"Ya enggak lah, Nay!" bantah suamiku."Tapi tetap saja gak mungkin tiba-tiba ngaku hamil tapi gak pernah kenal sama kamu Bang!""Aku ketemu sama dia saat kami nonton pagelaran seni acara karang taruna di komplek, dia lagi berkunjung ke rumah tantenya yang kebetulan dua rumah sebelah kanan dari rumahku, gak tahu kenapa sejak ketemu di acara itu ... dia jadi bolak-balik terus ke rumahku, padahal ... Ibu juga gak suka sama dia." Ungkap suamiku."Kenapa ibu tidak suka?""Dia terlalu vulgar dan berani. Ibu juga tahu kalau dia sering gonta-ganti pacar." Katanya."Begitu ya, bener nih?" tanyaku menggodanya."Oya! Pernah suatu saat dia jebak aku, dia paksa aku ke rumahnya, dan aku diberi air mineral dalam botol, setelah itu aku lupa seolah ling-lung, aku hanya ngerasa ingin terus disana dan tidak mau pulang." Ceritanya bersandar di kursi."Ya Tuhan, kok bisa?!" tanyaku terkejut."Iya, beruntung ada bibiku yang tak sengaja lihat aku dari pintu rumahnya yang terbuka, lalu memanggilku. Bibi meli
"Enggak, Bang! Tapi dia malah bawain makanannya buat aku. Bukan karena aku ke-PD-an ngerasa dia suka sama aku, ya aku risih aja, kan aku sudah bersuami." Ungkapku menatap wajah Bang Bagas yang cemberut karena cemburu."Kalau cowok udah perhatian kayak gitu gak mungkin polos, pasti dia suka sama kamu, gimana sih!" ketus Bang Bagas."Aku tunjukin aja cincin kawin di jari manisku, Bang! Pura-pura kibas-kibas tangan depan mukanya. Dia malah nantangin ngajak aku nikah." Tuturku melanjutkan ceritanya."Kok gitu ya, kalau gitu caranya, kamu gak bisa kerja lagi, harus udahan!" Bagaskara makin meradang."Lucunya, Bang! Ketika dia ke kantor lagi kemarin, dia lihat aku berdiri perutku auto kelihatan dong. Dia tanya 'Kamu lagi hamil?' Aku jawab iya, dia langsung kena mental dan gak berani deketin aku lagi!" kekehku tertawa lebar mengingat cerita itu.Wajah kecut suamiku berubah riang, sampai dia ikut tertawa karena ceritaku."Untung hamil, kalau enggak istriku bakal dia bawa kabur!" kekeh Bang B
Aku mengangguk dengan nafas terengah. Aku terus berusaha sekuat tenaga untuk daoat melahirkan secara normal.Tak lama setelah itu, pukul 06.10 pagi, seorang bayi perempuan terlahir ke dunia ini. Aku sangat bahagia dan bangga, akhirnya aku punya buah hati yang selama ini kami tunggu kehadirannya."Alhamdulillah ... bayinya perempuan, cantik seperti mamanya." Ucap kepala Bidan yang membantuku melahirkan."Terima kasih Bu Bidan." Sahut Bang Bagas."Sama-sama Bapak, kasih istrinya teh manis Pak! Istri Bapak baru saja berjihad." Titah bidan itu sambil tersenyum.Asisten bidan membawa bayiku ke ruangan khusus, untuk dibersihkan, diberi pakaian dan ditimbang berat badanya serta diukur tinggi badannya."Bu, bayinya segera disusui ya, tingginya 51cm dam beratnya 3,0 kg lumayan besar ya, hebat ibu." Ujar asisten bidan memberikan bayiku dari pangkuannya. Peluh pun membasahi sekujur tubuhku, rupanya begini rasanya melahirkan normal. Betapa beratnya perjuangan seorang Ibu, maka tak heran jika sur
"Abang mana tahu, kenal pun tidak!" bantah suamiku."Coba Abang lanjutin lagi ceritanya!" pintaku menatap fokus wajah bingung suamiku.Kemudian Bang Bagas melanjutkan ceritanya."Nak! Tunggu dulu!""Iya! ada apa, Nek?""Wajahmu nampak kusut!""Oh begitu kah, Nek?" "Iya, pasti ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan.""Ah, tidak kok, Nek!""Ibumu sedang menunggu adikmu melahirkan ya? Adikmu harus operasi sesar.""Dari mana Nenek tahu?""Kamu tidak perlu bertanya dari mana saya tahu, katakan saja padanya untuk meminta maaf dan bertobat atas dosa-dosanya, terutama padamu dan istrimu, jika ingin persalinannya lancar.""Nenek tahu apa tentang keluarga saya? Kita tidak saling mengenal." "Sudah saya katakan, kamu tidak perlu mencari tahu tentang saya, saya hanya ingin memberitahu jika adikmu tidak melakukan yang saya sarankan, dia terpaksa harus merasakan sakit yang cukup lama, adikmu telah banyak melukai perasaan orang lain!""Loh, Nenek tahu benar apa yang terjadi dengan saya dan adik say
"Iya, kenapa ibu tadi marah-marah? Ujung-ujungnya, minta juga kan bantuan sama Bagas, tadi sudah Bagas bilang, mau titip uang untuk tambahan, tolong ibu jangan komplen, kalau masih kurang, coba Ibu minta lagi bantuan sama Kak Hana!""Ah! Gak mau, dia suka marah-marah!""Berapa biaya operasi Lya? Bagas juga kan harus bayar biaya persalinan Kanaya!" "15 juta! Istrimu kan banyak uang, mintalah sama istrimu, yakin kalau dia pasti kasih!""Kenapa sih, Bu! Perasaan Kok Ibu suka ngegampangin sama Bagas dan Kanaya? Ibu mau bicara sama Bagas kalau lagi perlu aja!""Bukan begitu, Gas! Ibu,-""Sudah dulu ya, Bu! Kanaya membutuhkan sesuatu!" Tut ... tut ... tut,kali ini Bang Bagas yang menutup panggilan dari ibu lebih dulu. Aku bertanya padanya, "Kenapa kamu sedih, Bang?""Biasa lah, pusing aku, kayaknya mati enak, gak ada beban." Keluhnya berbicara ngawur."Hush! Kalau ngomong jangan suka ngawur, Bang!"Saat itu, bayi kami Ishana tertidur lelap lalu dibawa oleh perawat untuk ditidurkan di tem
Suamiku melanjutkan langkahnya tanpa memedulikan panggilanku. Aku heran dan tak mengerti apa yang terjadi padanya?"Bang Bagas kenapa sih? Kok tiba-tiba pergi aja? Apa dia marah sama aku?" tanya batinku penasaran.Tak lama kemudian Bang Bagas mengirim pesan melalui aplikasi berwarna hijau itu."Abang pergi, jangan nungguin, lain kali jagalah perasaan Abang. Jaga bayi kita baik-baik!"Mengapa dia memberiku kesan semacam itu? Apa yang salah dengan perkataanku?Ada banyak pertanyaan di benakku akibat pesan itu, aku semakin yakin kalau Bang Bagas pergi karena aku."Tuhan, apa kesalahanku?""Perkataan yang mana yang membuatnya tersinggung?""Atau sikapku yang mana yang membuatnya tak tahan ingin pergi?"Berbagai pertanyaan muncul dalam hatiku, perdebatan dalam benakku terus muncul. Aku telah melakukan kesalahan, akan tetapi aku tak tahu apa itu."Bang! Aku minta maaf, sudah buat Abang marah, bilang dong sama aku, apa salahku?" Bahkan pesanku ini, tidak dibalasnya.Aku mencoba menghubunginy
"Kamu sih, mintain bantuan buat Lya di depan Kak Lana, parahnya lagi Kak Lana malah minta bantuan suaminya di depan Abang. Jelas Abang tersinggung, merasa gak berguna, meskipun Abang yakin, maksud kalian baik dan tulus." Ungkapnya merenung menatap langit-langit kamar kami."Ya Allah, aku gak peka sama kamu, Bang! Maafin aku ya, aku bakal berusaha memperbaiki diri." Jawabku."Ya sudah semuanya sudah selesai kok, aku juga salah main pergi aja, padahal kamu baru aja pulang dari Rumah Sakit." Pengakuannya membuatku kagum."Iya, sampai segitunya kamu, Bang! Ngebelain harga diri, tuh!" kekehku menggodanya."Iya, maaf! Melahirkan itu capek ya pastinya." Celetuknya bangun dari berbaringnya lalu duduk."Ya iya lah, segala macem kerasa." Sahutku tersenyum merajuk."Gimana kalau popok dan pakaian kita bertiga biar Abang yang cuci, kamu istirahat saja, takut kenapa-napa dengan rahim kamu. Abang juga mau masakin kamu sesuatu, tunggu disini ya!" Katanya berdiri dari duduknya di atas ranjang lalu be
"Kemana aja kamu! Udah lama banget aku nunggu kamu telepon, baru sekarang nyahut! Bapak jatuh dari kamar mandi, bawa Bapak sama Ibu ke rumahku! Biar ada yang rawat mereka, kalian mana inget sama orang tua!""Aku kan gak mungkin bawa Ibu sama Bapak, orang aku aja numpang sama mertua, Kakak kalau ngomong suka gak dipikirkan akibatnya!""Ya sudah cepetan! Gak usah basa-basi, kamu malah enak-enakan disana, manjain istri kamu, pake masak segala, bisa-bisa dia jadi pemalas kalau kamu manjain kayak gitu!""Ya Allah Kak, Naya kan baru aja melahirkan wajar dong kalau aku bantu dia, mau aku manjain juga itu hak aku, aku suaminya! Sudahlah Kak, aku gak mau debat sama Kakak!"Klik,Bang Bagas segera menekan tombol merah di ponselnya lalu menyimpan ponselnya di atas nakas."Kenapa lagi, Bang! Tiap terima telepon dari kekuarga kamu pasti aja wajah kamu cemberut kayak gitu, gak pernah pamitan salam juga." Kataku santai."Biasa lah, masalah terus!" ketus suamiku.Suamiku tiba-tiba saja merapikan diri