Pengrusuh“Sorry, Put,” ucapku.“Enggak apa-apa,” jawabnya singkat. Kini pandangannya tertuju ke penjaga toko.“Aku mau pancake yang itu satu,” ucap Putri sambil menujuk ke kue yang dia inginkan.“Saya juga mau yang itu,” tambahku.Sepertinya selera Putri sudah berubah setelah berpisah denganku. Apa mungkin itu untuk bosnya?Sang pelayan pun mengambil pesanan kami.“Kamu sehat, Put? Aku bertanya dengan nada selembut mungkin.“Seperti yang Anda lihat.”“Kamu sendirian ke sini?” Tanyaku lagi “Seperti yang Anda lihat,” jawab Putri lagi.Aku tak ingin menyerah dan kembali melontarkan pertanyaan, “Anak-anak mana?” “Lagi di tempat les,” jawabnya singkat. Putri memang benar-benar sudah berubah. Dia membangun tembok pembatas begitu tinggi di antara kami. Dia bersikap seolah kami tidak saling mengenal. Putri hanya menjawab pertanyaanku tanpa berniat bertanya balik kepadaku.“Makasih Mbak,” jawab Putri ketika menerima pesanan nya. Ia langsung bertolak meninggalkanku. Kentara jelas jika P
MengunjungiEntah aku harus bersedih atau merasa bahagia terhadap sikap Mutia yang marah kepadaku hari ini, entah mana yang lebih dominan? Yang jelas aku merasa lega karena beberapa hari ke depan kupingku tidak akan panas oleh ocehan tak bermutu dari wanita yang masih berstatus istriku itu.Malam merangkak semakin larut menjemput pagi dengan indahnya sinar mentari.Berhubung hari ini weekend, dan kemarin aku mendapat pinjaman dari atasanku, sehingga hari ini aku bisa menjalankan aksi untuk kembali menemui Putri dan kedua putraku.Alamat sudah ku kantongi, ojek online pesananku pun sudah berada di depan mata.“tolong antarkan saya ke tempat ini pak,” ucapku.“pakai helmnya dulu, Mas.” Mang ojek menyerahkan sebuah helm kepadaku yang langsung kuterima dan aku pakai sesuai titah darinya.Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, akhirnya aku tiba di depan sebuah rumah minimalis berlantai dua dengan chat perpaduan antara coklat dan cream. Desainnya yang begitu kekinian membuat m
TerbongkarHukum tabur tuai itu memang benar adanya. Ingin mengeluh dan menyesali pun sudah tidak berarti lagi. Jujur, aku begitu terluka ketika kehadiranku sama sekali tidak diharapkan oleh kedua putraku. Aku tidak bisa menyalahkan mereka, tidak pula bisa menyalahkan Putri karena memang semua itu berawal dari kesalahanku.Hati ini teriris mengeluarkan darah tak berwarna ketika melihat kedua buah hatiku lebih peduli kepada orang lain ketimbang aku sendiri.Semua ini memang salahku yang sudah terlalu jauh mengabaikan mereka. Kini aku tahu sakitnya tak diharapkan. Apakah selama ini mereka juga berpikir begitu? Entahlah.Dengan kepala tertunduk, aku ayunkan kaki untuk kembali ke kediamanku dengan Mutia.Saat kaki ini memasuki perkarangan rumah, sayup-sayup aku mendengar suara seorang wanita yang sedang beradu argumen. Suara itu begitu familiar di telingaku. Aku semakin melangkah, berjalan berjinjit untuk mengintip apa yang sedang terjadi di rumahku.Mataku melirik sekilas motor yang ter
Kembali ke nolAku tersenyum sinis, menatap jijik ke arah wanita yang masih berstatus istriku.Kepingan-kepingan ingatan masa lalu masuk ke dalam memoriku. Beberapa kali aku pernah mendapati motor Deni berada di depan rumahku. Setiap kali motor itu terparkir di sana pasti jendela kamar kami terbuka lebar. Tidak lama setelah kepulanganku pasti motor itu sudah tidak ada lagi di sana.Kenapa selama ini aku tidak sadar ya? Aku memang terlalu bodoh dan dibutakan oleh cinta kepada Mutia. Padahal jelas-jelas sebelum aku di penjara aku begitu mencurigai motor yang terparkir sesaat itu. Setiap kali aku ingin bertanya kepada Mutia itu motor siapa? Pasti motor itu sudah tidak ada lagi setelah aku masuk ke dalam sebentar.Oh, bodohnya diriku. Entah mereka yang begitu pandai menyembunyikan semuanya atau aku yang memang bodoh dan ceroboh?Aku berderap, mengikis jarak di antara diriku dan Mutia.“Membalas Budi katamu?” Lagi aku menarik sebuah sudut bibirku ke samping.“Harusnya aku membunuhnya tad
Putri POVSepertinya mulai hari ini, hari-hari tenang dan damaiku akan kembali terusik oleh seseorang yang sudah memberi trauma yang mendalam bagiku. Kembali bertemu dengannya bagaikan mimpi buruk untukku.Di weekend yang berbahagia ini ia sudah merusak mood ku pagi pagi sekali. Feeling ku memang tepat sasaran.Entah apa salahku kepadanya hingga ia tidak pernah membiarkan aku hidup tenang dan bahagia.Gangguan dari orang lain mungkin mudah aku atasi karena mereka memang tidak pernah memiliki hubungan apapun denganku. Namun, berbeda dengan mas Alfi yang notabenenya mantan suamiku, terlebih diantara kami memiliki dua putra yang membuat kami pasti akan selalu berhubungan.Cinta untuknya memang sudah tidak lagi kumiliki, tapi goresan luka yang pernah ia berikan akan selalu terbayang setiap kali melihat wajahnya.Selama ini begitu sulit aku berjuang seorang diri untuk menyembuhkan luka itu dan terlihat baik-baik saja. Namun, ia datang dengan mudah dan membangkitkan kembali luka yang sudah
Absurd Mas Farid berdecak sebal ketika melihat siapa gerangan tamu yang datang. Sementara aku, aku hanya bisa tertawa melihat tingkah keduanya. “Jadi Lo begitu susah dihubungi karena sedang ngantem di sini? Feeling ku memang tidak pernah salah,” ucap laki-laki yang baru sampai itu. “katanya lu mau keluar kota, tapi kenapa malah ke sini?” jawab Mas Farid, menatap sinis ke arah rivalnya itu. “Feeling gua mengatakan kalau gue harus melindungi calon bidadari surga gua dari seorang pria lapuk,” jawab Lucas. “Lu tahu, Putri sendiri yang meminta gua ke sini untuk barbeque. Lo itu tidak diundang dan tidak diharapkan karena hanya akan menjadi pengganggu,” ujar Mas Farid sadis. Tatapan permusuhan Lucas layangkan untukku. Aku tergelak melihat Lucas misuh misuh. “Katanya kamu mau ke luar kota, makanya aku enggak ngehubungi kamu,” ucapku. “Udahlah Put jujur aja kalau kamu sengaja mengadakan barbeque di saat enggak ada Lucas supaya tidak ada penggagu diantara kita,” Mas Farid masih betah me
Reno kena ulti“Ada apa sayang? Apa tamunya mencari Om?” Tanya Mas Farid yang sudah berdiri di belakang Aldo.Aku tersadar dari lamunan ketika bariton seksi itu masuk ke dalam indra pendengaranku.Reflek tanganku terulur ke dada, merasakan detak jantung yang tidak seperti biasanya.“Paman ini menanyakan Om,” jawab Aldo.Iris hitamnya menatap tajam ke arah Reno, mengintimidasi, lalu dagunya terangkat seolah bertanya ada keperluan apa lelaki itu mencari dirinya.Reno meneliti penampilan Mas Farid dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Reno menelan salivanya secara paksa. Pasti setelah ini ia akan mundur alon-alon karena tidak mungkin bersaing dengan pria yang memiliki kharisma awut-awutan seperti Mas Farid.“Selamat malam,” ucap Reno kiku. “Malam! Ada keperluan apa anda mencari saya?” tanya mas Farid to the point. Aku yakin pemilik mata hitam legam itu sengaja memojoki Reno.“kenalkan aku Reno, pamannya Aldo.”“Oh, paman Aldo? Ada keperluan apa mencari saya? bukannya Aldo ada di dep
Tingkah Aldo Setiap sebulan sekali aku memang selalu mengadakan jalan-jalan bersama dengan para karyawanku. Tujuanku untuk mempererat hubungan emosional diantara kami, selain partner kerja. Mereka selalu antusias setiap kali kami melakukan trip. Aku bangga karena Kami selalu bisa bekerja sama dalam tim. Mereka sering curhat denganku. Mereka juga selalu berdiri di gardan terdepan setiap kali ada orang yang mengusikku. Karena adanya mereka Reno tidak pernah menemuiku di rumah sakit. Lelaki itu trauma karena pernah diulti oleh para karyawanku. “Put, aku ikut,” ucap Lucas. “Oke. Jam 08.00 harus sudah stand by di sini,” jawabku. “Om baik nggak ikut?” tanya Aris penuh harap. Aku melihat mas Farid hanya diam saja ketika Lucas sibuk berceloteh tentang rencana healing kami minggu depan. ”Om baik enggak bisa ikut, ya?” Tanya Aris penuh perhatian. Mas Farid mengulas senyuman tipis sebe