Share

Episode 8

Aku membersihkan taman sesaat setelah mas Yandri berangkat kerja. Mataku tidak sengaja melihat ke arah rumah depan. Beberapa ibu-ibu sudah duduk didepan pagar tepat disisi jalan dengan menggunakan bangku panjang yang entah mereka bawa dari mana. 

Tidak lama terdengar suara tukang sayur. Rupanya ibu-ibu tersebut sedang menunggu datangnya tukang sayur. Karena penasaran, aku keluar pagar menghampiri gerombolan ibu-ibu yang sudah mengelilingi dagangan tukang sayur.  

Teringat beberapa bumbu dapur yang tidak ada, aku berusaha mencari dan mengambil apa yang kubutuhkan. 

"Pak, bumbu dapurnya boleh beli sedikit-sedikit?" tanyaku. 

Bapak penjual mengiyakan peetanyaanku dengan ramah. Beliau membantuku mengambilkan apa yang kubutuhkan.

"Rere masak apa hari ini?" Seorang ibu dengan dandanan yang wow bertanya padaku. Aku ingat, ibu ini yang berbicara sinis padaku saat pertama kali memperkenalkan diri kemarin.

"Masih belum tau bu, kayanya bikin ayam goreng aja deh yang gampang." Aku menjawab dengan tersenyum. 

Beberapa dari tetangga baruku mulai memanggilku neng Rere. Selain mereka tau jika aku berasal dari tanah Pasundan, mereka juga mendengar saat mas Yandri memanggilku untuk pamit kerja. Oh iya, ibu sinis itu pengecualian.

"Pak, bumbu racik ayam gorengnya satu ya," tambahku diikuti anggukan bapak penjual. 

"Ih pake bumbu racik mana enak! Rere ngga bisa masak ya? Belajar dong, Re. Jadi istri itu harus segala bisa. Masa bumbu ayam aja beli jadi!" 

Ya Allah Ya Tuhanku, masih dengan ibu yang sama. Aku tidak mengerti, dari awal kenapa manusia satu ini seperti tidak suka padaku. Entah dimana kesalahanku. 

"Iya bu, saya ngga bisa masak. Ngga apa-apa ngga bisa masak, yang penting masih bisa makan." Aku berucap santai tanpa beban. Aku tidak peduli pada perkataan orang lain selama yang diucapkan orang tersebut bukan kritik atau saran yang membangun. Jika perkataan itu bertujuan menjatuhkan atau meremehkan, mohon maaf, orang tuaku mengajarkanku untuk tidak ambil pusing.

"Kamu ya, lancang! Dikasi tau sama orang yang lebih tua kok jawabannya gitu?!"

Sumpah demi Tuhan, aku tidak tau bagian mana dari perkataanku yang membuatnya berpikir jika aku lancang. 

"Mohon maaf jika ucapan saya menyinggung ibu, terus saya harus jawab gimana? Tolong kasih tau. Jujur aja, saya lebih suka kalau ibu ngasi tau saya bumbu asli ayam goreng yang dibuat secara manual daripada sekedar nyuruh saya buat belajar." 

Beberapa ibu-ibu dan bapak penjual terlihat menahan senyum. 

"Udah bu Jejen, biarin aja Neng Rere mau gimana juga. Kan dia yang masak. Ngga nyusahin ibu 'kan?" Seorang ibu dengan pashmina biru tua membelaku. 

Ibu yang dimaksud hanya mencebikkan bibir dan melihatku sinis.

'Oke Bu Jejen, kutandai kau!' Ucapku dalam hati.

***

Menjelang pukul 5 Mas Yandri membuka pagar. Aku yang sedang rebahan disofa setelah mandi, keluar menghampirinya. Terlihat jika beberapa ibu-ibu sudah duduk dengan manis tepat diseberang rumahku. Beberapa dari mereka menatap ke arahku dan Mas Yandri.

"Bersih-bersih dulu mas, Neng mau nyiapin makan." Aku berkata seraya menyodorkan segelas air putih dingin. 

Kota ini luar biasa panas. Aku yang dari lahir tinggal di kota yang cenderung dingin dan berawan sepanjang waktu menjadi tidak tahan jika harus berada diluar rumah terlalu lama. 

Saat menghampiriku di meja makan, Mas Yandri sudah terlihat segar. 

"Nanti malam kita ke rumah RT ya neng. Laporan, sekalian ngasi tau kalau kita mau ngadain syukuran pengajian. Nanti kamu yang urus ya. Biayanya ambil aja dari atm yang ada di kamu." 

Aku mengangguk mengiyakan. 

***

Ketua RT di lingkungan ini sangat ramah. Beliau pensiunan dosen  dari salah satu universitas negeri di kota ini. Sedangkan istrinya juga tidak kalah ramah. Bu RT aktif diberbagai pengajian dan menawarkan jika aku ingin bergabung. Dengan senang hati aku menerimanya. Saatnya upgrade diri melalui jalur spiritual. 

Pengajian dilakukan seminggu setelah kunjungan kami ke rumah RT. Waktunya bertepatan saat weekend sehingga Mas Yandri ada dirumah. Suamiku sudah banyak membantuku dari pagi. Walaupun tidak banyak yang harus dikerjakan karena aku memilih untuk memesan nasi box beserta kue-kuenya. Untuk cemilan saat acara berlangsung, aku beli dari sebuah supermarket yang cukup dekat dari rumah. 

Aku berdiri di depan pintu menyambut para tetangga yang sudah berdatangan. Rata-rata semua menyambutku dengan ramah. Bu Jejen sudah jelas tidak termasuk. Ia hanya menyalamiku dengan wajah sinisnya. Dapat kulihat, matanya menyapu seisi rumah dan bicara berbisik-bisik dengan kedua temannya. 

'Geng Bu Jejen itu toh,' batinku seraya menatap Bu Jejen sekilas.

***

Aku masih duduk berbincang dengan para tetangga satu blok setelah pengajian usai. Aku memang mengundang semua tetangga di blok ini. Sisanya, aku menyerahkannya pada bu RT. Bu RT berkata sebagian sisanya berasal dari blok belakang rumahku dan juga dari anggota pengajian rutin di mesjid dekat sini. 

"Kuenya ngga enak ih." Telingaku menangkap suara bu Jejen berkata pada kedua temannya yang pada akhirnya aku tau bernama bu Romlah dan bu Mumun.

"Iya ih, pengajian kok kuenya dari pasar," jawab bu Mumun. Ketiganya kemudian terkikik geli yang herannya sambil memakan kue yang menurut mereka tidak enak. 

"Oh itu kue pasar ya bu? Baru tau saya. Padahal di dusnya ada tulisan Holland Bakery." Aku menyahuti perkataan mereka. 

Bu Jejen terlihat terkejut dan membalik tutup dus. Matanya membelalak saat membaca dengan benar tulisan yang tertera. 

"Besok-besok kalau pengajian lagi, saya pesen kuenya dari pasar Jco deh. Kalau ngga dari pasar Starbucks." 

Muka ketiganya sudah memerah. Dengan cepat mereka membereskan dus kue milik mereka, bangkit menuju pintu depan dan melewatiku tanpa pamit.

"Bu, katanya ngga enak. Ngga apa-apa kok kalo ngga mau dibawa." Aku menatap mereka yang sedang rusuh memakai sendal. Dalam hitungan detik, ketiganya sudah tidak terlihat.

Sumpah, aku tidak suka jika harus melawan orang yang lebih tua. Tapi jika aku diam saja, mereka pasti akan menganggapku sasaran empuk dan terus mengganggu. Aku akan meletakkan hormat pada orang yang memang pantas kuhormati. Dan untuk orang-orang yang berani mengusikku, aku juga tidak akan segan menunjukkan taring serta cakarku. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status