Share

Mertua Penghancur Pernikahan
Mertua Penghancur Pernikahan
Author: Arka Garneta

Perkara Paket

"Lihat! Istrimu itu bisanya menghamburkan uang saja," cetus wanita berkacamata itu berkacak pinggang. 

Raut wajah Safira seketika berubah sedih, senyuman yang menghiasi wajahnya pun memudar. Ia menelan air liurnya dan langsung menunduk seraya meremas bungkusan skincare yang sedang dipegangnya.

"Safira cuma beli mesin cuci, Bu, karena mesin cuci yang lama sudah rusak," kata Sadam seraya membuka kardus paket besar yang disandarkan ke tembok.

"Cuma, kamu bilang? Mesin cuci lama masih bisa digunakan, 'kan? Dan ini skincare terus yang dibeli," ketus Mirah seraya merebutnya dari tangan sang menantu. 

"Me-mesin cuci lama sudah tidak berfungsi, Bu. Cuma pengeringnya yang masih bisa digunakan," jawab Safira.

"Ya, itu, pengeringnya masih bagus. Nyucinya bisa pakai tangan, 'kan?" Mirah memberikan skincare-nya kepada Safira seraya mendorong menantunya itu.

Jantung Safira berdegup kencang, bulir bening yang sedari tadi dibendungnya kini mengalir perlahan menuruni pipi. 

"Sudahlah, Bu. Lagian ini semua pakai uang Safira, tak sedikit pun kami meminta sama Ibu," bela Sadam. 

"Bela saja terus istrimu itu! Lebih baik uangnya disimpan bukan dibuang-buang percuma seperti ini," geram Mirah. 

"Sudah, Bu, sudah," kata Sadam, tak ingin ada pertengkaran antara ibunya dan sang istri. 

"Istri tak tahu diri, bisanya menghabiskan uang saja! Beli skincare juga buat sendiri saja, tak ingat orang lain," gerutu Mirah seraya berlalu meninggalkan anak dan menantunya dengan kesal.

Sadam merangkul bahu istrinya yang menangis dalam diam sambil terus menunduk. Ia menuntun sang istri menuju kamarnya. Pria bertubuh tinggi itu mengerti apa yang dirasakan sang istri. Ia mencoba menenangkannya.

"Maafkan Ibu, ya," ucap Sadam mendudukkan Safira di tepi tempat tidur. 

Safira masih bergeming dan hanya terisak. Punggung tangannya mengusap pipi, menghapus air mata yang membasahinya.  

Tubuhnya sangat letih dan lelah karena baru saja pulang kerja. Tiba di rumah malah kena marah oleh ibu mertuanya hanya gara-gara membeli mesin cuci baru, padahal memakai uangnya sendiri.

"Maafkan Ibu, ya, Sayang." Sadam memohon.

Kini tangan Sadam yang menyeka air mata Safira. Ia memandang wajah sang istri yang terlihat sangat sedih. 

"Aku tak mengerti mengapa Ibu selalu bersikap seperti itu padaku? Selalu memperlakukan aku dengan buruk. Padahal selama ini aku selalu menghormati dan menghargainya, tak pernah sekali pun perhitungan dengannya. Semua yang aku beli untuk keperluan di rumah ini bukan untuk aku sendiri dan memakai uang kita bahkan uangku sendiri," tutur Safira, menatap lekat wajah sang suami.

"Iya, aku tahu. Tolong maafkan Ibu, ya." Sadam mencium kedua tangan Safira. 

Hati Safira sangat sakit, terlalu sering diperlakukan tidak baik oleh ibu mertuanya. Semua yang dilakukan selalu salah di mata Mirah. Padahal Safira selalu mencoba dan berusaha membuat sang mertua senang. 

Ia menatap wajah Sadam yang memelas memohon maaf atas perkataan ibunya yang menyayat hati. Safira menghela napas panjang, menenangkan hatinya yang baru saja terluka. Kemudian, ia mengangguk dan tersenyum samar. Demi sang suami, ia memaafkan Mirah. Kalau saja bukan ibu dari suaminya, tentu Safira sudah melawan.

"Terima kasih, Sayang." Sadam mengecup kening Safira. 

Pria bercambang itu mengakui bahwa istrinya memang sangat baik. Selama dua tahun pernikahan, Safira bisa bertahan dengan sikap sang ibu.

Pernah beberapa kali Safira meminta keluar dari rumah itu dan ingin mengontrak, tetapi Mirah selalu melarang mereka pergi. Sadam pun mengalah dan memberi pengertian kepada istrinya. 

"Iya, Mas. Ya sudah aku mau beresin belanjaan dulu," ucap Safira.

Hatinya masih terasa sangat sakit, tetapi ia mencoba untuk tenang. Safira merasa lebih baik menyibukkan diri dengan membereskan belanjaan yang dibelinya tadi setelah pulang dari kantor.

"Sudah biar aku yang bereskan, kamu istirahat saja, ya." Sadam melarang Safira yang hendak keluar dari kamar. 

Ia meminta istrinya itu untuk beristirahat saja di kamar. Pria berkulit sawo matang itu melihat raut wajah sang istri yang sangat lelah. 

Akhirnya, Safira membiarkan Sadam yang membereskan belanjaannya. Ia memilih untuk membersihkan diri daripada hanya berbaring di tempat tidur. 

Keesokan harinya Safira sudah bangun dari sebelum Subuh. Ia sudah sibuk memasak untuk sarapan semua orang di rumah, termasuk mertua dan adik iparnya. Setelah sarapan sudah siap Safira beres-beres dan bersiap ke kantor.

Sekitar pukul tujuh semua orang di rumah Mirah sudah siap di meja makan untuk menikmati makanan yang dimasak Safira. Pagi ini perempuan beralis tipis itu memasak ayam kecap dan capcay. 

Seperti biasa Safira membuatkan secangkir teh panas untuk mertuanya. Dengan hati-hati ia menyajikan di depan Mirah. Kemudian ia duduk di sebelah Sadam untuk sarapan bersama. 

Namun, saat Mirah mendekatkan cangkir teh itu ke bibirnya yang merona tiba-tiba ia melempar cangkir tersebut hingga terjatuh pecah berhamburan.

Safira tersentak dengan dadanya yang naik turun. Mata Safira terbelalak melihat pecahan cangkir yang berserakan di lantai.

"Menantu kurang ajar! Kau sengaja mau buat bibir dan lidahku melepuh, ya?" teriak Mirah, mengibas-ngibaskan tangan di depan mulutnya lalu meraih tisu dan mengelap teh yang tumpah ke bajunya.

"Ma-maaf, Bu. Aku baru buat tehnya, tadi buru-buru mandi dulu," gugup Safira.

"Alasan saja! Kau sengaja ingin buat bibir dan lidahku melepuh. Kau memang sengaja, 'kan?" teriak Mirah seraya membetulkan kacamatanya.

"Berisik, Bu, masih pagi teriak-teriak," tegur Zafar, adik Sadam yang duduk di sebelah Mirah.

"Ma-maaf, Bu. Safira tidak bermaksud melukai Ibu." 

"Bohong! Bereskan semua ini sampai bersih!" perintah Mirah seraya berdiri dan menunjuk pecahan cangkir di lantai.

Safira langsung berdiri lalu berjongkok di depan pecahan cangkirnya dengan lutut dan tangannya yang gemetar. Matanya sudah berkaca-kaca sejak tadi dan ia mencoba membendung air matanya. 

"Cukup, Bu! Jangan terus memperlakukan Safira dengan kasar seperti ini!" teriak Sadam bangkit dari duduknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status