Share

Pinjam Uang

Author: YuRa
last update Last Updated: 2023-10-15 22:51:47

"Kata siapa kalau Makwo membenci Ibu dan Nay?" tanya Bang Jo.

"Soalnya Makwo sering marah-marah sama Ibu dan Nay. Padahal Nay sudah jadi anak baik. Kalau Sheila selalu disayang Makwo, walaupun Sheila nakal sama Nay." Nayla menjelaskan dengan serius.

"Nggak boleh bilang seperti itu, Makwo juga sayang kok sama Nay." Bang Jo berusaha memberi pengertian pada Nay. Walaupun sebenarnya ia tahu kalau yang dikatakan Nayla itu benar. Emak memang membedakan perlakuan pada Sheila dan Nayla, pilih kasih. Aku juga sering jengkel dengan perlakuan Emak. Giliran butuh uang, aku dan Bang Jo yang dicari.

Nayla hanya diam, sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu atau mungkin mencoba menalar apa yang diucapkan ayahnya. Kemudian Nayla melihat ke arahku.

"Bu, besok beli kado untuk ulang tahunnya Irsa ya?" pinta Nayla.

"Nay mau pergi sama siapa?" tanyaku pada Nayla.

"Sama Mbak Intan. Jangan lupa Mbak Intan dibelikan kado juga. Jadi nanti Nay dan Mbak Intan bawa kado sendiri-sendiri!" Nayla bersemangat sekali.

"Iya! Besok Ibu beli ya?" kataku pada Nayla.

"Asyik." Nayla bertepuk tangan karena senang. Aku hanya tersenyum melihat kelakuan Nayla.

"Bang, kenapa sih disini kok kebiasaan merayakan ulang tahun anak besar-besaran. Pakai musik segala! Kasihan bagi anak yang orang tuanya nggak mampu, mereka pasti ingin ulang tahunnya dirayakan juga," tanyaku pada Bang Jo.

"Entahlah! Hanya menghamburkan uang demi gengsi. Kayak Emak yang merayakan ulang tahun Sheila. Abang dan Bapak sebenarnya tidak setuju! Tapi Emak bersikeras, katanya pakai uangnya dia kok! Eh nggak taunya urusannya panjang! Mella juga, pintar sekali merayu Emak. Jadi Emak terkena rayuannya Mella." Nada bicara Bang Jo terdengar sangat kesal.

Klunting...klunting, ponsel Bang Jo berbunyi pertanda ada pesan yang masuk. Bang Jo meraih ponselnya dan membuka ponselnya, terlihat wajah Bang Jo sangat serius dengan mengernyitkan keningnya.

"Pesan dari siapa Bang?" tanyaku penasaran.

"Deni!" jawab Bang Jo dengan singkat.

"Ooo, kenapa?" tanyaku lagi, jiwa kepoku meronta-ronta.

"Mau pinjam uang tiga juta untuk Emak. Katanya Emak mau bayar hutang! Pasti untuk membayar utang pada Bik Lena. Ujung-ujungnya kita juga yang membayar hutangnya, huh!" Bang Jo menjelaskan, tapi sepertinya ia masih kesal dengan ceritaku tadi.

Aku hanya diam saja, tidak berkomentar apapun. Biar bang Jo yang mengambil keputusan sendiri. Tak lama kemudian, ponselnya berdering pertanda ada panggilan masuk.

"Aku nggak ada uang!" kata Bang Jo ketika menerima panggilan telepon.

"........."

"Tahu nggak kamu Den, uangnya untuk bayar hutang sama siapa? Untuk bayar hutang sama Bik Lena. Dan kamu tahu nggak, Emak berhutang untuk apa? Untuk merayakan ulang tahun Sheila. Hutangnya ada enam juta. Tadi sudah dibantu Nova satu juta, Bapak ngasih dua juta."

"......."

"Kalau aku kasih pinjam, untuk belanja warung besok pakai uang apa? Mella juga punya hutang sama Nova dua juta, janjinya besok mau dibayar!" jawab Bang Jo dengan suara yang keras.

"......."

"Bukannya pelit, tapi memang uang kami dipakai untuk belanja besok! Kalau warung kami nggak buka, kami nggak punya uang untuk ngasih Emak dan Bapak. Memangnya kamu selalu memberi uang untuk Bapak dan Emak? Enggak kan? Yang ada kamu malah minta uang sama Emak!" Bang Jo menjawab dengan kesal.

"......."

"Sudahlah Den, aku nggak mau berdebat denganmu! Dan maaf, aku nggak bisa membantumu!"

Bang Jo langsung menutup panggilan dari Deni, kemudian menghela nafas panjang.

"Mereka pikir kita ini punya gudang uang, seenaknya ngomong pinjam! Tapi nggak pernah dikembalikan!" gerutu Bang Jo.

Aku memegang tangannya.

"Sabar Bang!" kataku meredam kemarahannya.

Bang Jo menoleh ke arahku dan tersenyum.

"Kata Emak, uangnya Deni banyak. Masa yang tiga juta saja nggak punya?" sindirku.

"Itu kan kata Emak, kenyataannya kita nggak tahu. Sepertinya hidup Deni itu hanya gali lubang tutup lubang. Sudahlah nggak usah memikirkan hidupnya Deni."

***

Adzan Subuh berkumandang, aku segera menghentikan kegiatanku meracik bumbu-bumbu. Aku terbiasa bangun jam empat pagi, kemudian menyiapkan bumbu-bumbu. Aku bermunajat kepada sang pemilik hidup, memohon ampun atas segala kesalahan, dan meminta diberi kesehatan agar bisa melaksanakan aktivitas seperti biasanya.

"Dek, ini belanjaan sudah diantar sama Iwan." Suara Bang Jo mengagetkanku yang sedang melipat mukena.

"O ya Bang, sebentar," jawabku sambil mengambil uang dan menyerahkan pada Iwan sebagai ongkos mengantar belanjaan.

Setiap pagi Iwan selalu mengantar barang belanjaan, jadi aku tidak perlu repot-repot ke pasar pagi. Aku sudah punya langganan belanja, tinggal kirim pesan saja malamnya. Nanti siang mereka mampir ke warung sekalian mengambil uang belanja. Sesekali aku pergi ke pasar juga, jika ingin membeli sesuatu.

Bang Jo membantuku menyiapkan masakan, ada beberapa masakan yang ia masak. Masakan Bang Jo memang enak. Untuk masakan tertentu, aku yang memasaknya.

Jam tujuh pagi, Bik Sarni sudah datang untuk menanak nasi dan membantuku memasak. Bik Sarni orangnya sangat cekatan dalam bekerja. Ia janda dengan dua orang anak. Suaminya meninggal karena sakit.

Sebelum berangkat sekolah, Intan selalu datang ke rumah untuk meminta uang saku.

"Assalamualaikum, Bu." Kudengar suara Intan mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam Intan! Ayo masuk dulu." Aku menjawab salam Intan.

"Nay belum bangun, Bu?" tanya Intan.

"Belum, tuh masih tidur," sahutku sambil menunjuk ke arah Nayla yang sedang tidur.

"Eh Intan, sudah sarapan?" tanya Bang Jo.

"Belum, Yah!" jawabnya dengan polos.

"Ini bekal untuk Intan dan ini uang jajan dan uang untuk ditabung. Ini sarapan untuk Makwo ya? Tolong diantar dulu ke rumah!" perintahku pada Intan.

"Iya Bu, terima kasih! Ayah, Ibu, Intan berangkat sekolah ya?" kata Intan sambil mencium tangan ayahnya dan tanganku.

"Iya, Nak! Hati-hati ya?" jawabku dengan tersenyum.

Aku sangat bangga dengan perilaku Intan yang sopan dan penurut.

"Semoga kamu besar nanti jadi orang sukses, Nak," kataku dalam hati.

Tak lama kemudian Dewi datang dengan wajah datar tanpa ekspresi.

"Yah, minta uang saku," kata Dewi.

"Sudah sarapan, Dewi?" tanyaku.

"Sudah," jawabnya dengan pendek.

"Ini uang jajannya ya?" kataku sambil memberikan uang saku pada Dewi. Dewi hanya mengangguk dan langsung pergi tanpa mengucapkan salam, apalagi ucapan terimakasih. Aku sudah maklum dengan kelakuan Dewi dan aku tidak mau menasehatinya. Karena ia akan marah kalau aku nasehati, kemudian mengadu pada Emak. Akhirnya Emak akan merepet panjang padaku. Ah, beda sekali sifatmu dengan Intan.

Aku hanya bisa menghela nafas, berusaha untuk tetap bersikap baik pada Dewi. Sebenarnya sering sakit hati dengan kelakuan dan perkataan Dewi. Karena menurutnya, aku yang menjadi penyebab perceraian kedua orang tuanya. Padahal aku datang dalam kehidupan Bang Jo, ketika ia sudah menjadi duda.

"Yang sabar ya?" Suara Bang Jo mengagetkanku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Ending

    “Abang takut kehilanganmu. Abang banyak merenung dan berpikir selama Adek masih di klinik. Masalah anak kita, apa yang yang Abang ucapkan itu hanya emosi sesaat. Karena Abang masih kalut dengan usaha Abang yang merugi, ditambah kedatangan perempuan itu. Abang benar-benar minta maaf. Abang akan melakukan apa saja asal kamu tidak pergi. Abang berjanji tidak akan melakukan kesalahan seperti ini lagi.”Aku hanya diam, tidak tahu harus melakukan apa. Apakah aku senang dengan apa yang dilakukan Bang Jo sekarang? “Dek, Abang minta maaf kalau tidak bisa menjadi suami yang seperti kamu inginkan. Tapi Abang berjanji, Abang akan selalu melindungi dan menjagamu. Abang akan menjadi suami siaga untukmu dan bayi kita. Nak, maafkan Ayah,” kata Bang Jo sambil mengelus perutku. Kemudian ia berusaha berdiri dan menunduk untuk mencium perutku.“Maafkan Ayah, Nak. Ayah akan menjagamu sampai kamu lahir dan sampai kamu besar nanti. Ayah akan bercerita tentang ibumu, betapa hebatnya ibumu selama mendamping

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Jangan Pergi

    Aku sedang mengemasi pakaianku di kamar. Aku baru saja pulang dari klinik dan langsung pulang ke rumah untuk mengemas pakaianku dan Nayla. Diruang tamu ada Bapak dan Bang Jo, entah apa yang mereka bicarakan.“Jadi Ibu benar-benar mau pergi?” tanya Dewi dengan meneteskan air mata. Aku tidak tahu kapan Dewi masuk ke kamarku. Aku menghentikan sejenak kegiatanku dan kemudian duduk di sebelah Dewi.“Maafkan Ibu, Dewi. Semua ini tergantung ayahmu. Kalau memang ayahmu masih menghendaki Ibu ada disini, Ibu akan tetap disini. Tapi percayalah, Ibu akan tetap menyayangimu, apapun yang terjadi.” aku berkata dengan mata yang berkaca-kaca.“Mana janji Ibu yang akan mendampingi Dewi sampai Dewi mandiri? Ibu bohong!” Dewi berteriak sambil menangis. Aku segera memeluknya dan ikut menangis. Sebenarnya berat bagiku meninggalkan anak-anak. Tapi daripada disini tapi diabaikan oleh Bang Jo, lebih baik aku pergi, demi kesehatan mentalku. Apalagi aku sedang mengandung.Aku mendengar diluar sedang terjadi pe

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Kedatangan Bapak

    Pagi menjelang siang, aku dikejutkan dengan kedatangan bapakku. Ya Pak Hardi, bapakku datang ke klinik. “Kamu dengan siapa disini? Sendirian? Johan benar-benar keterlaluan! Nanti kamu pulang ke rumah Bapak saja. Bapak masih sanggup mengurusmu!” Bapak tampak geram.“Bapak sama siapa kesini?” tanyaku basa-basi.“Sama Manto!”“Dari kemarin Bapak merasa tidak enak, kepikiran kamu terus. Apalagi waktu mendengar kalau Tina pergi kesini. Bapak sudah menebak apa yang terjadi.”“Bapak tahu dari mana kalau Tina kesini?” tanyaku dengan heran.“Kemarin Bapak mencari beras, anak buahnya bilang sedang pergi kesini. Ya Bapak langsung berpikir tentang kamu. Makanya pagi-pagi Bapak sudah berangkat. Sampai rumahmu hanya ada Nayla, terus Mella bilang kalau kamu disini. Tadi malam kamu sama siapa disini?” Bapak menjelaskan.Aku diam tidak menjawabnya.“Sendirian? Tega sekali Johan ya?” Bapak mulai emosi.“Sebenarnya Dewi, Mella mau menemaniku. Tapi aku nggak mau. Aku sudah meminta Dewi untuk menjaga adi

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Terpengaruh

    Sepertinya Bang Jo terpengaruh dengan kata-kata Tina. Tadi malam ia memilih tidur dengan Angga. Pagi ini pun ia tidak banyak bicara. Tidak menyapaku seperti biasanya.Aku membereskan meja makan setelah semuanya sarapan. Anak-anak sudah berangkat sekolah, hanya ada Nayla yang sudah asyik di depan televisi. Dari tadi Bang Jo menghindari bertatapan mata denganku. Aku merasa kalau ia sengaja tidak mau menyapaku.“Hari ini Abang mau kemana?” tanyaku sambil mendekatinya. Ia malah berjalan menghindar.“Bang!” teriakku. Ia tetap tidak menghiraukanku.Aku berlari mengejarnya sampai ke warung.“Mbak Nova, jangan lari, Mbak sedang hamil,” teriak Mella. Aku tersadar kalau aku memang sedang hamil. Bang Jo tetap tidak peduli, ia berjalan keluar. Aku tetap berlari mengejarnya, akhirnya aku bisa meraih tangannya.“Ada apa?” Bang Jo berkata dengan datar.“Seharusnya aku yang bertanya, ada apa Bang? Dari tadi malam Abang menghindariku.”“Bisa kamu pikirkan sendiri!” Bang Jo menjawab dengan ketus.“Jadi

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Mata Keranjang

    “Bu, ada yang nyariin,” kata Warti. Aku sedang tiduran di depan televisi, kehamilanku ini membuatku tak berdaya. Tapi aku tetap bersemangat dan tidak mau menunjukkan kepada Bang Jo dan anak-anak. Mereka tahunya aku kuat.“Siapa?” “Nggak tahu, Bu.”Aku pun beranjak dari tidurku dan berjalan perlahan menuju ke warung. Tampak seorang perempuan yang isinya diatasku. Aku sepertinya pernah melihatnya, tapi dimana ya? Aku mencoba mengingat-ingat.“Maaf, apakah Ibu mencari saya?” Kau bertanya dengan sopan pada perempuan itu.“Oh, anda yang bernama Nova?” Perempuan itu menatapku dari ujung rambut ke ujung kaki. “Iya. Maaf, anda siapa ya?”“Kenalkan saya Tina, istrinya Romi.” Perempuan bernama Tina itu mengulurkan tangannya. Aku pun menerima uluran tangan itu.“Oh, ada apa ya?”“Kamu kenal Romi kan?” tanya Tina.“Iya, kenal. Teman waktu SMA.”“Teman? Hanya teman? Bukannya pacaran?” Suaranya agak meninggi. Beberapa orang melihat ke arahku.“Cinta monyet, Bu. Waktu kami SMA. Sesudah itu tidak

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Kabar Bahagia

    "Ayo kita semua makan, hidangan sudah siap. Nova panggil mertuamu untuk bergabung kesini." Ibu mengajak kami makan siang bersama.Aku segera memanggil Bapak dan Emak, juga Mella. Bang Jo dan Deni ternyata sudah siap duduk di dekat meja makan."Ayo anak-anak kita makan," panggilku pada anak-anak yang asyik bermain. Dewi dan Angga ternyata dari tadi nungguin adik-adiknya bermain. Dewi memang sudah bisa diandalkan, begitu juga dengan Angga.Kami pun makan siang bersama, menyantap hidangan yang memang sudah disediakan. Mulai dari tempoyak, ada juga bekasam.Bekasam adalah ikan yang difermentasi, tidak hanya dengan garam, tapi ikan juga dicampur dengan sedikit nasi. Lalu simpan di tempat kedap udara setelah 10 hari hingga Bekasam bisa dinikmati.Bekasam bisa menjadi lauk makan. Rasanya asam dan sedikit bau. Bau disini itu karena unsur fermentasinya, baunya itu ciri khas Bekasam. Tapi aku tidak menyukai bekasam, karena baunya ini sudah membuat perutku merasa mual.Penyajiannya bisa ditumis

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status