Share

Jarimu Harimaumu!

Author: YuRa
last update Last Updated: 2023-11-01 10:30:47

"Iya Mak, ada apa?" tanya Bapak.

"Dicariin dari tadi kok malah kesini, sarapan disini ya? Kayak di rumah nggak dikasih makan, Pak?" gerutu Emak sambil melirik ke arahku.

"Memangnya kenapa kalau sarapan disini? Tadi sarapan sama Nayla," jawab Bapak

"Nay, kok nggak mau main sama Sheila? Sheila punya mainan baru lho," ucap Emak pada Nayla, untuk mengalihkan pembicaraan.

"Nggak mau, Sheila pelit! Kalau punya mainan nggak mau minjemin." Nay menjawab dengan ketus.

"Eh, siapa bilang?" tanya Emak.

"Nay yang bilang. Emang Sheila pelit kok. Nay pegang mainannya saja nggak boleh."

"Tuh, anak diajarin ngomong nggak benar. Adiknya sendiri dikatain pelit!" kata Emak padaku dengan tatapan sinis. Aku menghela nafas sebelum menjawab perkataan Emak.

"Mak, Emak juga sering bilang kalau aku pelit. Mungkin Nay ikut-ikutan ngomong pelit karena ada yang ditiru." Aku membalas ucapan Emak.

"Benar itu Mak, anak kecil itu akan meniru omongan orang dewasa." Bapak ikut menimpali.

"Huh, ngomong sama kalian memang susah," gerutu Emak.

"Mak, Deni pulang ya?" tanya Bang Jo mengalihkan pembicaraan.

"Iya, beli oleh-oleh banyak. Bawa uang banyak Deni itu." Emak bicara dengan senyum sumringah.

"Alhamdulillah, kalau bawa uang banyak. Berarti hutangnya Mella nanti pasti dibayar sama Deni ya Bang! Lumayan untuk tambahan belanja warung," ucapku dengan bahagia.

"Kamu itu sama adik sendiri perhitungan, pelit sekali. Hutang segitu saja diungkit-ungkit terus." Emak menggerutu lagi.

"Tuh, Emak selalu ngomongin kami pelit. Kalau memang Deni dan Mella nggak punya uang, kami ikhlas hutangnya nggak dibayar. Tapi mereka selalu foya-foya kalau Deni baru pulang," sahut Bang Jo dengan kesal.

"Siapa bilang mereka nggak punya uang? Kamu menghina ya?" bela Emak.

"Makanya Mak, kalau mereka punya uang, seharusnya mereka membayar hutangnya. Yang namanya hutang, satu rupiah pun nanti ada hitungannya di akhirat," kataku memberi penjelasan.

"Baru belajar mengaji saja sudah seperti ustadzah. Sok ngajarin orang tua," cibir Emak.

"Itulah Mak, ayo sekali-kali ikut saya ngaji. Biar banyak teman untuk saling berbagi ilmu. Emak bisa berbagi ilmu, Emak kan sudah kenyang dengan pengalaman hidup, bisa berbagi dengan kami yang masih muda-muda," sahutku lagi.

"Tuh benar yang dikatakan Nova, sekali-kali ikut pengajian. Jangan hanya ghibah saja kerjanya dan mudah sekali dihasut Mella." Bapak ikut menimpali. Aku tersenyum mendengar ucapan Bapak.

"Bapak sok tahu ah," kata Emak tidak mau kalah.

"Mak, kita ini sudah tua. Nggak usah ikut-ikutan urusan anak muda. Emak tuh selalu ikut campur urusan anak-anak. Mereka kan sudah dewasa, biarlah mereka mengurus urusan mereka sendiri. Emak juga jangan suka pilih kasih sama anak dan cucu. Selalu membela Mella dan Sheila padahal mereka belum tentu benar. Bapak benar-benar stress mikirin tingkah laku Emak. Semakin tua kok makin nggak karuan. Bikin malu saja!" Bapak mengeluarkan keluh kesahnya.

Emak hanya diam, tidak berani membalas ucapan Bapak.

***

"Mbak, coba lihat. Ini status adik ipar Mbak Nova. Lebay sekali," kata Rita, teman kerjaku di kantor desa.

Ia menunjukkan ponselnya padaku. Kulihat Mella membuat status di medsos berlambang F. Dengan caption "Terima kasih suamiku atas hadiahnya. Semakin love deh sama kamu".

Aku tertawa melihatnya. Tampak foto Mella memakai jam tangan baru, kemudian beberapa foto mesra Mella dan Deni. Bukannya aku iri, tapi menurutku itu sangat lebay. Kemesraan kita dengan pasangan tidak perlu dipamerkan. Pencitraan saja.

"Kenapa tertawa, Mbak?" tanya Rita dengan raut wajah yang penasaran.

"Ini namanya mempromosikan suaminya!" sahutku sambil menyerahkan ponselnya Rita.

"Kok bisa?" cecar Rita, ia tampak penasaran dengan ucapanku.

"Gini ya, Mella itu memberitahukan kepada seluruh dunia, bahwa suaminya itu baik, penyayang dan suka memberinya hadiah. Pasti ada saja perempuan yang iri melihat kehidupan Mella di medsos. Akhirnya si perempuan itu akan penasaran dengan suaminya Mella. Iseng-iseng, ia akan mengirimkan permintaan pertemanan pada suami Mella." Aku berhenti sejenak, Rita masih menatapku dengan serius.

"Terus?" Rita sepertinya sudah tidak sabar mendengar kelanjutan ceritaku.

"Sabar!" Aku tertawa, Rita malah kesal. Aku pun memasang wajah yang serius lagi.

"Apalagi di status itu Mella men-tag suaminya. Kalau suaminya Mella iseng juga, akhirnya menerima permintaan pertemanan itu. Mereka akan saling nge-like status, saling komen, saling inbox. Itulah awal mula perselingkuhan terjadi."

"Oh, iya ya." Rita manggut-manggut, "seperti teman sekolahku, suaminya berselingkuh gara-gara F******k."

"Nah, itu maksudku!" sahutku, "makanya, jangan pamer kemesraan dengan pasangan di medsos. Kadang-kadang, yang tampak mesra itu sebenarnya malah tidak mesra sama sekali."

"Nih, lihat Mbak ada yang komen, katanya enak punya suami seperti suami Mella," seru Rita sambil mata menatap di layar ponsel.

"Itu dia, sudah ada satu yang merasa iri dengan kehidupan Mella. Itu yang terang-terangan komentar. Yang nggak berkomentar, kan banyak," imbuhku.

"Memang benar ya Mbak, kita harus berhati-hati sekali di medsos. Ada pepatah yang mengatakan 'jarimu harimaumu'. Ih ngeri ya?" Rita bergidik.

"Betul itu. Kalau kita tidak pandai-pandai menahan jari kita, akan berakibat buruk bagi kita nantinya." Aku menjelaskan pada Rita.

"Mbak, Mella itu hutangnya banyak lho," sambung Rita.

"Masa sih! Tahu dari siapa kamu?" Aku heran, Rita ini kayak g****e saja. Tahu banyak informasi.

"Tahu dari orang-orang. Ada hutang baju, panci presto, Tupperware, karpet karakter, belum lagi arisan-arisan. Apa nggak pusing ya mikir cicilannya?" Rita bergumam sendiri.

"Nggak usah dipikirin, nanti malah kamu yang pusing," ledekku, melihat wajah Rita yang sangat serius.

"Iya ya, ngapain aku mikirin hutangnya orang. Haha." Rita tertawa menyadari kelakuannya.

"Wah ada yang sedang bahagia ya. Tertawanya renyah sekali." Suara Gino mengagetkan kami.

"Biasa Gino, Rita pagi-pagi sudah ngajak aku ghibah," selorohku.

"Bukan ghibah Mbak, tapi memberi informasi yang cepat dan akurat," sanggah Rita.

"Kayak testpack saja deh, cepat dan akurat," selorohku sambil tertawa. Rita dan Gino ikut tertawa.

"Memang ya perempuan itu kalau sudah ngumpul pasti ceritanya kemana-mana." Gino menimpali.

"Apa laki-laki nggak kayak gitu?" tanya Rita.

"Sama saja sih," canda Gino sambil tertawa.

Akhirnya kami kembali ke meja masing-masing untuk mengerjakan pekerjaan kami. Aku sedang asyik mengerjakan tugasku, tiba-tiba ponselku berdering. Ada sebuah pesan masuk. Ketika kubuka, ternyata sebuah foto screenshot. Mataku terbelalak melihat foto tersebut.

"Astaghfirullahaladzim," kataku dalam hati, nafasku naik-turun, emosi jadi meningkat. Aku segera menarik nafas panjang untuk meredam emosi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Ending

    “Abang takut kehilanganmu. Abang banyak merenung dan berpikir selama Adek masih di klinik. Masalah anak kita, apa yang yang Abang ucapkan itu hanya emosi sesaat. Karena Abang masih kalut dengan usaha Abang yang merugi, ditambah kedatangan perempuan itu. Abang benar-benar minta maaf. Abang akan melakukan apa saja asal kamu tidak pergi. Abang berjanji tidak akan melakukan kesalahan seperti ini lagi.”Aku hanya diam, tidak tahu harus melakukan apa. Apakah aku senang dengan apa yang dilakukan Bang Jo sekarang? “Dek, Abang minta maaf kalau tidak bisa menjadi suami yang seperti kamu inginkan. Tapi Abang berjanji, Abang akan selalu melindungi dan menjagamu. Abang akan menjadi suami siaga untukmu dan bayi kita. Nak, maafkan Ayah,” kata Bang Jo sambil mengelus perutku. Kemudian ia berusaha berdiri dan menunduk untuk mencium perutku.“Maafkan Ayah, Nak. Ayah akan menjagamu sampai kamu lahir dan sampai kamu besar nanti. Ayah akan bercerita tentang ibumu, betapa hebatnya ibumu selama mendamping

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Jangan Pergi

    Aku sedang mengemasi pakaianku di kamar. Aku baru saja pulang dari klinik dan langsung pulang ke rumah untuk mengemas pakaianku dan Nayla. Diruang tamu ada Bapak dan Bang Jo, entah apa yang mereka bicarakan.“Jadi Ibu benar-benar mau pergi?” tanya Dewi dengan meneteskan air mata. Aku tidak tahu kapan Dewi masuk ke kamarku. Aku menghentikan sejenak kegiatanku dan kemudian duduk di sebelah Dewi.“Maafkan Ibu, Dewi. Semua ini tergantung ayahmu. Kalau memang ayahmu masih menghendaki Ibu ada disini, Ibu akan tetap disini. Tapi percayalah, Ibu akan tetap menyayangimu, apapun yang terjadi.” aku berkata dengan mata yang berkaca-kaca.“Mana janji Ibu yang akan mendampingi Dewi sampai Dewi mandiri? Ibu bohong!” Dewi berteriak sambil menangis. Aku segera memeluknya dan ikut menangis. Sebenarnya berat bagiku meninggalkan anak-anak. Tapi daripada disini tapi diabaikan oleh Bang Jo, lebih baik aku pergi, demi kesehatan mentalku. Apalagi aku sedang mengandung.Aku mendengar diluar sedang terjadi pe

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Kedatangan Bapak

    Pagi menjelang siang, aku dikejutkan dengan kedatangan bapakku. Ya Pak Hardi, bapakku datang ke klinik. “Kamu dengan siapa disini? Sendirian? Johan benar-benar keterlaluan! Nanti kamu pulang ke rumah Bapak saja. Bapak masih sanggup mengurusmu!” Bapak tampak geram.“Bapak sama siapa kesini?” tanyaku basa-basi.“Sama Manto!”“Dari kemarin Bapak merasa tidak enak, kepikiran kamu terus. Apalagi waktu mendengar kalau Tina pergi kesini. Bapak sudah menebak apa yang terjadi.”“Bapak tahu dari mana kalau Tina kesini?” tanyaku dengan heran.“Kemarin Bapak mencari beras, anak buahnya bilang sedang pergi kesini. Ya Bapak langsung berpikir tentang kamu. Makanya pagi-pagi Bapak sudah berangkat. Sampai rumahmu hanya ada Nayla, terus Mella bilang kalau kamu disini. Tadi malam kamu sama siapa disini?” Bapak menjelaskan.Aku diam tidak menjawabnya.“Sendirian? Tega sekali Johan ya?” Bapak mulai emosi.“Sebenarnya Dewi, Mella mau menemaniku. Tapi aku nggak mau. Aku sudah meminta Dewi untuk menjaga adi

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Terpengaruh

    Sepertinya Bang Jo terpengaruh dengan kata-kata Tina. Tadi malam ia memilih tidur dengan Angga. Pagi ini pun ia tidak banyak bicara. Tidak menyapaku seperti biasanya.Aku membereskan meja makan setelah semuanya sarapan. Anak-anak sudah berangkat sekolah, hanya ada Nayla yang sudah asyik di depan televisi. Dari tadi Bang Jo menghindari bertatapan mata denganku. Aku merasa kalau ia sengaja tidak mau menyapaku.“Hari ini Abang mau kemana?” tanyaku sambil mendekatinya. Ia malah berjalan menghindar.“Bang!” teriakku. Ia tetap tidak menghiraukanku.Aku berlari mengejarnya sampai ke warung.“Mbak Nova, jangan lari, Mbak sedang hamil,” teriak Mella. Aku tersadar kalau aku memang sedang hamil. Bang Jo tetap tidak peduli, ia berjalan keluar. Aku tetap berlari mengejarnya, akhirnya aku bisa meraih tangannya.“Ada apa?” Bang Jo berkata dengan datar.“Seharusnya aku yang bertanya, ada apa Bang? Dari tadi malam Abang menghindariku.”“Bisa kamu pikirkan sendiri!” Bang Jo menjawab dengan ketus.“Jadi

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Mata Keranjang

    “Bu, ada yang nyariin,” kata Warti. Aku sedang tiduran di depan televisi, kehamilanku ini membuatku tak berdaya. Tapi aku tetap bersemangat dan tidak mau menunjukkan kepada Bang Jo dan anak-anak. Mereka tahunya aku kuat.“Siapa?” “Nggak tahu, Bu.”Aku pun beranjak dari tidurku dan berjalan perlahan menuju ke warung. Tampak seorang perempuan yang isinya diatasku. Aku sepertinya pernah melihatnya, tapi dimana ya? Aku mencoba mengingat-ingat.“Maaf, apakah Ibu mencari saya?” Kau bertanya dengan sopan pada perempuan itu.“Oh, anda yang bernama Nova?” Perempuan itu menatapku dari ujung rambut ke ujung kaki. “Iya. Maaf, anda siapa ya?”“Kenalkan saya Tina, istrinya Romi.” Perempuan bernama Tina itu mengulurkan tangannya. Aku pun menerima uluran tangan itu.“Oh, ada apa ya?”“Kamu kenal Romi kan?” tanya Tina.“Iya, kenal. Teman waktu SMA.”“Teman? Hanya teman? Bukannya pacaran?” Suaranya agak meninggi. Beberapa orang melihat ke arahku.“Cinta monyet, Bu. Waktu kami SMA. Sesudah itu tidak

  • Mertua Pilih Kasih, Kubuat Gigit Jari!    Kabar Bahagia

    "Ayo kita semua makan, hidangan sudah siap. Nova panggil mertuamu untuk bergabung kesini." Ibu mengajak kami makan siang bersama.Aku segera memanggil Bapak dan Emak, juga Mella. Bang Jo dan Deni ternyata sudah siap duduk di dekat meja makan."Ayo anak-anak kita makan," panggilku pada anak-anak yang asyik bermain. Dewi dan Angga ternyata dari tadi nungguin adik-adiknya bermain. Dewi memang sudah bisa diandalkan, begitu juga dengan Angga.Kami pun makan siang bersama, menyantap hidangan yang memang sudah disediakan. Mulai dari tempoyak, ada juga bekasam.Bekasam adalah ikan yang difermentasi, tidak hanya dengan garam, tapi ikan juga dicampur dengan sedikit nasi. Lalu simpan di tempat kedap udara setelah 10 hari hingga Bekasam bisa dinikmati.Bekasam bisa menjadi lauk makan. Rasanya asam dan sedikit bau. Bau disini itu karena unsur fermentasinya, baunya itu ciri khas Bekasam. Tapi aku tidak menyukai bekasam, karena baunya ini sudah membuat perutku merasa mual.Penyajiannya bisa ditumis

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status