Share

Bab 3

Author: Blessy
Jika ada orang di Kota Santara yang tidak bisa Liana lepaskan, itu adalah direktur panti asuhan.

Direktur panti asuhan adalah seorang wanita paruh baya yang sebagian rambutnya sudah beruban, tetapi sangat baik. Ketika mendengar Liana mengatakan ingin bercerai, dia tidak menanyakan apa pun, hanya memegang tangan Liana dan menghibur, "Kalau sudah ambil keputusan, jalani saja semuanya dengan baik dan jangan menoleh lagi."

Liana mengangguk. Suasana hatinya yang murung sejak mengambil keputusan itu akhirnya membaik.

Kini, Liana telah menjalani transplantasi hati dan memiliki tubuh sehat yang selalu diimpikannya. Yang dia korbankan hanyalah sedikit penampilan fisiknya. Dia cerdas dan bijaksana, sehingga mampu hidup dengan baik bahkan di kota lain.

"Ngomong-ngomong, Alice baru saja tanya soal kamu beberapa hari yang lalu. Anak itu benar-benar menyukaimu, kamu ...." Direktur panti asuhan ragu sejenak sebelum melanjutkan, "Apa kamu masih mau mengadopsinya?"

Alice adalah seorang gadis kecil yang dilihat Liana di panti asuhan setahun yang lalu. Dia bertubuh kecil dan pemalu. Dengar-dengar, ayahnya meninggal dalam kecelakaan konstruksi. Saat mencari keadilan, ibunya jatuh dalam aksi dorong-dorongan dan meninggal karena pendarahan otak.

Liana merasa kasihan pada Alice dan ingin mengadopsinya. Dia pun membicarakannya dengan Leonard, sedangkan Leonard setuju tanpa ragu. Sementara dia mengurus dokumen adopsi, Leonard selalu sibuk menangani sesuatu dan menunda hal ini. Akhirnya, dia pun lelah dan hal ini masih belum terselesaikan.

Sebenarnya, Leonard juga tidak terlalu sibuk hingga tidak bisa menemani Liana ke dinas sosial. Hanya saja, perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Emily.

Setelah mengobrol sebentar dengan direktur panti asuhan, suasana hati Liana pun membaik. Dalam perjalanan pulang, dia melewati sebuah mal dan langsung melihat Kai yang sedang bermain riang dengan Emily di balik kaca.

Saat ini, Leonard, pria yang agak terobsesi pada kebersihan, sama sekali tidak peduli dengan pasir kotor di taman hiburan. Dia setengah berjongkok di samping Emily untuk melindunginya, seolah takut ada anak-anak yang mungkin menabraknya.

Pikiran Liana pun melayang.

Ketika baru melahirkan anak, Liana dan Leonard sempat memiliki masa-masa serupa. Saat itu, dia baru menjadi seorang ibu dan takut dirinya tidak dapat menjalankan peran itu dengan baik. Ditambah dengan kesehatan yang belum pulih pascamelahirkan, dia selalu cemas dan tidak bisa tidur di malam hari.

Leonard tetap berada di sisinya dengan sabar. Dia menghibur anak sambil meyakinkan Liana. Tidak peduli apa pun yang Liana lakukan, dia adalah ibu Kai. Leonard mengatakan bahwa dia percaya pada Liana.

"Selamat, Kai! Kamu berhasil meraih juara pertama! Kamu hebat banget! Kalau boleh tahu, kenapa kamu bisa begitu hebat?"

Suara pembawa acara terdengar melalui mikrofon dan membawa Liana kembali ke kenyataan.

Liana melihat Kai memegang mikrofon dan menatap Leonard serta Emily yang berdiri berdampingan di antara penonton dengan mata berbinar. Dia menjawab dengan bangga dan tanpa ragu, "Karena papa dan mamaku juga hebat, makanya aku juga hebat!"

Kai memanggil Emily "mama".

Liana pun tertawa terbahak-bahak. Air mata menggenang di matanya. Untungnya, dia sudah memutuskan untuk menyerahkan hak asuh Kai. Jika tidak, mendengar kata-kata itu sekarang akan sangat menyakitkan!

Liana menarik napas dalam-dalam. Dia makin yakin bahwa keputusannya untuk meninggalkan mereka sangat tepat dan bijak.

Pembawa acara memuji Kai adalah anak yang sopan dan berperilaku baik, juga mengatakan bahwa Leonard dan Emily adalah pasangan yang serasi.

"Kalau begitu, Kai, apa kamu yakin bisa memenangkan babak selanjutnya?"

Kai mengangguk berulang kali.

Liana tidak ingin menonton lagi. Dia pun berbalik dan pergi.

"Liana?" Suara Emily yang agak bingung terdengar dari belakang.

Liana mencoba berpura-pura tidak mendengarnya, tetapi Emily memanggil lebih keras lagi. "Liana, kamu juga ada di sini, ya. Kebetulan banget! Kai masih harus selesaikan satu permainan lagi. Masuklah!"

Sambil berbicara, Emily melangkah maju dan menarik Liana masuk.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 24 

    Setelah memastikan bahwa luka Alice tidak serius, Liana menyerahkannya kepada Kian dan langsung pergi ke ruang kerja. Dia baru keluar setelah tengah malam.Dari tadi, Kian telah menunggu Liana di luar. Melihat Liana masih marah, dia berkata dengan khawatir, "Liana, biarkanlah aku melakukan sesuatu.""Kamu sudah membantuku dengan menjaga Alice. Ini adalah sesuatu yang harus kulakukan sendiri." Liana tidak ingin melibatkan Kian.Kian pun memeluk Liana dalam diam.Tidak ada perusahaan yang benar-benar bersih. Dalam lima tahun terakhir, Liana telah membantu menangani banyak urusan perusahaan. Terutama setelah Emily kembali, waktu yang dihabiskan Leonard di kantor tidak sampai dua jam sehari. Dia selalu menangani semua dokumen yang diperlukan dari jarak jauh. Jadi, sangat mudah baginya untuk menimbulkan sedikit masalah bagi Leonard.Kian meliburkan Liana dari pekerjaan perusahaan, juga mencoba menyelesaikan pekerjaan dengan cepat setiap hari agar bisa pulang untuk menemaninya. Dia memindahk

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 23 

    Sesampainya di rumah, Liana sudah lumayan sadar dari mabuknya. Dia memperhatikan Kian menidurkan Alice, lalu duduk di depannya."Kalau sedih, nangis saja." Kian membuatkan air madu untuk Liana, lalu dengan penuh perhatian membuka sebungkus tisu baru.Liana tidak ingin menangis. Tidak ada yang perlu ditangisi. Dia hanya ingin bertanya, "Kamu yang suruh Alice panggil kamu papa?" Kian mengangguk. "Emm. Aku nggak tahan lagi lihat orang itu, tapi kamu melarangku ikut campur. Jadi, aku cuma kepikiran solusi itu. Kalau kamu nggak senang, aku akan suruh Alice jangan panggil aku begitu lagi." Solusi apanya! Itu jelas-jelas adalah pukulan psikologis.Kata-kata Alice mengenai "Papa nggak pernah buat Mama sedih" terus berputar di pikiran Liana. Dia menatap Kian yang lembut dan penuh perhatian, lalu berujar, "Kamu suka dipanggil begitu, sedangkan dia juga bersedia panggil begitu. Ya biarkan saja dia lanjut panggil begitu."Untuk sesaat, Kian masih belum tersadar. Setelah beberapa detik, dia terli

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 22 

    Liana yang tadinya bersandar pada Kian sambil tersenyum tiba-tiba bersikap dingin dan menjaga jarak ketika melihat Leonard. Melihat hal ini, hati Leonard dipenuhi perasaan campur aduk, seperti bumbu yang tidak sengaja ditumpahkan. Dia masih tidak percaya bahwa Liana benar-benar mampu merelakan hubungan yang telah mereka jalin selama lima tahun."Liana, kamu benar-benar sudah yakin? Kamu mau kita jadi orang asing?" tanya Leonard."Leonard, kalau otakmu bermasalah, pergilah ke rumah sakit. Apa aku terlihat seperti orang yang ingin melanjutkan hubungan ini?" Nada Liana dipenuhi dengan rasa jijik yang tak tersembunyi. Apakah dia belum menunjukkannya dengan cukup jelas, sehingga Leonard masih tidak percaya bahwa dia ingin memutuskan semua hubungan dengan Leonard?Leonard merasa hatinya bagai disayat pisau. "Lalu, apa arti kebersamaan kita selama lima tahun terakhir? Kamu bilang kamu menyukaiku dan mau bersamaku. Kamu selamatkan aku dari kecelakaan, juga merawatku waktu aku sakit.""Selain i

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 21 

    Rumah Kian tidak jauh dari perusahaan, hanya sekitar sepuluh menit berkendara. Rumah itu tidak terlalu besar, tetapi didekorasi dengan sangat hangat.Alice sangat menyukai sofa besar di ruang tamu. Dia berguling-guling di atasnya dan enggan untuk bangun."Mama, boleh nggak kita tidur di sofa malam ini?" tanya Alice dengan penuh harap."Boleh. Aku akan ambilkan selimut untuk kalian," jawab Kian. Kemudian, dia masuk ke kamar untuk mengambil selimut.Setelah berguling-guling di sofa lagi, Alice berseru dengan sangat kuat, "Terima kasih, Paman Kian! Paman Kian benar-benar baik!" Liana memandang Alice. Ketika baru mengadopsi gadis kecil ini, Alice masih sangat pemalu dan selalu menempel padanya, juga merasa tidak aman tanpa dirinya. Akhir-akhir ini, Alice dirawat dengan sangat baik dan menjadi jauh lebih berani. Kadang-kadang, ketika Liana sibuk, dia akan pergi mencari Kian sendiri."Kamu suka sama Paman Kian?" tanya Liana mencubit pipinya.Alice mengangguk tiada henti. Kemudian, dia berb

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 20

    Liana berbalik dan pergi dengan tegas.Leonard tidak bisa masuk ke gedung perusahaan dan hanya bisa menunggu di lantai bawah.Kian secara khusus menyuruh sopirnya menurunkan Alice dari tempat parkir samping, sekaligus memberi tahu Liana, "Leonard sepertinya lagi cari tempat tinggal di kompleks apartemenmu. Dia sepertinya mau jadi tetanggamu." Alice mengedipkan matanya. Meskipun masih kecil, dia mengingat nama itu. Dia menatap ibunya dan bertanya dengan bingung, "Mama, apa itu Papa?""Bukan, dia cuma orang asing. Waktu ketemu sama dia kelak, jangan percaya pada apa pun yang dia katakan atau ikut dengannya," pesan Liana sambil mengelus kepala Alice.Alice mengangguk patuh, lalu dibujuk untuk pergi bermain di samping. Liana mengerutkan kening. Dia tidak takut pada Leonard, tetapi Leonard yang selalu mengusiknya sangat berpengaruh pada kehidupannya."Mau nginap di tempatku beberapa hari? Kompleksku punya keamanan yang baik," tanya Kian ragu-ragu. Saat Liana menoleh, dia menambahkan, "Aku

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 19

    "Terima kasih," kata Liana kepada Kian.Kian menatapnya. "Liana, barusan ....""Seperti yang kamu lihat. Aku dan Leonard sudah hidup bersama selama lima tahun, juga punya seorang anak. Terima kasih atas perhatianmu selama beberapa hari terakhir. Besok, aku akan sewa pengasuh. Kamu nggak perlu antar jemput Alice lagi," ujar Liana dengan sopan."Liana!" Melihat Liana yang mencoba menjaga jarak dengannya, Kian menarik tangannya dengan agak marah. "Sejak kamu masuk kerja, aku tahu kamu punya keluarga dan anak. Kalau aku peduli tentang itu, aku nggak akan berusaha keras untuk bersikap baik padamu dan Alice."Liana menatapnya dan menyahut dengan nada tanpa emosi, "Tapi, kamu juga sudah melihatnya. Leonard punya dukungan Grup Hadinata. Dia orang yang keras kepala. Kalau dia melampiaskan amarahnya padamu, itu bisa membahayakan perusahaanmu ...." Kian tiba-tiba tertawa dan berkata dengan yakin, "Liana, kamu bukannya sama sekali nggak menaruh perasaan padaku, 'kan? Kamu mengkhawatirkanku." Sor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status