Share

Episode 7

last update Last Updated: 2022-11-03 21:21:04

"Seperti yang sudah kubilang. Pernikahan adalah proses pembelajaran seumur hidup. Akan selalu ada hal baru yang dipelajari setiap harinya." - Neng Rere

***

Aku melemparkan pandang ke sudut ruangan dimana terdapat koper dan dus-dus bertumpuk. Isinya sebagian besar adalah pakaianku dan Mas Yandri. Sebagian kecil lagi berupa alat-alat dapur yang merupakan kado pernikahanku dulu dan sama sekali belum pernah kugunakan. 

Kakiku menjejak bumi Lancang Kuning sesaat setelah lewat waktu Maghrib hari kemarin. Mas Yandri dan aku dijemput oleh seseorang yang memperkenalkan diri sebagai anak buah mas Yandri dikantor. Di kota ini kami diberikan fasilitas rumah dinas dan juga kendaraan. Setelah makan malam dan berkeliling melihat megahnya kota ini, kami diantar menuju rumah dinas. 

Rumah dinas ini disewakan full furnish yang artinya, sudah beserta barang-barangnya. Yes! Aku tidak perlu dipusingkan dengan sofa serta kawan-kawannya. 

Terletak di sebuah cluster yang aku pikir bergengsi membuatku jatuh cinta saat pertama melihat rumah ini. Rumah minimalis yang indah. 

***

Mas Yandri hari ini masih berada dirumah. Rencananya besok ia akan mulai masuk kerja sesuai tanggal yang tertera di Surat Keputusan. Orang yang kemarin menjemput kami di bandara mengatakan akan menjemput mas Yandri dan memperkenalkannya secara resmi pada karyawan lain. 

"Neng, ada barang yang harus kamu beli ngga?" Mas Yandri bertanya saat kami sedang membongkar bawaan kami. 

"Belum tau mas, kan masih belum keliatan karena belum diberesin. Nanti kalau ada yang perlu dibeli, neng bilang." 

Karena barang bawaan kami yang tidak banyak, menjelang Dhuhur kami sudah bisa bersantai. Aku juga sudah memiliki catatan beberapa barang yang dibutuhkan. 

Setelah sholat, kami memutuskan keluar untuk mencari makan dan berbelanja dengan menggunakan kendaraan dinas yang sudah terparkir di carport. 

***

Kondisi komplek perumahan ini cukup sepi di siang hari. Nampaknya karena sebagian besar penghuni sedang bekerja. Saat sedang menutup pagar, ada seorang ibu dengan anak kecil yang menyapaku ramah. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, aku memperkenalkan diri dan menanyakan lokasi warung terdekat. Bukan apa-apa, kedepannya aku akan sering mengunjungi warung. Setelah proses perkenalan yang singkat, aku dan mas Yandri beranjak pergi. Menjelang sore, setelah mendapatkan apa yang kami cari dan berkeliling kota sebentar, kami pun pulang. 

***

Aku melihat ada beberapa ibu-ibu sedang duduk berkumpul di rumah tetangga depan rumahku. Beberapa dari mereka terlihat sedang menyuapi anak-anak makan. Aku berkata pada mas Yandri akan menghampiri mereka sebentar untuk memperkenalkan diri. 

"Assalamualaikum. Perkenalkan, saya Rere, penghuni baru rumah itu," ucapku sambil menunjuk ke arah rumah.

Beberapa dari mereka tersenyum dan membalas sapaanku. Sedangkan beberapa yang lain hanya diam. Wow, aku bahkan bisa melihat ada beberapa yang menatapku sinis. 

Ibu-ibu yang menyambut perkenalanku bertanya darimana asalku, dan dimana suamiku bekerja. Kami mengobrolkan hal-hal yang ringan saat seorang ibu memotong pembicaraan kami. 

"Disini kalo memperkenalkan diri harus resmi, ngadain pengajian! Bukannya ngobrol di jalan!" 

Aku melongo mendengarnya. Beberapa ibu-ibu menatapku dengan pandangan meminta maaf. Aku hanya tersenyum. 

"Oh gitu ya? Sebenernya saya dan suami memang berniat mengadakan pengajian setelah keadaan rumah kondusif. Tapi karena melihat ibu-ibu sedang berkumpul disini, saya putuskan untuk menyapa terlebih dahulu. Daripada nanti dianggap sombong 'kan? Nanti saya lagi yang salah. Bisa-bisa jadi bahan omongan." Aku berkata santai.

Ibu yang berkata barusan hanya diam menatapku sinis. 

"Insya Allah kalau sudah selesai membereskan rumah, saya akan berkeliling untuk menyampaikan undangan pengajian. Saya pamit masuk dulu ya ibu-ibu. Assalamualaikum." 

Saat aku berjalan menjauh, samar-samar aku mendengar mereka mulai membicarakan diriku. 

***

"Neng sini," panggil mas Yandri saat aku sedang membereskan sisa makan malam kami. 

Aku duduk disebelahnya, "Kenapa mas?" 

Mas Yandri mengeluarkan selembar kertas dengan banyak angka didalamnya. Saat aku melihat, ternyata itu rincian gaji mas Yandri.

"Ini perincian gaji sebagai kepala cabang di sini neng. Kemarin jadi satu sama Surat Keputusan. Karena inilah, mas tertarik untuk pindah. Gaji pokok dan tunjangannya besar. Insya Allah gajian selanjutnya, nominalnya persis sama dengan yang tertera dikertas ini." 

Aku mengucap hamdalah tanda bersyukur. Di umur yang masih muda, mas Yandri dipercaya untuk mengurus kantor cabang dengan penghasilan besar.

"Sekarang ada yang mau mas omongin. Sebelumnya gaji mas segini," dia menunjukkan sebuah kertas yang lain. 

Aku tersenyum dalam hati. Kemajuan yang baik. Mas Yandri rupanya mulai terbuka. Baguslah, ada hal baru yang ia pelajari. Setidaknya aku sudah tidak penasaran lagi dan menerka-nerka gajinya selama ini. 

"Dan biasanya ini yang mas keluarkan setiap bulan." Sebuah kertas dengan coretan tangan mas Yandri kuterima. 

Catatan pengeluaran yang mas Yandri buat cukup lengkap. Mulai dari jatah belanja, jatah ibu, hingga nafkahku. Aku melihat setiap bulan mas Yandri bisa menyisihkan 300 ribu. 

"Sisa gaji mas, mas tabung neng. Semua ada disini." Ia menyodorkan sebuah ATM dan buku tabungan. 

"Sekarang mas mau nanya. Kamu mau pegang semua gaji mas dan mengatur semua pengeluaran, atau kamu mau tetap dijatah?" 

Aku berpikir sejenak dan mulai membandingkan ketiga kertas ditanganku. 

"Kalau untuk belanja dapur, neng mau dijatah aja mas, sama seperti waktu di rumah ibu. Tapi neng minta untuk langsung sebulan bukan mingguan lagi. Dan itu sudah termasuk gas dan galon. Sedangkan air dan listrik kan dibayarnya perbulan. Jadi nanti neng masukin ke kewajiban bulanan, disatuin sama belanja bulanan." 

Mas Yandri mengangguk mengerti. 

"Selain itu, karena gaji mas udah naik, neng mau ngasi saran nih. Gimana kalau jatah ibu, mas naikin? Ini neng lihat jatah ibu satu juta perbulan, sama kaya nafkah neng. Tambahin mas, jatah buat ibu, kan kita sekarang jauh, jadi kalo misal ibu ada butuh mendadak, ibu punya uang lebih." 

Mas Yandri tersenyum dan mengangguk. 

"Nah sekarang jatah buat orang tua kamu neng. Mas minta maaf, karena sebelumnya ngga bisa ngasi jatah buat orang tua neng. Neng lihat kan? Sisa gaji mas tiap bulan hanya 300 ribu dan kita juga perlu menabung. Kalau sekarang sih udah bisa, kan gaji mas naik." 

Aku menatap mas Yandri tidak percaya. Aku yang sempat berburuk sangka akan tabiat asli mas Yandri tertampar dengan kenyataan ini. Suamiku itu ternyata tidak seburuk yang aku kira. 

"Yakin mas? Ada jatahnya? Kan orang tua neng bukan kewajiban mas." Aku bertanya untuk menguji kesungguhan mas Yandri. 

"Yakinlah neng, mas maunya dari awal juga ngasi jatah. Tapi gaji kemarin kan mepet. Memang bukan kewajiban mas, tapi ngga ada salahnya ngasih kan? Hitung-hitung tanda bakti," jawabnya. 

Aku terharu. Sungguh, kali ini aku melihat sisi lain dari mas Yandri. Aku sungguh-sungguh sangat terharu. 

"Mas tau ngga? Selama ini neng ngasi kok ke orang tua neng." 

Mas Yandri menatapku tidak percaya. "Masa sih? Uang dari mana?" 

Aku tergelak, "Ya uang dari mas dong. Kan neng minta nafkah setiap bulannya. Dan dari awal neng tegaskan, peruntukannya terserah neng mau buat apa. Nah sebagian neng kirim ke orang tua neng. Kan nafkah itu hak neng. Terserah neng 'kan?" 

Gantian aku melihat wajah mas Yandri yang melongo menatapku. 

"Oke, kalau gitu nanti setelah gajian, mas tambahin nafkah untuk neng. Kita atur sama-sama anggaran rumah tangga kita." Mas Yandri menutup pembicaraan setelah melihatku mengangguk. 

***

"Proses belajar dalam pernikahan memakan waktu seumur hidup. Bukan hanya satu pihak. Tapi kedua pihak. Kedua pihak belajar menjadi tim yang solid dengan menerima dan mengerti segala perbedaan dan kekurangan masing-masing." 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mereka Bilang Aku Tak Becus Jadi Istri   Episode 24

    "Kalau menurut Neng mah ya biarin aja dia nikah. Dengan satu catatan, kuliahnya tahun depan harus beres. Eh Mas, ngomong-ngomong calonnya si Ana ini anak mana? Kuliah atau kerja?"Keingintahuanku berlipat ganda karena hal ini baru kali ini kusaksikan sendiri. Ana memang tipe anak yang suka membantah, tapi ia tetap patuh pada perkataan ibu. Jika sekarang Ana sudah tidak mendengarkan ibu, entah situasi apa yang sebenarnya terjadi disana. "Kata Ibu sih udah kerja, cuma ya itu, Ibu berat aja kalau sampai kuliah Ana ngga beres." Aku terdiam dan kemudian berkata,"Ya udah kalau kaya gitu nikahin aja. Tapi seperti kata Neng tadi. Kuliah harus beres. Entah nikahnya ditunda sampai Ana lulus. Atau nikah sekarang tapi ya tetap kuliah. Tapi Mas, maap nih ya Neng nanya. Tapi Ana ngga gimana-gimana 'kan? Maksudnya gimana ya, kan kalo nikah ngedadak itu orang mikirnya karena udah terjadi sesuatu gitu, Mas." Mas Yandri menghela nafas."Mas juga nanya itu tadi ke Ibu. Kata Ibu sih, Ana bilang ga k

  • Mereka Bilang Aku Tak Becus Jadi Istri   Episode 23

    "Neng, liat nih, mantan Mas ngirim pertemanan di sosmed." Aku yang sedang duduk di sebelah Mas Yandri dan menonton drama favoritku pun mengangkat wajah. "Mantan yang mana Mas? Mantan Mas 'kan banyak, Neng ga hapal satu-satu."Mas Yandri menyodorkan ponselnya padaku. "Ini si Mega," ucapnya Aku melihat foto sosok seorang wanita dengan latar belakang pemandangan alam di profilnya. "Oh itu," ucapku pendek. "Diterima atau ngga usah ya, Neng?" Aku menoleh menatap Mas Yandri. "Mas, kira-kira dong kalo nanya!" Aku menghembuskan nafas dan meliriknya tajam."Kalau Mas berniat mancing reaksi Neng dengan bertanya seperti itu, Sorry to Say ya mas, neng biasa aja. Mas pikir Neng akan terharu? Wah, aku terharu karena suamiku terbuka banget, sampe mantannya ngirim pertemanan juga aku dikasih tau. Gitu kan?"Mas Yandri nyengir. "Lain lagi kalau niat Mas ngasi tau ke Neng biar Neng sekedar tau dan ga mikir macem-macem. Kalau gitu ya Neng balikin ke Mas. Terserah Mas aja. Mau diterima boleh, ng

  • Mereka Bilang Aku Tak Becus Jadi Istri   Episode 22

    Semakin membesar kandunganku semakin berkurang juga penyiksaan mual muntah yang aku alami. Sekarang aku bisa makan apapun tanpa harus khawatir akan keluar lagi. Rumah baru kami sudah dalam proses akhir finishing. Sebenarnya sudah bisa ditempati jika kami mau. Namun, Mas Yandri menunda karena ia ingin semuanya sudah benar-benar siap saat kami pindah nanti. Hari ini Mas Yandri libur, dan kami sedang merencanakan di mana aku akan melahirkan. "Neng, mau pulang ke Mama atau ke Ibu? Biar pas nanti udah lahiran, ada yang bantu-bantu kamu." Aku terdiam sejenak dan meminum susu sampai habis. "Nggalah Mas, Neng disini aja sama Mas. Kalau masalah bantu-bantu setelah melahirkan, kan nanti biasanya dari rumah bersalin suka ada yang dateng ke rumah untuk ngasi tau cara ngerawat bayi baru lahir. Untuk kerjaan rumah juga bisa nyari orang buat bantuin Neng. Yang dateng pagi pulang sore gitu Mas." Mas Yandri terlihat keberatan dengan keinginanku. "Mas, Neng itu seorang istri. Ga ada dalam kamus

  • Mereka Bilang Aku Tak Becus Jadi Istri   Episode 21

    Aku sedang duduk dan memakan gorengan di warung Bu Indah saat Bu Jejen dan gengnya mendekat. Begitu melihatku, mereka bertiga sempat menghentikan langkah. Aku pikir mereka akan membalikkan badan, nyatanya mereka tetap mendekat. Ada sesuatu yang harus kuperiksa, dan aku bertekad untuk mendapatkan jawabannya hari ini juga. "Eh ada Bu Jejen, Bu Mumun dan Bu Romlah. Tumben baru keliatan nih." Aku tersenyum ke arah mereka.Bu Jejen mendelik dan mencebikkan bibirnya. "Halah, kamu itu yang jarang keluar rumah! Jelas aja baru ngeliat kita-kita!" "Eh Bu Jejen, mau tau ngga?" ucapku dengan nada yang membuat penasaran."Apaan?! Kamu mah senengnya main tebak-tebakan mulu! Tinggal cerita aja apa susahnya sih?!" "Saya dapet kiriman paket dari mama saya loh. Isinya makanan, banyak banget."Selama berbicara, aku mengamati tingkah Bu Mumun dan Bu Romlah. Mereka berdua hanya diam menyimak sembari memakan gorengan. "Makanan apaan? Kamu tuh kalo cerita-cerita tentang makanan, mending bawain sekalia

  • Mereka Bilang Aku Tak Becus Jadi Istri   Episode 20

    Aku hanya diam disepanjang jalan Mas Yandri membawaku entah kemana. Panasnya cuaca di kota ini semakin membuat emosiku naik. Saking emosinya, aku sudah merangkai kata-kata untuk memaki Mas Yandri dan juga perempuan bernama Diana itu.Mobil berbelok memasuki perumahan yang sama sekali asing untukku. Mataku disambut dengan jejeran rumah indah berkonsep minimalis. Tepat lima menit kemudian, kami berhenti di sebuah rumah yang pintu depannya terbuka. Seorang wanita keluar menyambut Mas Yandri dengan senyum sumringah. Aku menahan diri untuk tidak menjambak dan menonjoknya. "Selamat siang Pak Yandri. Mohon maaf saya tadi tidak ditempat, tapi semua berkas dan pembayaran administrasi dari bapak sudah saya terima." 'Apa ini? Berkas apa? Administrasi?' aku bertanya dalam hati. Suara Mas Yandri yang memanggil untuk mendekat membuyarkan aku yang sedang berpikir. "Ini Rere istri saya, Bu Diana." Mas Yandri memperkenalkan aku. Wanita di hadapanku mengulurkan tangan dan memperkenalkan dirinya d

  • Mereka Bilang Aku Tak Becus Jadi Istri   Episode 19

    "Neng, gajian bulan ini, jatah kamu dikurangi ya? Jadi satu juta aja, nanti kalau Mas ada rejeki lebih, Mas tambahin lagi." Mas Yandri berucap seraya memberikan slip gaji padaku. "Kenapa Mas, ada masalah?" "Ngga, cuma Mas mau ngasi agak banyak buat Ibu. Buat sekolah Ana sama Lita," jawab Mas Yandri.Aku mulai merasakan perasaan was-was. Mungkin jika saja beberapa hari yang lalu aku tidak mendengar Mas Yandri menelpon seseorang secara bisik-bisik di teras, perasaanku tidak akan seperti ini. Selain itu juga, aku baru menyadari jika ATM pemberian Mas Yandri tidak ada lagi di dompetku.Untuk ke warung atau ke tukang sayur, aku menggunakan dompet kecil. Uangnya aku ambil tiap hari dari dompet besar yang selalu tersimpan rapi di tasku. Kemarin pagi, saat aku bermaksud mengambil uang untk belanja, aku tidak menemukan tanda-tanda keberadaan ATM tersebut. Aku bermaksud untuk bertanya langsung, tapi melihat gelagat yang aneh dari Mas Yandri membuatku mengurungkan niat. Seperti biasa, aku ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status