Share

Watak Sheila

Author: YuRa
last update Last Updated: 2023-10-15 23:05:31

"Ada apa Nay?" tanyaku pada Nayla.

Nayla tidak menjawab, hanya menangis terus.

"Maafkan Intan Bu. Intan lalai menjaga Nayla," kata Intan pelan sambil menunduk. Sepertinya ia ketakutan, kalau aku marah.

"Memangnya Nayla kenapa?" tanyaku dengan suara lembut.

"Nayla rebutan mainan sama Sheila. Sheila kalah, dia mencubit Nay dan merebut kembali mainan Nay. Intan nggak bisa mencegah Sheila karena Intan sedang mengambil minum untuk Nay. Maafkan Intan Bu," jawab Intan sambil menunduk.

Aku mendekati Intan dan memegang tangannya.

"Intan nggak bersalah. Intan sudah jadi kakak yang baik untuk Nayla. Buktinya Intan sedang mengambilkan minum untuk Nayla, ya kan?" kataku pada Intan.

Intan mengangguk.

"Ibu nggak marah sama Intan?"

Aku menggelengkan kepala.

"Sudah, sekarang Intan dan Nayla main di balai bambu saja. Ya?" kataku pada Intan.

Nayla sudah berhenti nangisnya.

"Lihat Bu, tangan Nay yang dicubit Sheila," kata Nayla sambil menunjukkan tangannya yang sedikit lecet karena dicubit Sheila.

Sebenarnya aku sangat marah, karena tangan Nayla sampai lecet. Tapi tidak ada gunanya marah dengan anak kecil, nanti mereka juga sudah bermain bersama lagi.

"Ibu kasih Betadine ya?" tanyaku pada Nayla.

Nayla mengangguk, aku segera mengambil Betadine dan meneteskan pada tangan Nayla yang lecet.

"Nah, sekarang main lagi sama Mbak Intan."

"Ayo Nay, kita main di balai bambu saja!" kata Intan.

Mama dan anak selalu bikin masalah saja. Mungkin wataknya Sheila benar-benar turunan dari Mella. Apalagi Sheila selalu dibela oleh Emak, wah cocok sekali. Entah kenapa Emak kok tidak suka dengan Nayla ya? Padahal Nayla itu juga cucunya. Pusing memikirkan kelakuan Emak. Benci sama aku dan Nayla, tapi giliran minta duit, mintanya sama aku.

*

Pagi-pagi Sheila sudah datang ke rumah mencari Nayla.

"Nay, lihat. Aku dibelikan Papa mainan Barbie," pamer Sheila.

Nayla masih asyik menonton film kartun, hanya melihat sekilas pada Sheila.

"Bude, mainanku bagus, kan?" pamer Sheila padaku.

"Iya, bagus," jawabku untuk menyenangkan hatinya.

"Kamu nggak punya mainan kayak gini, iya kan, Nay?" tanya Sheila.

Nay hanya menggelengkan kepala, kemudian matanya beralih ke televisi lagi. Aku hanya tersenyum melihat kelakuan mereka. Sheila pamer mainan dengan Nayla, tapi Nay tidak peduli.

"Pakde, mainanku bagus, kan?" tanya Sheila pada Bang Jo yang muncul diruangan ini.

"Iya bagus. Siapa yang membelikan?" tanya Bang Jo.

"Papa," jawab Sheila dengan bangga.

"Oh, papamu pulang ya?" tanya Bang Jo lagi.

"Iya, kata Makwo, Papa pulang bawa uang banyak." Sheila berkata dengan penuh semangat.

"Katanya banyak uang, tapi hutang nggak mau bayar," gerutu Bang Jo padaku.

"Yang bilang banyak uang, kan Sheila. Kenyataannya kita tidak tahu," jawabku dengan mengangkat bahu.

"Nay, main Barbie yuk!" ajak Sheila, ia berusaha membujuk Nayla supaya mau main dengannya. Padahal tujuannya hanya ingin memamerkan mainannya.

"Malas ah, aku mau nonton saja," jawab Nayla dengan santainya.

"Nay nggak asyik, nggak enak berteman dengan Nay. Ah, main sama Mbak Intan saja." Sheila pergi dengan wajah yang kesal sambil membawa Boneka Barbienya

Aku dan Bang Jo hanya tersenyum melihat kelakuan anak-anak. Begitulah anak-anak, sebentar akur kemudian nggak akur.

"Memangnya Deni pulang ya, Bang?" tanyaku pada Bang Jo.

"Kata Sheila tadi iya, kalau Abang sih belum bertemu dengan Deni," jawab Bang Jo.

"Gimana hutang Mella, Bang? Sampai sekarang belum dibayar. Padahal kita butuh untuk belanja keperluan warung. Kemarin malah dia beli daster tiga buah, masa aku yang disuruh bayar. Nggak mau lah aku," kataku dengan kesal.

"Kok bisa Adek yang suruh bayar?" tanya Bang Jo sambil menoleh ke arahku.

"Iya, Emak dan Mella beli daster sama Mbak Siti. Emak bilang kalau aku yang bayar. Terus Mbak Siti kesini. Punya Emak aku bayarin karena hanya beli satu, punya Mella nggak aku bayarin. Emak kesini malah marah-marah, katanya aku pelit dan perhitungan karena nggak mau bayar punya Mella. Seperti biasa Bang, ngomongin aku menantu durhaka," kataku dengan nada kesal.

"Nggak usah dimasukkan ke hati ucapan Emak, nanti malah kamu yang stress. Watak Emak memang seperti itu. Kita berbuat baik pun masih saja salah di mata emak. Apalagi kita jahat?" Bang Jo menenangkanku.

"Selama Abang masih mendukungku, InsyaAllah aku masih sanggup menghadapi Emak." Aku berkata pada Bang Jo kalau aku memnga sangat membutuhkan dukungannya supaya dapat bertahan dalam rumah tangga ini.

"Apapun yang kamu lakukan, kalau itu demi kebaikan, Abang akan selalu mendukungmu!" Bang Jo mendekatiku dan memelukku.

"Ngapain Ayah kok memeluk Ibu? Ibu sedih ya?" Suara Nayla mengagetkan kami.

"Nggak apa-apa kok Nay, Ibu sedang ingin dipeluk saja," kata Bang Jo. "Ayo mandi dulu, mau mandi sama Ayah atau sama Ibu?"

"Nay mandi sendiri, sudah besar malu kalau dimandiin." Nayla langsung berdiri dan menuju ke kamar mandi.

"Nay...Nay." Ada yang memanggil Nayla.

"Nayla sedang mandi, Pak," jawabku, ketika kulihat Bapak mertua datang mencari Nayla.

"Oh." Bapak duduk di kursi.

"Ada apa, Pak?" tanya Bang Jo.

"Nggak apa-apa, cuma nyari Nayla. Sudah beberapa hari kok nggak main ke rumah," jawab Bapak.

"Lho bukannya tiap hari main sama Intan?" Aku bertanya pada Bapak.

"Iya, tapi nggak pernah mau masuk ke rumah. Hanya main di luar saja."

"Itu Nayla sudah selesai mandi. Bapak mau kopi?" tanyaku pada Bapak.

"Enggak usah, tadi sudah ngopi."

"Sarapan Pak, sama nasi goreng."

"O ya, boleh!"

Aku segera ke dapur untuk mengambilkan nasi goreng.

"Ini Pak, sarapan dulu."

"Nay juga mau Bu." Nayla ternyata ingin sarapan juga.

"Jo nggak sarapan?"

"Sudah tadi, Pak!" jawab Bang Jo.

Bapak dan Nayla sarapan nasi goreng, mereka lahap sekali.

"Nay, kok nggak mau main ke rumah Pakwo?" tanya Bapak.

"Nggak mau, nggak boleh sama Sheila."

"Memangnya Sheila ngomong apa?" selidikku.

"Anaknya orang pelit nggak boleh masuk ke rumah Makwo, gitu Bu kata Sheila."

"Nggak usah didengerin omongan Sheila. Kan ada Pakwo, main saja nggak apa-apa," sahut Bapak.

"Jadi Nay boleh main ke rumah Pakwo?" tanya Nayla.

"Boleh, main ke rumah Pakwo sama Mbak Intan, ya?"

"Nay kasihan sama Mbak Intan, suka dibentak-bentak sama Sheila. Kenapa Mbak Intan nggak tinggal sama kita saja Yah?" tanya Nayla pada Bnag Jo.

"Kalau Mbak Intan tinggal sama kita, kasihan Makwo nggak ada temannya." Bang Jo mencari alasan yang bisa dinalar anak sekecil Nayla.

"Ada Mbak Dewi dan Sheila yang nemenin Makwo," sanggah Nayla.

"Biarlah Mbak Intan tinggal sama Makwo, Mbak Intan kan sering main kesini." Bang Jo memberi pengertian pada Nayla.

"Pak! Bapak!" Terdengar suara Emak memanggil Bapak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Ending

    “Abang takut kehilanganmu. Abang banyak merenung dan berpikir selama Adek masih di klinik. Masalah anak kita, apa yang yang Abang ucapkan itu hanya emosi sesaat. Karena Abang masih kalut dengan usaha Abang yang merugi, ditambah kedatangan perempuan itu. Abang benar-benar minta maaf. Abang akan melakukan apa saja asal kamu tidak pergi. Abang berjanji tidak akan melakukan kesalahan seperti ini lagi.”Aku hanya diam, tidak tahu harus melakukan apa. Apakah aku senang dengan apa yang dilakukan Bang Jo sekarang? “Dek, Abang minta maaf kalau tidak bisa menjadi suami yang seperti kamu inginkan. Tapi Abang berjanji, Abang akan selalu melindungi dan menjagamu. Abang akan menjadi suami siaga untukmu dan bayi kita. Nak, maafkan Ayah,” kata Bang Jo sambil mengelus perutku. Kemudian ia berusaha berdiri dan menunduk untuk mencium perutku.“Maafkan Ayah, Nak. Ayah akan menjagamu sampai kamu lahir dan sampai kamu besar nanti. Ayah akan bercerita tentang ibumu, betapa hebatnya ibumu selama mendamping

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Jangan Pergi

    Aku sedang mengemasi pakaianku di kamar. Aku baru saja pulang dari klinik dan langsung pulang ke rumah untuk mengemas pakaianku dan Nayla. Diruang tamu ada Bapak dan Bang Jo, entah apa yang mereka bicarakan.“Jadi Ibu benar-benar mau pergi?” tanya Dewi dengan meneteskan air mata. Aku tidak tahu kapan Dewi masuk ke kamarku. Aku menghentikan sejenak kegiatanku dan kemudian duduk di sebelah Dewi.“Maafkan Ibu, Dewi. Semua ini tergantung ayahmu. Kalau memang ayahmu masih menghendaki Ibu ada disini, Ibu akan tetap disini. Tapi percayalah, Ibu akan tetap menyayangimu, apapun yang terjadi.” aku berkata dengan mata yang berkaca-kaca.“Mana janji Ibu yang akan mendampingi Dewi sampai Dewi mandiri? Ibu bohong!” Dewi berteriak sambil menangis. Aku segera memeluknya dan ikut menangis. Sebenarnya berat bagiku meninggalkan anak-anak. Tapi daripada disini tapi diabaikan oleh Bang Jo, lebih baik aku pergi, demi kesehatan mentalku. Apalagi aku sedang mengandung.Aku mendengar diluar sedang terjadi pe

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Kedatangan Bapak

    Pagi menjelang siang, aku dikejutkan dengan kedatangan bapakku. Ya Pak Hardi, bapakku datang ke klinik. “Kamu dengan siapa disini? Sendirian? Johan benar-benar keterlaluan! Nanti kamu pulang ke rumah Bapak saja. Bapak masih sanggup mengurusmu!” Bapak tampak geram.“Bapak sama siapa kesini?” tanyaku basa-basi.“Sama Manto!”“Dari kemarin Bapak merasa tidak enak, kepikiran kamu terus. Apalagi waktu mendengar kalau Tina pergi kesini. Bapak sudah menebak apa yang terjadi.”“Bapak tahu dari mana kalau Tina kesini?” tanyaku dengan heran.“Kemarin Bapak mencari beras, anak buahnya bilang sedang pergi kesini. Ya Bapak langsung berpikir tentang kamu. Makanya pagi-pagi Bapak sudah berangkat. Sampai rumahmu hanya ada Nayla, terus Mella bilang kalau kamu disini. Tadi malam kamu sama siapa disini?” Bapak menjelaskan.Aku diam tidak menjawabnya.“Sendirian? Tega sekali Johan ya?” Bapak mulai emosi.“Sebenarnya Dewi, Mella mau menemaniku. Tapi aku nggak mau. Aku sudah meminta Dewi untuk menjaga adi

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Terpengaruh

    Sepertinya Bang Jo terpengaruh dengan kata-kata Tina. Tadi malam ia memilih tidur dengan Angga. Pagi ini pun ia tidak banyak bicara. Tidak menyapaku seperti biasanya.Aku membereskan meja makan setelah semuanya sarapan. Anak-anak sudah berangkat sekolah, hanya ada Nayla yang sudah asyik di depan televisi. Dari tadi Bang Jo menghindari bertatapan mata denganku. Aku merasa kalau ia sengaja tidak mau menyapaku.“Hari ini Abang mau kemana?” tanyaku sambil mendekatinya. Ia malah berjalan menghindar.“Bang!” teriakku. Ia tetap tidak menghiraukanku.Aku berlari mengejarnya sampai ke warung.“Mbak Nova, jangan lari, Mbak sedang hamil,” teriak Mella. Aku tersadar kalau aku memang sedang hamil. Bang Jo tetap tidak peduli, ia berjalan keluar. Aku tetap berlari mengejarnya, akhirnya aku bisa meraih tangannya.“Ada apa?” Bang Jo berkata dengan datar.“Seharusnya aku yang bertanya, ada apa Bang? Dari tadi malam Abang menghindariku.”“Bisa kamu pikirkan sendiri!” Bang Jo menjawab dengan ketus.“Jadi

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Mata Keranjang

    “Bu, ada yang nyariin,” kata Warti. Aku sedang tiduran di depan televisi, kehamilanku ini membuatku tak berdaya. Tapi aku tetap bersemangat dan tidak mau menunjukkan kepada Bang Jo dan anak-anak. Mereka tahunya aku kuat.“Siapa?” “Nggak tahu, Bu.”Aku pun beranjak dari tidurku dan berjalan perlahan menuju ke warung. Tampak seorang perempuan yang isinya diatasku. Aku sepertinya pernah melihatnya, tapi dimana ya? Aku mencoba mengingat-ingat.“Maaf, apakah Ibu mencari saya?” Kau bertanya dengan sopan pada perempuan itu.“Oh, anda yang bernama Nova?” Perempuan itu menatapku dari ujung rambut ke ujung kaki. “Iya. Maaf, anda siapa ya?”“Kenalkan saya Tina, istrinya Romi.” Perempuan bernama Tina itu mengulurkan tangannya. Aku pun menerima uluran tangan itu.“Oh, ada apa ya?”“Kamu kenal Romi kan?” tanya Tina.“Iya, kenal. Teman waktu SMA.”“Teman? Hanya teman? Bukannya pacaran?” Suaranya agak meninggi. Beberapa orang melihat ke arahku.“Cinta monyet, Bu. Waktu kami SMA. Sesudah itu tidak

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Kabar Bahagia

    "Ayo kita semua makan, hidangan sudah siap. Nova panggil mertuamu untuk bergabung kesini." Ibu mengajak kami makan siang bersama.Aku segera memanggil Bapak dan Emak, juga Mella. Bang Jo dan Deni ternyata sudah siap duduk di dekat meja makan."Ayo anak-anak kita makan," panggilku pada anak-anak yang asyik bermain. Dewi dan Angga ternyata dari tadi nungguin adik-adiknya bermain. Dewi memang sudah bisa diandalkan, begitu juga dengan Angga.Kami pun makan siang bersama, menyantap hidangan yang memang sudah disediakan. Mulai dari tempoyak, ada juga bekasam.Bekasam adalah ikan yang difermentasi, tidak hanya dengan garam, tapi ikan juga dicampur dengan sedikit nasi. Lalu simpan di tempat kedap udara setelah 10 hari hingga Bekasam bisa dinikmati.Bekasam bisa menjadi lauk makan. Rasanya asam dan sedikit bau. Bau disini itu karena unsur fermentasinya, baunya itu ciri khas Bekasam. Tapi aku tidak menyukai bekasam, karena baunya ini sudah membuat perutku merasa mual.Penyajiannya bisa ditumis

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status