Share

Permainan Lia

Author: Ranti Kurnia
last update Last Updated: 2022-06-20 13:46:25

Jemari lentik wanita itu mengusap wajah seorang pria dalam sebuah foto. Terlihat lengkungan di salah satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas. Mengejek foto si pria yang ada pada genggaman tangannya. 

"Kamu memang iblis! Namun, tahukah kamu jika aku bisa menjadi malaikat pencabut nyawa untuk iblis sepertimu? Hahaha." Wanita itu berbicara sendiri. Sudah seperti orang gila saja nampaknya. Hahaha... Ya, dia memang tidak waras semenjak hidupnya dihancurkan oleh pria itu. 

Kobaran api membingkai benda persegi yang sedari tadi dia genggam. Dia membakar foto itu hingga tak bersisa. Luruh, berhamburan, melayang-layang di udara menjadi abu. 

"Tenanglah! Sebentar lagi kamu juga akan menjadi abu seperti fotomu ini. Tinggal menunggu ajal menjemputmu saja. Hahaha..."

"Tidak... tidak. Bajingan sepertimu tidak boleh sekarat sekarang. Tidak asik bukan? Lebih asik lagi jika kamu mati secara perlahan dalam penderitaan. Tentu aku akan menikmatinya. Jika kamu menderita, akan kubuatkan sebuah pesta perayaan yang sangat megah."

"Arsa... Arsa... Hari ini bersenang-senanglah terlebih dahulu karena setelah ini kamu tidak akan bisa menikmati hidupmu yang sempurna itu!"

Wanita itu menguncir rambutnya yang berwarna kecoklatan. Tidak lupa memakai topi dan masker untuk melengkapi penampilannya saat ini. Dia terlihat berbeda dari biasanya. Penampilannya kali ini lebih ke wanita tomboy. Apalagi dengan setelan hodie dan celana jeans. Seperti bukan stylenya sehari-hari. 

"Taksi, Pak!" Dia sengaja mencegat taksi dari pinggir jalan. Tidak menggunakan taksi online. Ya, untuk menghindari saja jika sewaktu-waktu keberadaannya dilacak melalui gps. 

Dia tidak mau satu orangpun tahu akan misinya. Oleh karena itu, dia selalu bertindak sendiri, tanpa bantuan orang lain. Padahal kalau dipikir-pikir wanita ini memiliki banyak uang. Dia bisa saja menyuruh orang kepercayaannya untuk membuat targetnya ini menderita. Dia hanya perlu duduk manis dan melihat hasil kerja orang bayarannya. Namun, dia tidak mau. Selain tidak percaya dengan siapapun, dia juga akan merasa puas jika bisa menghancurkan hidup targetnya dengan tangannya sendiri. 

Taksi yang dia tumpangi berhenti di salah satu apartemen mewah. Dia ulurkan beberapa lembar uang untuk membayar jasa si pengemudi. 

Langkah kakinya menapaki salah satu unit di apartemen lantai tujuh belas itu. Ditaruhnya sebuah kotak yang dia bawa di depan pintu. Tidak lupa sebelum kabur, dia telah menekan bel di pintu apartemen tersebut. 

Seorang wanita cantik keluar dari pintu apartemen. Pandangannya meneliti ke sekitar. Tidak ada siapa-siapa di sana. 

"Siapa sih? Iseng banget," gerutu wanita cantik tersebut. 

Saat akan berbalik, pandangan wanita cantik itu tertuju pada kotak yang ada di depan pintu. Diambilnya kotak tersebut. Senyuman ceria tidak luput dari wajahnya.

"Ah, Mas Arsa. Romantis banget sih pakai kirim-kirim kado segala. Dikasih ke aku setelah pulang kerja nanti kan juga bisa."

Wanita itu terus tersenyum sembari membawa kotak tersebut. Jelas sekali dia bahagia. Semuanya bisa terlihat dari binar matanya.

Lia tersenyum tipis di balik tempat persembunyiannya. Langkah awal dari misinya berjalan mulus tanpa hambatan. Bisa dia pastikan jika setelah ini rumah tangga Arsa dan Bella mengalami sedikit guncangan. 

"Hahaha... Selamat menikmati kejutan kecil dariku, Arsa." Lia tertawa jahat. Wanita itu bergegas pulang setelah memastikan semuanya berjalan sesuai dengan semestinya.

Bella dengan tidak sabar membuka kotak tersebut. Di dalam kotak besar itu ternyata terdapat kotak lagi dengan ukuran yang lebih kecil dari sebelumnya. Dia buka kotak itu, untunglah tidak ada kotak lagi di dalamnya. Dia sangat malas jika dikerjai dengan membuka banyak kotak.

Terdapat sebuah kemeja polos lengan panjang berwarna hitam. "Ini seperti kemejanya Mas Arsa." Kening wanita itu berkerut. Masih tidak mengerti mengapa Arsa mengirimi dirinya kemeja.

Dia buka lipatan kemeja itu, dia bentangkan. Sebuah surat yang asalnya dari dalam lipatan itu jatuh begitu saja. Bella buka surat itu dan dia baca baik-baik. 

[Mas Arsa, kemejamu yang tertinggal di rumahku sudah aku laundry. Tidak lupa kusemprotkan parfum yang selama ini menjadi favoritmu. Semoga wangi parfum itu bisa sedikit menuntaskan rindumu padaku, Mas. -Tertanda yang terkasih.] 

Bella meremas kertas itu. Dia kepalkan menjadi sebuah bola. Dilemparkannya secara asal ke sembarang arah. Lalu diambilnya kemeja yang dia duga milik suaminya. Tercium aroma wangi yang menguar dari sana. 

"Arghhh... Mas Arsa! Kamu pasti selingkuh kan, Mas?" Bella menangis. Tubuhnya luruh di atas lantai. Dia banting kemeja beserta kotaknya itu.

Benda-benda di sekitarnya juga tidak luput dari pandangannya. Dia lempar benda-benda itu sebagai bentuk pelampiasan amarahnya. 

"Kita baru beberapa hari di negara ini, tapi kamu sudah punya selingkuhan saja, Mas. Ah, jangan-jangan memang niatmu kembali ke negara ini agar bisa dekat dengan selingkuhmu." 

Praduga-praduga itu muncul begitu saja dalam pikirannya. Membuat segala sesuatunya menjadi lebih kacau. 

Arsa pulang lebih awal. Pria itu ingin mengajak istrinya makan siang di luar. Namun siapa sangka, saat pintu terbuka pemandangan tidak sedap tampak di depan mata. Barang-barang berserakan di lantai. Ada kepingan vas bunga juga di sana. 

Netra pria itu menyelisik sekitarnya. Oh, astaga... Apa benar wanita yang duduk di pojok ruangan itu istrinya? Ya iyalah, memang siapa lagi. Kamu kira kuntilanak wkwk... 

"Bella, Sayang..." Arsa memelankan langkahnya, tapi semakin lama semakin dekat dengan istrinya. Lututnya ditekuk, duduk bersebelahan dengan Bella. 

Dia usap puncak kepala Bella. Rambutnya yang panjang menutupi seluruh wajahnya yang ditekuk di atas lutut. Kedua tangannya memegangi lutut dengan erat. Oh, astaga... Dia menangis. 

"Sayang, kamu menangis?" tanya Arsa dengan nada yang lembut. 

Bella tetap bergeming. Nampaknya dia enggan berbicara dengan suaminya ini. Siapa juga yang ingin berbicara dengan orang yang dia anggap sudah menghianatinya? Pasti malas bukan? Kalau kecewa jangan ditanya lagi. Itu sudah pasti. 

Arsa terus mengusap puncak kepala Bella dengan kasih sayang. Siapa tahu dengan usapannya ini bisa meredamkan tangisan istrinya. "Sayang, sudah ya menangisnya. Kalau ada masalah kita bicarakan baik-baik," ucapnya masih berbicara dengan lembut. Berharap setelah ini tangisan Bella mereda. 

Satu jam berlalu. Arsa bingung harus melakukan apa. Tangannya lama-lama bisa pegal jika mengusap-usap kepala istrinya terus menerus. Arsa terus berusaha membujuk Bella agar wanita itu mau berbicara dengannya. 

"Ayo dong, Sayang. Katakan padaku, kamu kenapa?"

Tangis Bella akhirnya mereda juga. Arsa mengusap dadanya, mengisyaratkan sebuah kelegaan. Bella mendongakkan kepalanya. Tidak dapat dipungkiri, mata wanita itu berubah menjadi sembab. Bagaimana tidak, dia sangat betah menangis berjam-jam lamanya.

Tidak tega Arsa dibuatnya. Dia usap sisa air mata yang masih setia menghiasi wajah istrinya. Tidak lupa dia rapikan juga rambut Bella yang berantakan. 

Bella masih setia untuk mengunci mulutnya. Sepertinya dia tidak menemukan gembok itu untuk membuka mulutnya yang terkunci rapat-rapat ini. 

Malang sekali nasibmu, Arsa. Niat hati ingin mengajak makan siang di luar. Ini malah didiamkan oleh istrimu sendiri. 

Bella beranjak dari duduknya. Langkah kakinya mendekati almari. Dia ambil beberapa potong baju, lalu dimasukkan ke dalam koper.

Arsa semakin tidak mengerti. Keningnya mengerut. Dia bertanya-tanya, 'sebenarnya apa yang terjadi dengan istriku? Kemasukan jin tomang kah, atau kenapa?'

"Sayang, kenapa bajumu dimasukkan ke dalam koper? Mau liburan kah?" tanya Arsa. Dia terus mengamati gerak-gerik istrinya yang dengan cekatan menata baju ke dalam koper. 

"Mau minggat!"

Duar!!!

Dua kata pertama yang keluar dari mulut istrinya bagaikan sambaran petir di siang bolong untuk Arsa. Pria itu tanpa banyak bicara lagi segera memeluk istrinya erat-erat. Tidak akan dia biarkan Bella pergi dari sisinya barang satu jengkal pun. 

"Sayang, jangan pergi! Tolong katakan ada apa sebenarnya?"

Bella masih saja mengunci mulutnya rapat-rapat. Hanya gerak tubuhnya saja yang berbicara. Dia meronta agar bisa terlepas dari pelukan suaminya. Namun, kenyataannya Bella tidak dapat terlepas dari pelukan Arsa yang begitu erat. Langkahnya diseret secara paksa sembari tangan kanannya menarik koper. Sungguh, tubuhnya terasa kaku saat berjalan dengan dipeluk seperti ini.

Langkah kaki Bella terseok-seok mendekati pintu. Tangannya meraih gagang pintu, tapi sungguh sial. Arsa begitu cepat meraih tangannya. Arsa gendong istrinya menuju tempat tidur. Tidak ada cara lain untuk membuat Bella mau berbicara dengannya. Menurutnya, masalah dapat mereda jika diselesaikan di atas ranjang. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Merayakan Penderitaan   Perdebatan Di Tengah Kebahagiaan

    Ray mendekati sang mama. Membisikkan sesuatu di telinga Nyonya Helena. "Ma... Aku mau bicara berdua dengan Lia boleh?"Nyonya Helena mencebikkan bibirnya. "Bilang aja kamu mau ngusir Mama kan?" ucapnya ketus. Sebenarnya hanya bercanda. "Ish... Bukan gitu, Ma," sunggut Ray. "Arsa... Bella... kita keluar dulu sebentar yuk!" ajak Nyonya Helena menyeret lengan keduanya. "Mau kemana, Ma?" tanya Lia. "Ke kantin bentar." Nyonya Helena beralasan. Nyonya Helena sendiri ingin memberikan kesempatan pada Ray dan Lia. Siapa tahu dengan adanya janin dalam rahim Lia membuat keduanya bisa berbaikan dan menjalin hubungan rumah tangga yang harmonis seperti sebelumnya.Setelah ketiganya pergi Ray memutar roda pada kursinya. Roda-roda itu menggelinding ke depan. Semakin lama semakin dekat dengan ranjang pesakitan. Di mana wanitanya berada di atasnya. Melihat Ray semakin mendekat ke arahnya, semakin panik pula Lia dibuatnya."Jangan mendekat!" peringat Lia. Menghentikan gerakan suaminya. "Yasudah. A

  • Merayakan Penderitaan   Kabar Bahagia

    Lia dibawa ke ruang pemeriksaan. Nyonya Helena berkacak pinggang seraya berjalan mondar mandir di depan ruangan. Melihat betapa Ray sangat mencintai Lia, membuat Nyonya Helena ikut mencemaskan keadaan sang menantu. "Bagaimana keadaan menantu saya, Dok?" tanya Nyonya Helena, menyela sang dokter yang akan menjelaskan keadaan Lia. "Menantu anda pingsan karena kelelahan dan faktor berbadan dua, Nyonya, untuk pemeriksaan lebih lanjut nanti akan ditindak lanjuti oleh dokter kandungan.""Kalau begitu saya permisi, Nyonya.""Baik, Dok. Terima kasih banyak."Nyonya Helena meraup wajahnya penuh syukur. Dia sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan cucu dari Ray dan Lia secepat ini. Pernikahan Ray dan Lia yang baru satu bulan setengah itu ternyata dapat mewujudkan impian Nyonya Helena. Ya, beberapa bulan lagi Nyonya Helena dapat menimang seorang cucu yang selama ini dinantikannya. Lima tahun sudah Nyonya Helena menanti datangnya seorang cucu dari pernikahan Arsa dan Bella, tapi belum tampak

  • Merayakan Penderitaan   Rindu Yang Belum Tuntas

    Ray mengucek kedua kelopak matanya. Ray takut apa yang dilihatnya hanyalah halusinasi semata karena dia tengah merindukan wanitanya. "Kamu benar Lia?" tanya Ray memastikan. "Iya," balas Lia ogah-ogahan. Ray mencubit tangannya sendiri. Rasanya sedikit sakit. Seperti digigit raja semut. Berarti Ray dalam keadaan sadar dan berada di dunia nyata. Ray bertemu dengan Lia bukan di dalam mimpi. Ah, betapa bahagianya hati Ray. Bunga yang tengah layu bagaikan tersiram air kembali. Merekah dengan indahnya. "Kemarilah, Sayang! Aku merindukanmu," ucapnya parau. Air mata kebahagiaan jatuh membasahi pipinya, tak dapat terbendung lagi. Betapa bahagianya Ray bisa bersua kembali dengan wanitanya. Semua terasa seperti mimpi. Ray masih tidak mempercayainya. "Mama keluar dulu ya." Nyonya Helena berlalu dan menutup pintu. Menyisakan dua insan di dalam ruangan pesakitan.Mengusap kasar sisa air mata, Ray merentangkan kedua tangannya. Rindunya tak terkira. Ray ingin merengkuh wanitanya, menumpahkan gulun

  • Merayakan Penderitaan   Bertemu Keluarga Sagara

    Lia sengaja berganti bus dua kali untuk mengecoh Anggara dan orang suruhan Ray. Tujuan awal kepergiannya ke Jawa Timur. Setelah menginap satu hari di sana, Lia kembali ke Jakarta. Pikirnya, Anggara dan orang suruhan Ray tidak mungkin bisa menebak keberadaannya sekarang. Luntang lantung di kota orang selama berminggu-minggu membuat Lia pusing tujuh keliling. Bukan karena jauh dari segala kemewahan yang diberikan Ray padanya, tapi lebih ke buta arah. Lia yang notabenenya anak rumahan merasa asing berada di kota orang. Apalagi Lia sama sekali tidak menggunakan ponselnya untuk membuka maps. Hanya mengandalkan bertanya orang yang dijumpainya saja, beruntunglah Lia bisa kembali ke Jakarta tanpa drama nyasar. Tujuan Lia ke Jakarta bukan untuk menyerahkan dirinya ataupun kembali pada Ray, melainkan untuk melancarkan aksi balas dendamnya pada Arsa. Selagi Lia berada di Jakarta, dia bisa mengawasi hubungan Arsa dan Bella, lalu membuat rumah tangga mereka berdua berantakan. Pagi ini Lia suda

  • Merayakan Penderitaan   Kecelakaan

    "Friska, batalkan meeting kita hari ini!" perintah Ray pada sekretarisnya melalui sambungan interkom. "Tapi, Pak, meeting kita hari ini sangat penting," sahut Friska keberatan."Saya tidak peduli!"Persetan soal pekerjaannya saat ini. Ray hanya mau bertemu Lia dan memastikan bahwa yang dikatakan Anggara tidak benar adanya. Ray menggelengkan kepala, berusaha menampik kenyataan yang akan menyakitinya. 'Lia tidak berselingkuh di belakangku. Lia tidak akan menduakanku. Hanya aku yang dieluh-eluhkan wanitaku.' Ray mengukuhkan itu dalam pikirannya. Menghela napas kasar, pandangannya tertuju pada bangunan kota di luar kaca jendela. Menerawang beberapa peristiwa dari masa silam tentang kebersamaannya dengan Lia. "Ah shittt!" umpat Ray. Ray kehilangan fokusnya. Hampir saja Ray menabrak truk dari arah berlawanan. Demi menghindari tabrakan Ray membanting setir ke kiri. Ciitttt! Roda-roda saling bergesekan dengan jalan raya, menimbulkan bunyi decitan yang kencang. Debu jalanan pun ikut ter

  • Merayakan Penderitaan   Menemukan Tempat Tinggal Lia

    Anggara dan beberapa orang suruhan Ray sedang berada di desa terpencil yang Lia singgahi. "Pak Anggara, kami mendapatkan informasi dari salah satu warga bahwa Nyonya Lia memang berada di desa ini, tepatnya di sebuah kontrakan kecil belakang sekolahan," lapor salah satu orang suruhan yang sering dijuluki si mancung karena hidungnya mancung. Anggara menghentikan kunyahannya. Meletakkan sendok dan bangkit dari duduknya. "Tunggu apalagi, kita cari sekarang juga!""Tunggu, Pak! Lebih baik kita selidiki lagi," cegahnya. "Selidiki apalagi hah? Kamu nggak tahu Pak Ray marah-marah gara-gara istrinya belum ketemu?" sentak Anggara. "Kami dapat informasi dari salah satu warga kalau Nyonya Lia berpacaran dengan anak lurah desa ini. Lebih baik kita selidiki dulu."Anggara menepis tangannya ke udara. "Hah? Mana mungkin?" jawabnya tak percaya. Mana mungkin sosok bos besar seperti Arrayyan Sagara tergantikan begitu saja dengan anak lurah. Apa nyonya-nya sebercanda itu? Mereka berjalan menuju seko

  • Merayakan Penderitaan   Mimpi Dan Perihal Dendam

    Memikirkan banyak hal membuat wanita berparas cantik itu sulit terlelap. Netra hazelnya memandang plafon kamar. Mengikuti arah pandang cicak-cicak yang berlarian bebas di atas sana. Satu persatu benang kusut diurainya. "Oke, Lia. Pertama, hancurkan rumah tangga Arsa terlebih dahulu. Ingat! Iblis itu yang membunuh Mamamu. Setelah rumah tangga Arsa hancur dan hidupnya menderita, barulah kamu buat Ray menderita juga.""Sekarang tidurlah! Balas dendam juga butuh tenaga."Lia memejamkan matanya, meski rasa kantuk belum menghampirinya. Menghitung domba mungkin akan membuatnya cepat terlelap, meskipun pikirannya belum kosong. Taman biasanya dipenuhi bunga bermekaran, bangku-bangku memanjang untuk tempat duduk, dan tempat bermain anak. Namun, berbeda dengan taman satu ini. Benar-benar tampak aneh. Tidak ada satu bunga pun tumbuh di sana. Hanya terdapat pohon beringin yang berjajar memenuhi area itu. Lia mengerutkan dahinya. Merasa semakin tidak paham dengan taman ini. Apalagi saat melihat

  • Merayakan Penderitaan   Nyangkut Di Desa Terpencil

    "Bang, kontrakannya udah pasti ada kan?" tanya Lia memastikan. Pasalnya Lia ingin sekalian membeli perabotan rumah. "Ada. Neng mau yang bagus apa yang biasa aja?" tanya Farid. "Pokoknya yang bersih, yang nyaman juga. Nggak usah terlalu luas gapapa. Kan cuma ditempatin sendiri.""Di tempat Bu Anik aja entar.""Hmm. Kalau beli peralatan dapur sekalian gapapa kan bang? Saya juga butuh magicom sama kipas angin. Abang bisa bawanya?""Bisa, Neng. Gampang."Setelah membeli berbagai makanan dan kebutuhan, Farid mengantarkan Lia menemui Bu Anik-pemilik kontrakan. "Permisi, Bu Anik," sapa Farid. "Ada apa, Bang Farid?" tanya Bu Anik sembari menyingkirkan berbagai alat-alat perkebunan. "Ini, Neng Ana lagi cari kontrakan.""Ayo masuk dulu, Neng Ana, Farid," ajak Bu Anik. "Makasih, Bu. Kami di sini saja," tolak Lia sopan. "Saya mau lihat langsung kontrakannya apa boleh?" tanya Lia. "Boleh, Neng. Bentar ya, Ibu ambilin kunci kontrakannya dulu."Bu Anik mengantarkan Lia melihat isi di dalam k

  • Merayakan Penderitaan   Kalang Kabut 2

    Netranya memandang nanar di sepanjang jalanan. Berulang kali mengumpat karena tidak menemukan keberadaan sang wanita. Pikirannya semakin kalut. Hatinya semakin resah. Ray memilih menepi barang sejenak. Menghubungi Anggara untuk mencari informasi di mana keberadaan wanitanya. "Bagaimana, Anggara? Apa sudah ada info?" tanya Ray ke inti pembahasan. "Keberadaan Nyonya saat ini belum bisa dilacak lebih jauh. Jejak terakhirnya berada di pertigaan hotel. Nyonya berjalan ke arah selatan. Detektif kita sudah menyelidiki jalanan yang kemungkinan dilewati Nyonya Lia, tapi sayang sekali, di sana tidak ada CCTV jalan. Sangat menyulitkan untuk kami melacak keberadaan Nyonya Lia.""Coba lacak melalui ponselnya!""Sudah, Pak. Ponselnya sudah tidak aktif semenjak dari hotel. Sim cardnya juga tidak terdeteksi.""Lacak dari atm, Anggara. Siapa tahu Lia menarik uang.""Sudah juga, Pak. Nyonya memang menarik uang dalam jumlah yang banyak di mesin atm dekat hotel. Apa struknya perlu saya kirim, Pak?""T

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status