Share

Watak Sheila

"Ada apa Nay?" tanyaku pada Nayla.

Nayla tidak menjawab, hanya menangis terus.

"Maafkan Intan Bu. Intan lalai menjaga Nayla," kata Intan pelan sambil menunduk. Sepertinya ia ketakutan, kalau aku marah.

"Memangnya Nayla kenapa?" tanyaku dengan suara lembut.

"Nayla rebutan mainan sama Sheila. Sheila kalah, dia mencubit Nay dan merebut kembali mainan Nay. Intan nggak bisa mencegah Sheila karena Intan sedang mengambil minum untuk Nay. Maafkan Intan Bu," jawab Intan sambil menunduk.

Aku mendekati Intan dan memegang tangannya.

"Intan nggak bersalah. Intan sudah jadi kakak yang baik untuk Nayla. Buktinya Intan sedang mengambilkan minum untuk Nayla, ya kan?" kataku pada Intan.

Intan mengangguk.

"Ibu nggak marah sama Intan?"

Aku menggelengkan kepala.

"Sudah, sekarang Intan dan Nayla main di balai bambu saja. Ya?" kataku pada Intan.

Nayla sudah berhenti nangisnya.

"Lihat Bu, tangan Nay yang dicubit Sheila," kata Nayla sambil menunjukkan tangannya yang sedikit lecet karena dicubit Sheila.

Sebenarnya aku sangat marah, karena tangan Nayla sampai lecet. Tapi tidak ada gunanya marah dengan anak kecil, nanti mereka juga sudah bermain bersama lagi.

"Ibu kasih Betadine ya?" tanyaku pada Nayla.

Nayla mengangguk, aku segera mengambil Betadine dan meneteskan pada tangan Nayla yang lecet.

"Nah, sekarang main lagi sama Mbak Intan."

"Ayo Nay, kita main di balai bambu saja!" kata Intan.

Mama dan anak selalu bikin masalah saja. Mungkin wataknya Sheila benar-benar turunan dari Mella. Apalagi Sheila selalu dibela oleh Emak, wah cocok sekali. Entah kenapa Emak kok tidak suka dengan Nayla ya? Padahal Nayla itu juga cucunya. Pusing memikirkan kelakuan Emak. Benci sama aku dan Nayla, tapi giliran minta duit, mintanya sama aku.

*

Pagi-pagi Sheila sudah datang ke rumah mencari Nayla.

"Nay, lihat. Aku dibelikan Papa mainan Barbie," pamer Sheila.

Nayla masih asyik menonton film kartun, hanya melihat sekilas pada Sheila.

"Bude, mainanku bagus, kan?" pamer Sheila padaku.

"Iya, bagus," jawabku untuk menyenangkan hatinya.

"Kamu nggak punya mainan kayak gini, iya kan, Nay?" tanya Sheila.

Nay hanya menggelengkan kepala, kemudian matanya beralih ke televisi lagi. Aku hanya tersenyum melihat kelakuan mereka. Sheila pamer mainan dengan Nayla, tapi Nay tidak peduli.

"Pakde, mainanku bagus, kan?" tanya Sheila pada Bang Jo yang muncul diruangan ini.

"Iya bagus. Siapa yang membelikan?" tanya Bang Jo.

"Papa," jawab Sheila dengan bangga.

"Oh, papamu pulang ya?" tanya Bang Jo lagi.

"Iya, kata Makwo, Papa pulang bawa uang banyak." Sheila berkata dengan penuh semangat.

"Katanya banyak uang, tapi hutang nggak mau bayar," gerutu Bang Jo padaku.

"Yang bilang banyak uang, kan Sheila. Kenyataannya kita tidak tahu," jawabku dengan mengangkat bahu.

"Nay, main Barbie yuk!" ajak Sheila, ia berusaha membujuk Nayla supaya mau main dengannya. Padahal tujuannya hanya ingin memamerkan mainannya.

"Malas ah, aku mau nonton saja," jawab Nayla dengan santainya.

"Nay nggak asyik, nggak enak berteman dengan Nay. Ah, main sama Mbak Intan saja." Sheila pergi dengan wajah yang kesal sambil membawa Boneka Barbienya

Aku dan Bang Jo hanya tersenyum melihat kelakuan anak-anak. Begitulah anak-anak, sebentar akur kemudian nggak akur.

"Memangnya Deni pulang ya, Bang?" tanyaku pada Bang Jo.

"Kata Sheila tadi iya, kalau Abang sih belum bertemu dengan Deni," jawab Bang Jo.

"Gimana hutang Mella, Bang? Sampai sekarang belum dibayar. Padahal kita butuh untuk belanja keperluan warung. Kemarin malah dia beli daster tiga buah, masa aku yang disuruh bayar. Nggak mau lah aku," kataku dengan kesal.

"Kok bisa Adek yang suruh bayar?" tanya Bang Jo sambil menoleh ke arahku.

"Iya, Emak dan Mella beli daster sama Mbak Siti. Emak bilang kalau aku yang bayar. Terus Mbak Siti kesini. Punya Emak aku bayarin karena hanya beli satu, punya Mella nggak aku bayarin. Emak kesini malah marah-marah, katanya aku pelit dan perhitungan karena nggak mau bayar punya Mella. Seperti biasa Bang, ngomongin aku menantu durhaka," kataku dengan nada kesal.

"Nggak usah dimasukkan ke hati ucapan Emak, nanti malah kamu yang stress. Watak Emak memang seperti itu. Kita berbuat baik pun masih saja salah di mata emak. Apalagi kita jahat?" Bang Jo menenangkanku.

"Selama Abang masih mendukungku, InsyaAllah aku masih sanggup menghadapi Emak." Aku berkata pada Bang Jo kalau aku memnga sangat membutuhkan dukungannya supaya dapat bertahan dalam rumah tangga ini.

"Apapun yang kamu lakukan, kalau itu demi kebaikan, Abang akan selalu mendukungmu!" Bang Jo mendekatiku dan memelukku.

"Ngapain Ayah kok memeluk Ibu? Ibu sedih ya?" Suara Nayla mengagetkan kami.

"Nggak apa-apa kok Nay, Ibu sedang ingin dipeluk saja," kata Bang Jo. "Ayo mandi dulu, mau mandi sama Ayah atau sama Ibu?"

"Nay mandi sendiri, sudah besar malu kalau dimandiin." Nayla langsung berdiri dan menuju ke kamar mandi.

"Nay...Nay." Ada yang memanggil Nayla.

"Nayla sedang mandi, Pak," jawabku, ketika kulihat Bapak mertua datang mencari Nayla.

"Oh." Bapak duduk di kursi.

"Ada apa, Pak?" tanya Bang Jo.

"Nggak apa-apa, cuma nyari Nayla. Sudah beberapa hari kok nggak main ke rumah," jawab Bapak.

"Lho bukannya tiap hari main sama Intan?" Aku bertanya pada Bapak.

"Iya, tapi nggak pernah mau masuk ke rumah. Hanya main di luar saja."

"Itu Nayla sudah selesai mandi. Bapak mau kopi?" tanyaku pada Bapak.

"Enggak usah, tadi sudah ngopi."

"Sarapan Pak, sama nasi goreng."

"O ya, boleh!"

Aku segera ke dapur untuk mengambilkan nasi goreng.

"Ini Pak, sarapan dulu."

"Nay juga mau Bu." Nayla ternyata ingin sarapan juga.

"Jo nggak sarapan?"

"Sudah tadi, Pak!" jawab Bang Jo.

Bapak dan Nayla sarapan nasi goreng, mereka lahap sekali.

"Nay, kok nggak mau main ke rumah Pakwo?" tanya Bapak.

"Nggak mau, nggak boleh sama Sheila."

"Memangnya Sheila ngomong apa?" selidikku.

"Anaknya orang pelit nggak boleh masuk ke rumah Makwo, gitu Bu kata Sheila."

"Nggak usah didengerin omongan Sheila. Kan ada Pakwo, main saja nggak apa-apa," sahut Bapak.

"Jadi Nay boleh main ke rumah Pakwo?" tanya Nayla.

"Boleh, main ke rumah Pakwo sama Mbak Intan, ya?"

"Nay kasihan sama Mbak Intan, suka dibentak-bentak sama Sheila. Kenapa Mbak Intan nggak tinggal sama kita saja Yah?" tanya Nayla pada Bnag Jo.

"Kalau Mbak Intan tinggal sama kita, kasihan Makwo nggak ada temannya." Bang Jo mencari alasan yang bisa dinalar anak sekecil Nayla.

"Ada Mbak Dewi dan Sheila yang nemenin Makwo," sanggah Nayla.

"Biarlah Mbak Intan tinggal sama Makwo, Mbak Intan kan sering main kesini." Bang Jo memberi pengertian pada Nayla.

"Pak! Bapak!" Terdengar suara Emak memanggil Bapak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status