Share

Bab 4

Author: Blessy
"Nggak usah ...." Liana menarik tangannya kembali.

Emily langsung menyela, "Sebenarnya, kamu yang seharusnya ikuti permainan-permainan ini. Tapi kamu sepertinya ada urusan lain, makanya aku gantikan kamu. Sekarang masih belum terlambat kok."

Emily berbicara dengan percaya diri, seolah-olah itu adalah kebenaran. Dia membungkuk dan mengelus kepala Kai. "Kai, biarkan mamamu temani kamu selesaikan permainan terakhir, ya?"

Begitu melihat Liana, ekspresi Kai langsung berubah jijik. Setelah mendengar kata-kata Emily, dia langsung bereaksi seperti kucing yang ekornya diinjak.

"Aku nggak mau main bareng dia! Suruh dia pergi! Siapa yang suruh dia datang kemari? Apa kamu diam-diam pasang alat pelacak di ponselku?" tuduh Kai dengan galak.

Liana merasa putranya ini terasa asing. Setiap kali berbicara, Kai selalu menghinanya. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi pikirannya dipenuhi dengan berbagai macam situasi di mana dirinya diabaikan dan tidak mendapat respons. Jadi, dia tetap diam.

"Liana, aku akan minta sopir mengantarmu ke toko perhiasan di sebelah." Leonard berdiri, lalu mengadang di depan Emily.

Pembawa acara baru saja memuji mereka bertiga. Sekarang, Liana yang merupakan istri sah malah tiba-tiba muncul. Apa Leonard takut kehadirannya akan menyebabkan Emily dituduh sebagai pelakor?

Liana menyadari pemikiran Leonard, lalu menoleh ke arah Emily yang membuat masalah tetapi malah dilindungi.

"Dia yang menyuruhku masuk, 'kan?" Liana sama sekali tidak berniat untuk masuk. Dia hanya sudah lelah dan tidak ingin terlibat dengan mereka lagi. Namun, itu tidak berarti dia bersedia ditindas orang dengan seenaknya.

Leonard mengerutkan kening dan merendahkan suaranya, "Jangan merajuk di sini. Jarang-jarang Kai sesenang ini."

Merajuk? Apa yang dikatakannya hingga membuatnya terlihat merajuk? Liana langsung mengerti dari mana Kai belajar memutarbalikkan fakta.

"Permainan akan segera dimulai. Kalau nggak pergi sekarang, kalian akan terlambat. Liana, cepat bawa Kai ke sana. Aku akan tunggu di luar," kata Emily sambil berjalan keluar. Saat melewati pagar yang bahkan tidak setinggi lutut, dia tiba-tiba terhuyung.

"Ah!"

Leonard segera menghampirinya untuk memapahnya. "Emily, ada apa?"

Kai juga berlari menghampiri Emily.

Emily mengerutkan kening dan terlihat kesakitan. Namun, dia tetap tersenyum pada Kai. "Kai, main bareng mamamu, ya? Kamu sudah janji akan dapatkan hadiah untukku hari ini."

Kai menoleh ke arah Liana, lalu menatap Emily lagi, dan akhirnya mengangguk dengan enggan.

Liana mendengar Kai mendesaknya naik ke panggung, lalu menghela napas panjang. Dia akan anggap ini terakhir kalinya dia menemani Kai bermain.

Permainan itu adalah berjalan di atas jembatan keseimbangan sambil memindahkan benda-benda ke sisi lain. Keseimbangan Liana pada dasarnya tidak terlalu bagus. Jadi, dia berjalan sedikit lebih lambat.

Kai terus mendesak Liana. Melihat semua orang sudah hampir menyelesaikan misi sementara dia belum, dia tahu dirinya tidak akan mendapatkan hadiah dan merasa marah. Begitu Liana melangkah ke atas, dia pun dengan sengaja melompat-lompat di atas jembatan keseimbangan dari sisinya.

Liana awalnya berjalan dengan hati-hati. Goyangan yang tiba-tiba itu menyebabkannya jatuh dari jembatan keseimbangan. Di taman bermain anak-anak, jembatan keseimbangan itu tidak terlalu tinggi, tetapi ada banyak balok mainan di bawahnya. Rasa sakit yang tajam langsung menjalar di betisnya.

"Sial banget! Ini semua salahmu! Gara-gara kamu, aku nggak dapat hadiahnya!" maki Kai. Kemudian, dia langsung berlari ke arah Emily.

Ketika keluar, Liana mendengar Emily menghibur Kai. Dia mengatakan mereka bisa datang lagi lain kali.

Leonard melihatnya dan mengerutkan kening. "Kenapa kamu bahkan nggak bisa berlari lebih cepat dari anak kecil?"

Baru saja Liana hendak berbicara, Emily berdiri dan langsung meringis begitu menarik otot betisnya. Leonard segera menoleh.

"Aku akan bawa kamu ke rumah sakit." Leonard langsung menggendong Emily dan membawanya keluar.

Kai mengambil tas Emily dan mengikuti mereka.

Tidak ada yang memedulikan Liana. Dia membungkuk dan menarik celana panjangnya untuk memeriksa cederanya. Kakinya sudah memar, tetapi rasa sakit di kakinya masih belum seberapa jika dibandingkan dengan rasa sakit di hatinya.

Liana berjalan keluar dari mal dengan lambat dan menyadari mobil Leonard masih ada di sana. Dia pun merasa bingung.

Jendela mobil diturunkan dan Leonard mendesaknya, "Masih nggak mau masuk?"

Liana melirik Kai yang duduk di kursi penumpang, lalu membuka pintu belakang. Dia melihat Emily duduk dengan satu kaki terentang di kursi.

"Aku harus duduk di mana?" tanya Liana.

Emily segera meminta maaf, "Maaf, kakiku sepertinya nggak bisa ditekuk. Sebaiknya aku naik taksi saja ke rumah sakit."

Saat berbicara, Emily mencoba keluar dari mobil.

"Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Keadaanmu akan makin parah kalau kamu terus begini!" tegur Leonard dengan lembut. Kemudian, dia melirik Kai.

"Aku nggak mau dia pangku aku!"

Ekspresi Leonard pun berubah menjadi agak muram.

Liana benar-benar sudah lelah dengan tingkah mereka. Dia menutup pintu mobil dan berkata, "Aku akan naik taksi."

Leonard ragu sejenak, lalu menyahut, "Aku akan minta sopir menjemputmu."

Tanpa menunggu jawaban Liana, Leonard langsung menyalakan mesin mobil setelah mendengar rintihan kesakitan Emily.

Melihat mobil yang melaju dengan kencang itu, Liana harus mengakui bahwa hatinya masih terasa sakit. Untungnya, dia sudah memutuskan untuk pergi jauh.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 24 

    Setelah memastikan bahwa luka Alice tidak serius, Liana menyerahkannya kepada Kian dan langsung pergi ke ruang kerja. Dia baru keluar setelah tengah malam.Dari tadi, Kian telah menunggu Liana di luar. Melihat Liana masih marah, dia berkata dengan khawatir, "Liana, biarkanlah aku melakukan sesuatu.""Kamu sudah membantuku dengan menjaga Alice. Ini adalah sesuatu yang harus kulakukan sendiri." Liana tidak ingin melibatkan Kian.Kian pun memeluk Liana dalam diam.Tidak ada perusahaan yang benar-benar bersih. Dalam lima tahun terakhir, Liana telah membantu menangani banyak urusan perusahaan. Terutama setelah Emily kembali, waktu yang dihabiskan Leonard di kantor tidak sampai dua jam sehari. Dia selalu menangani semua dokumen yang diperlukan dari jarak jauh. Jadi, sangat mudah baginya untuk menimbulkan sedikit masalah bagi Leonard.Kian meliburkan Liana dari pekerjaan perusahaan, juga mencoba menyelesaikan pekerjaan dengan cepat setiap hari agar bisa pulang untuk menemaninya. Dia memindahk

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 23 

    Sesampainya di rumah, Liana sudah lumayan sadar dari mabuknya. Dia memperhatikan Kian menidurkan Alice, lalu duduk di depannya."Kalau sedih, nangis saja." Kian membuatkan air madu untuk Liana, lalu dengan penuh perhatian membuka sebungkus tisu baru.Liana tidak ingin menangis. Tidak ada yang perlu ditangisi. Dia hanya ingin bertanya, "Kamu yang suruh Alice panggil kamu papa?" Kian mengangguk. "Emm. Aku nggak tahan lagi lihat orang itu, tapi kamu melarangku ikut campur. Jadi, aku cuma kepikiran solusi itu. Kalau kamu nggak senang, aku akan suruh Alice jangan panggil aku begitu lagi." Solusi apanya! Itu jelas-jelas adalah pukulan psikologis.Kata-kata Alice mengenai "Papa nggak pernah buat Mama sedih" terus berputar di pikiran Liana. Dia menatap Kian yang lembut dan penuh perhatian, lalu berujar, "Kamu suka dipanggil begitu, sedangkan dia juga bersedia panggil begitu. Ya biarkan saja dia lanjut panggil begitu."Untuk sesaat, Kian masih belum tersadar. Setelah beberapa detik, dia terli

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 22 

    Liana yang tadinya bersandar pada Kian sambil tersenyum tiba-tiba bersikap dingin dan menjaga jarak ketika melihat Leonard. Melihat hal ini, hati Leonard dipenuhi perasaan campur aduk, seperti bumbu yang tidak sengaja ditumpahkan. Dia masih tidak percaya bahwa Liana benar-benar mampu merelakan hubungan yang telah mereka jalin selama lima tahun."Liana, kamu benar-benar sudah yakin? Kamu mau kita jadi orang asing?" tanya Leonard."Leonard, kalau otakmu bermasalah, pergilah ke rumah sakit. Apa aku terlihat seperti orang yang ingin melanjutkan hubungan ini?" Nada Liana dipenuhi dengan rasa jijik yang tak tersembunyi. Apakah dia belum menunjukkannya dengan cukup jelas, sehingga Leonard masih tidak percaya bahwa dia ingin memutuskan semua hubungan dengan Leonard?Leonard merasa hatinya bagai disayat pisau. "Lalu, apa arti kebersamaan kita selama lima tahun terakhir? Kamu bilang kamu menyukaiku dan mau bersamaku. Kamu selamatkan aku dari kecelakaan, juga merawatku waktu aku sakit.""Selain i

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 21 

    Rumah Kian tidak jauh dari perusahaan, hanya sekitar sepuluh menit berkendara. Rumah itu tidak terlalu besar, tetapi didekorasi dengan sangat hangat.Alice sangat menyukai sofa besar di ruang tamu. Dia berguling-guling di atasnya dan enggan untuk bangun."Mama, boleh nggak kita tidur di sofa malam ini?" tanya Alice dengan penuh harap."Boleh. Aku akan ambilkan selimut untuk kalian," jawab Kian. Kemudian, dia masuk ke kamar untuk mengambil selimut.Setelah berguling-guling di sofa lagi, Alice berseru dengan sangat kuat, "Terima kasih, Paman Kian! Paman Kian benar-benar baik!" Liana memandang Alice. Ketika baru mengadopsi gadis kecil ini, Alice masih sangat pemalu dan selalu menempel padanya, juga merasa tidak aman tanpa dirinya. Akhir-akhir ini, Alice dirawat dengan sangat baik dan menjadi jauh lebih berani. Kadang-kadang, ketika Liana sibuk, dia akan pergi mencari Kian sendiri."Kamu suka sama Paman Kian?" tanya Liana mencubit pipinya.Alice mengangguk tiada henti. Kemudian, dia berb

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 20

    Liana berbalik dan pergi dengan tegas.Leonard tidak bisa masuk ke gedung perusahaan dan hanya bisa menunggu di lantai bawah.Kian secara khusus menyuruh sopirnya menurunkan Alice dari tempat parkir samping, sekaligus memberi tahu Liana, "Leonard sepertinya lagi cari tempat tinggal di kompleks apartemenmu. Dia sepertinya mau jadi tetanggamu." Alice mengedipkan matanya. Meskipun masih kecil, dia mengingat nama itu. Dia menatap ibunya dan bertanya dengan bingung, "Mama, apa itu Papa?""Bukan, dia cuma orang asing. Waktu ketemu sama dia kelak, jangan percaya pada apa pun yang dia katakan atau ikut dengannya," pesan Liana sambil mengelus kepala Alice.Alice mengangguk patuh, lalu dibujuk untuk pergi bermain di samping. Liana mengerutkan kening. Dia tidak takut pada Leonard, tetapi Leonard yang selalu mengusiknya sangat berpengaruh pada kehidupannya."Mau nginap di tempatku beberapa hari? Kompleksku punya keamanan yang baik," tanya Kian ragu-ragu. Saat Liana menoleh, dia menambahkan, "Aku

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 19

    "Terima kasih," kata Liana kepada Kian.Kian menatapnya. "Liana, barusan ....""Seperti yang kamu lihat. Aku dan Leonard sudah hidup bersama selama lima tahun, juga punya seorang anak. Terima kasih atas perhatianmu selama beberapa hari terakhir. Besok, aku akan sewa pengasuh. Kamu nggak perlu antar jemput Alice lagi," ujar Liana dengan sopan."Liana!" Melihat Liana yang mencoba menjaga jarak dengannya, Kian menarik tangannya dengan agak marah. "Sejak kamu masuk kerja, aku tahu kamu punya keluarga dan anak. Kalau aku peduli tentang itu, aku nggak akan berusaha keras untuk bersikap baik padamu dan Alice."Liana menatapnya dan menyahut dengan nada tanpa emosi, "Tapi, kamu juga sudah melihatnya. Leonard punya dukungan Grup Hadinata. Dia orang yang keras kepala. Kalau dia melampiaskan amarahnya padamu, itu bisa membahayakan perusahaanmu ...." Kian tiba-tiba tertawa dan berkata dengan yakin, "Liana, kamu bukannya sama sekali nggak menaruh perasaan padaku, 'kan? Kamu mengkhawatirkanku." Sor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status