Seperti hari-hari biasanya, Naila selalu disibukkan dengan pekerjaan crafternya. Semakin banyak variasi produk yang ia hasilkan bersama teamnya. Raka tumbuh menjadi bayi yang sehat dan aktif. Tak mau terlalu merepotkan orangtuanya, Naila membayar seseorang untuk menjaga putranya itu, Mbak Lika tetangganya. Tentu dengan pengawasan Ibu dan dirinya. "Assalammualaikum ...," "Wa'alaikumussalam. Cari siapa ya?" tanya Bu Rima, Ibu dari Naila "Apa benar ini rumahnya Naila?" tanya seseorang itu. Naila yang mendengar namanya disebut bergegas keluar menemui orang itu."Saya Naila, ada apa ya, Mas? tanyanya pada pria yang kini berdiri di depannya. "Perkenalkan saya Arya, kakak dari Vanya," ucap Arya. Merasa seperti ada hal penting yang mau pria itu sampaikan, Naila mempersilakannya masuk ke dalam rumah. "Sebelumnya saya meminta maaf kepada Mbak Naila atas sikap adik saya," ucap Arya. "Saat ini Vanya sedang sakit. Dari hari ke h
Pulang dari acara pemakaman Vanya, Ikhsan mampir ke rumah Naila bersama Ayah dan Ibunya. Tentu saja hal ini membuat orangtua Naila bertanya-tanya apa maksud kedatangan mereka. "Bu Rima, saya datang mau menengok cucu saya, kangen sekali udah lama gak ketemu," ucap Bu Sukma. Raka yang baru dimandikan oleh Bu Rima masih terbalut handuk, digendong begitu saja oleh Bu Sukma. Dipangkunya bayi gembul itu. Sesaat kemudian dia merasakan ada yang basah pada roknya, Raka mengompol dan spontan Bu Sukma berteriak,"Dasar bayi gembul, baru digendong udah ngompol," teriak Bu Sukma dengan wajah ketus. Semua yang ada di sana melongo melihat sikap Bu Sukma. Tapi sesaat kemudian Naila bisa menguasai diri, diambilnya Raka dari Mertuanya itu. "Raka ikut Mama dulu ya, sayang," Naila membawa anaknya masuk ke dalam untuk dibersihkan dan dipakaikan baju. Sementara Bu Rima membuatkan minum untuk tamunya, Bu Sukma mengamati beberapa karyawan Naila yang masih belum p
Bu Sukma senang akhirnya Ikhsan dan Naila bisa bersama lagi. Dia menceritakan kepada semua orang yang ditemuinya bahwa menantunya kini telah sukses. Bahkan dia bilang ke semua orang jika kesuksesan Naila juga berkat campur tangan Ikhsan anaknya. Rendi dan Ibunya juga telah mengetahui tentang itu. Bahkan Rendi terlihat murung, Ibunya senantiasa memberikan semangat agar bisa move on dari Naila. "Ren, sampai kapan kamu gak bisa melupakan Naila," ucap Bu Ida. "Sampai kapan pun, aku gak bakal bisa lupain Naila, Bu." Rendi menjawab ucapan Ibunya. "Di luar sana masih banyak gadis baik seperti Naila, Nak," jelas Bu Ida. " Jika aku mau, dari dulu sudah menikah, Bu. Aku cuma mau Naila," lirih Rendi. "Naila istri orang, Nak. Kamu harus mendoakan yang terbaik untuk rumah tangganya," Bu Ida menasehati putranya. "Aku pasti bakal bisa dapetin dia," gumam Rendi dan Ibunya hanya bisa geleng-geleng melihatnya. Rendi seringkali beru
ANAKKU JUGA CUCUMU, BU# PART 17(20) Naila melihat kondisi rumah barunya bersama Sang Suami. Proses pembangunan sudah selesai, tinggal dibersihkan saja. "Nai, mumpung aku libur. Ayo kita bersihkan rumah ini. Besok barang-barang sudah bisa dimasukkan," usul Ikhsan. "Oke siap, Bos," jawab Naila. "Di sini kamu bosnya bukan aku, malahan aku sekarang minder," ucap Ikhsan. "Jangan ngomong gitu, Mas. Aku menerima kamu apa adanya. Dan kamu juga menerimaku sebelum aku jadi seperti sekarang ini. Dalam rumah tangga, kamu tetap jadi imamnya," hibur Naila pada Sang suami. "Tapi-"Ikhsan tak sempat melanjutkan ucapannya. Sang istri malahan menggelitik pinggangnya hingga dia tertawa kegelian. "Cukup ... cukup, Nai," ucap Ikhsan menyerah. "Makanya gak usah ngomong aneh-aneh. Ayo langsung dibersihkan aja biar cepat kelar," sambung Naila. Mereka berdua kompak membersihkan setiap bagian rumah. Bahkan kaca jendela pun tak luput dari sentuhan t
Ibu dan Bapak mertua Naila datang. Irda dan Ima ikut serta bersama mereka. Ikhsan mengajak bapaknya untuk bergabung bersama laki-laki yang lain. Sementara Ibu dan saudarinya langsung masuk ke dalam. Bu Sukma tidak ada keinginan membantu Naila yang repot. Alih-alih membantu justru kedatangan mereka malah merepotkan. "Nai, sini bentar. Tolong ambilin kami makan soalnya tadi di rumah gak sempet." Perintah Bu Sukma kepada menantunya. Naila lalu meminta orang dapur untuk menyiapkan makan buat mertua dan iparnya. "Ini, Bu, Mbak Ima, Silakan dimakan," Naila mempersilakan. "Eh Naila, gak ada teh manis atau apa gitu ya? Masak dikasih air putih doang," cibir Mbak Ima. "Ada, Mbak. Emang belum sempat dibawa ke sini. Kalau mau ambil di dapur aja soalnya aku mau siap-siap ganti baju." jawab Naila. "Eh kami ini tamu harus dilayani, malah disuruh ambil sendiri di dapur!" cibir Ima. Belum sempat Naila menjawab, Irda ikut mengomel."Mbak, to
Esok harinya, Naila menitipkan beras, gula dan minyak goreng untuk mertuanya. Ikhsan akan memberikannya sekalian berangkat kerja. Kali ini dia memilih mengalah daripada masalah terus berlanjut. Hanya karena masalah ini semalaman Ikhsan mendiamkan istrinya. Karena itu Naila merasa harus menuruti permintaan mertuanya. "Nduk, suamimu kenapa gak menyentuh sarapan yang kamu buat. Kopi pun masih belum diminumnya," "Mungkin dia terburu-buru, Bu." Naila mencoba menutupi masalah rumah tangganya dari orangtuanya. "Benar begitu? Apa kalian sedang ada masalah? Apa karena mertuamu marah-marah tadi malam?" tanya Ibu Naila. "Iya, Bu. Memang karena itu," Naila akhirnya jujur karena tidak bisa menyembunyikannya dari Sang Ibu. "Oalah, Nduk ... sampai kapan mertuamu itu selalu mencampuri masalah rumah tangga kalian. Percaya sama Ibu, rumah tangga kamu gak akan bisa tenang selama mertuamu itu gak bisa berubah," geram Bu Rima. "Entahlah, Bu ...." j
[Naila, aku setuju untuk mengenal Rani lebih dalam] Rendi mengirimkan pesan pada Naila. Sesaat kemudian Naila membalasnya [Alhamdulillah, semoga ini menjadi awal yang baik] [Pasti menjadi awal yang baik buat kita, Nai] balas Rendi. [Kita? Maksudnya kamu dan Rani gitu,'kan?] Naila merasa ada yang aneh dengan jawaban Rendi. [Aku memulai hubungan dengan Rani agar bisa lebih dekat denganmu, Naila] balas Rendi. [GILA!?]balas Naila. Tak ada jawaban lagi dari Rendi, setelah itu Naila mencoba mengirim pesan lagi kepada pria itu. [Harusnya kau memulai hubungan dengan ketulusan, Ren. Jangan permainkan adik sepupuku, jika tidak kau akan berurusan denganku]Pesan yang Naila kirimkan. [Tak pernahkah kau pikir bahwa kau juga mempermainkan perasaanku?] balas Rendi. [Jangan gila, Ren. Ini urusan hati] balas Naila. [Aku bahkan bisa lebih gila dari ini, Nai. Semua demi kamu, Ikhsan tidak pantas untukmu ... percayalah padaku]
Ikhsan dan Amanda akhirnya keluar untuk makan bersama di restoran tak jauh dari kantor mereka. "Terima kasih, Pak. Udah mau nemanin saya makan siang." ucap Amanda. "Iya sama-sama. Oh iya, ini ulang tahun kamu yang keberapa?" tanya Ikhsan basa-basi. "ke-21, Mas eh Pak" Amanda salah tingkah. "Santai aja sih. Sebenarnya usia kita beda tipis. Cuma mengingat aku atasan kamu di kantor jadi kamu mesti manggil aku Pak. Kecuali di luar kantor bebas kamu mau panggil apa saja," jelas Ikhsan. Kedua sejoli itu terlibat obrolan seru setelahnya. Sosok Amanda ternyata sangat menyenangkan di mata Ikhsan. Amanda juga gadis yang luwes dan mudah berbaur dengan siapa saja. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat. Setelah melihat jam di tangannya, Ikhsan mengajak Amanda untuk segera balik ke kantor. "Manda, bentar lagi udah masuk jam kantor. Balik yuk," ajak Ikhsan. "Cepet banget ya, Pak. Yaudah ayo ntar keburu masuk," jawab Amanda.**** "