucapkan. Bukan hanya Mutia, Putri juga tidak terima aku talak satu dengan berbagai macam ucapan pedas yang ia layangkan kepadaku.Aku sudah tidak peduli
Kenyataan Kalau dipikir-pikir, pasti sekarang Putri banyak uang dan akan menjadi janda incaran. Membayangkannya saja membuat aku panas, bagaimana jika kenyataan?Mutia memintaku untuk berbicara kepada Putri agar membiarkan Kami pergi. Aku hanya melirik ke arahnya sekilas, karena diri ini masih membayangkan hal-hal yang mungkin terjadi yang tak bisa hatiku terima.“Mas!” sentakan dari Mutia akhirnya membuat aku menuruti permintaannya.Namun, seolah lagi-lagi diri ini ditampar oleh kenyataan, di mana Putri mengatakan akan membawa kasus perceraian kami ke ranah hukum dan ia memenjarakan aku beserta Mutia karena pasal perzinaan dan perselingkuhan.Kembali aku tersalut emosi, tapi sebisa mungkin aku menahannya. Aku tarik tangan Mutia dan berlalu pergi meninggalkan ruangan Putri. Aku akan memutarkan otak agar perpisahan di antara kami tidaklah terjadi, karena diri ini sungguh tidak ingin kehilangan sosok Putri yang begitu lemah lembut dan kini ia juga begitu mandiri. Setidaknya Jika
Fun games “Mulai malam ini kalian ikut sama Papa. Mama kalian enggak bisa memberikan contoh yang baik untuk kalian,” ucap Mas Alfi tegas. Kali ini tatapannya mengarah ke arah kedua putraku.“Mas!” Tegur Mutia. Terlihat jelas jika ia ingin protes, karena anak-anakku akan ikut bersama mereka. Dia pikir aku akan melepaskan kedua belahan jiwaku untuknya.Aku tersenyum smirk dalam hati Mas Alfi tidak mempedulikan teguran dari Mutia. Ia kembali menatap ke arahku dengan tatapan menghunus tajam.“jawab aku Putri! Karena lelaki ini kan kamu minta pisah dariku?” hardik Mas Alfi dengan suara melengking tinggiKami menjadi pusat perhatian. Semua mata tertuju ke arah kami.Aldo menggebrak meja seraya bangkit berdiri.“Cukup, Pah,” bentaknya dengan suara yang tidak kalah tinggi.Aku hanya bisa membolakkan mataku melihat kemarahan putra sulungku.Aku merasa terlindungi oleh tindakan Aldo.Putraku itu berada di garda terdepan dalam melindungiku.Sekuat tenaga aku menahan agar air mata penuh haru t