Awas baper!
"Khair, kamu benar-benar mau memberikan mahar ke Lena dan Pak Santoso sebanyak itu?" tanya Mama Reta setelah mereka sampai di rumah. Wajahnya tampak menginterogasi layaknya hakim yang sedang berhadapan dengan terdakwa. Sekejap kemudian, perempuan itu melempar tas-nya yang cukup bermerk dengan sembarangan.
"Iya, Ma. Memangnya kenapa?" tanya Khair polos. Dia sama sekali tidak merasa tindakannya adalah sebuah kesalahan.
"Awalnya memang Mama setuju, tapi kayanya kamu harus pikir-pikir dulu. Mahar 15 juta rupiah bukan uang sedikit, terlalu mahal jika diberikan pada wanita bekas orang lain," ujar Mama Reta. Nada suaranya terdengar mengejek, seolah Lena memang serendah itu di matanya.
"Ma, Lena jauh lebih berharga dari itu," tandas Khair.
"Terserah lah! Ini kalau orang sudah dibutakan sama cinta, pikirannya jadi nggak berfungsi dengan baik!" tukas Mama Reta sinis. Perempuan itu membenarkan letak kacamatanya dengan gaya angkuh. Lalu, beranjak meninggalkan Khair.
Khair mengusap wajahnya kasar seraya beristighfar. Dia pikir setelah Mama Reta memberikan restu pada pernikahannya, semuanya akan menjadi mudah. Namun, dia salah, situasi tetap saja sulit.
***
Satu minggu kemudian.
Akhirnya hari yang ditunggu pun tiba. Khair dan Lena menjadi suami istri yang sah di mata agama dan negara. Acara tidak digelar di gedung mewah, melainkan di rumah Khair dan hanya dihadiri beberapa kerabat dan tetangga saja. Khair dan Lena memang lebih suka acaranya dibuat sederhana.
Pak Santoso sudah pulang selepas menjadi wali nikah untuk anak satu-satunya. Sementara papa Khair tidak hadir, Fatimah--adik Khair yang kuliah di luar negeri juga baru akan pulang beberapa minggu lagi. Karena kesibukannya, ditambah jarak tempuh yang cukup jauh antara tempat kuliah Fatimah dengan rumah Khair membuat kepulangan gadis itu sedikit terlambat.
Waktu terasa berjalan begitu cepat bagi calon pengantin untuk menuju ikatan halal, apalagi Khair dan Lena belum banyak memahami tentang diri mereka masing-masing. Sehingga kecanggungan terjadi antara mereka berdua.
Lena duduk di tepi ranjang setelah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan lingerie berwarna merah delima. Dia pikir setelah para tamu pulang suaminya akan memulai malam pertama mereka, tapi ternyata ...
Khair masuk ke dalam kamar dan melewatinya begitu saja. Lelaki itu mengambil kemeja dan sarung lalu membawanya menuju kamar mandi tanpa menoleh ke arah Lena sedikitpun.
Lena tersenyum masam. Dia terlalu berharap dan melupakan jati dirinya sebagai bekas wanita malam. Jelas saja Khair tidak mau menyentuh perempuan hina seperti dirinya.
Lena menepis perasaannya, berusaha menenangkan hatinya sendiri dengan mengalihkan pikirannya. Dia mengamati ruangan kamar Khair yang penuh dengan gambar kaligrafi. Entah mengapa Lena justru merasa hatinya nyaman dan sejuk berada di kamar ini. Ruangannya sangat rapi, beberapa Al-Qur'an dan tasbih bertengger manis di atas meja kecil yang terbuat dari kayu.
Saat Lena tengah bergulat dengan pikirannya, Khair keluar setelah beberapa menit berada di kamar mandi. Dia terlihat memakai pakaian rapi, rambutnya basah, sepertinya baru selesai wudu. Khair mengambil peci yang dia letakkan di atas ranjang dan memakainya. "Wudulah Lena, kita salat isya berjamaah," titahnya seraya menggelar sajadah.
Lena hanya diam mematung. Dia sudah lama tidak berwudu apalagi salat, dan itu membuatnya lupa cara melakukannya.
"Lena, kamu nggak dengar Mas?" Untuk pertama kalinya Khair merubah cara bicaranya pada Lena. Karena sekarang wanita itu telah menjadi istri sekaligus tanggungjawabnya. Jadi Khair harus bersikap lebih lembut. Sejatinya wanita itu terbuat dari tulang rusuk yang bengkok pada bagian atasnya. Sehingga agar tulang itu tidak patah, kita tidak usah bersikeras meluruskannya.
Lena terperangah. Apa Khair akan memarahi dirinya yang tidak tahu apa-apa itu?
Namun, di luar dugaan Lena. Khair malah menghampiri Lena dan berjongkok di depan perempuan itu. "Kenapa, Sayang?" tanyanya lembut seraya membelai pipi Lena. Membuat perempuan itu memiliki cukup keberanian untuk berterus terang. Lena mengangkat sedikit dagunya, menatap lekat manik mata Khair yang begitu teduh. "Saya nggak bisa wudu dan lupa caranya melakukan salat," lirihnya.
"Mari Mas ajari sampai bisa." Khair membantu Lena berdiri dan membawanya menuju kamar mandi.
"Kita mulai membaca basmallah dulu, cuci tangannya sampai ke sela-sela," ucap Khair setelah dia dan perempuan itu sampai ke tempat wudu.
Lena mengikuti arahan Khair dan mulai menyalakan kran air, tapi karena airnya terlalu besar, lingerie-nya jadi basah sebagian. Hal itu membuat Lena menggerutu kesal.
"Sabar, airnya yang sedang aja biar nggak basah semua," ucap Khair yang melihat istrinya sedikit emosi.
Lena menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Dia mulai berwudu dengan mengikuti arahan Khair. Setelah selesai mereka menuju tempat salat.
Khair berjalan menuju almari dan membukanya. Tak lama kemudian dia membawa mukena lengkap dengan sajadahnya. Khair dengan sabar memasangkan mukena itu di tubuh Lena. "Kita mulai salat isya-nya, ya. Kamu ikuti aja gerakan Mas," jelas Khair.
Awalnya Lena menyikapinya biasa saja. Dia hanya mengikuti apa yang dikatakan suaminya. Namun, saat mendengar bacaan Khair hatinya terasa bergetar. Suara Khair terdengar fasih dan menentramkan hatinya. Sejenak dunia Lena serasa berhenti, hanyut bersama lantunan suara merdu suaminya.
Rakaat demi rakaat telah berlalu dengan begitu khusyuk.
Setelah berzikir Khair mendekat ke arah Lena. Mengusap kepala perempuan itu dan membacakan doa untuknya. 'Baarakallahu likulli minnaa fii shaahibihi.
Semoga Allah memberi keberkahan masing-masing dari kita dalam permasalahan pasangannya.'Lena mematung. Dia menunduk merasakan deru napas Khair yang berembus teratur, entah mengapa jantungnya berdegup kencang. Dia merasa begitu nyaman saat berada di dekat Khair. Tak terasa sebulir air mata jatuh mengenai mukenanya. Sungguh, Lena tak ingin jauh dari suaminya. "Mas ingin memulainya?" lirih Lena saat Khair selesai membacakan doa.
Namun, Khair justru tersenyum menampakkan barisan giginya yang rapi dan putih. Sejenak Lena terjerat dalam senyum dan pesona suaminya. Hingga perkataan Khair membuat dunianya serasa runtuh. "Kita lakukan besok. Tidurlah! Kamu pasti lelah," ucap Khair seraya keluar dari kamarnya.
Hati Lena perih, suaminya sendiri menunda untuk menyentuhnya. Mungkin besok Khair juga akan melakukan hal yang sama dengan hari ini. Lena menghapus air matanya lalu melepas mukena dan melipat benda itu dengan rapi. Dia terlalu percaya diri hingga hatinya merasakan sakit. Lena membaringkan tubuhnya di ranjang, mengumpulkan sisa-sisa energi untuk terus terlihat bahagia.
'Sebenarnya apa maksud Khair menikahi dirinya jika lelaki itu tidak ingin menyentuhnya?'
Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa rate dan review-nya, ya. Biar author makin semangat.
"Apa masih ada yang lain, Ai?" tanya Khair pada sekretarisnya. Kini dia sedang berada di kantor bersama Aida, untung ada pak satpam yang sedang berjaga. Sehingga mereka tidak hanya berdua saja.Khair terpaksa harus datang ke kantor malam-malam untuk menyelesaikan dan menandatangani berkas yang akan dipakai meeting besok pagi. Meja kerjanya tampak sangat berantakan, kertas dan dokumen berserakan di atasnya."Tidak ada, Pak. Sepertinya sudah selesai. Maaf, saya merusak malam pertama Bapak dengan Ibu Lena," ucap Aida seraya membereskan dokumen-dokumen kantor tersebut. Wajahnya tampak menyesal."Tidak masalah, kalau begitu saya pulang dulu. Kamu pesan taksi saja atau ojek online biar lebih cepat sampai rumah," tutup Khair seraya bergegas menuju pelataran kantor. Bukan Khair tidak ingin mengantar Aida, hanya saja dia harus menjaga perasaan Lena. Mengingat ini belum terlalu malam, masih banyak kendaraan dan angkutan umum yang lewat. Jadi kemungkinan Aida tidak terlalu
"Mana istrimu? Belum bangun?" tanya Mama Reta."Sudah kok, Ma. Sebentar lagi turun." Khair mengambil nasi dan mulai memasukkannya ke dalam piring."Kamu jangan diam aja dong, Khair! Kalau punya istri itu dinasehatin. Masa hari pertama jam segini belum turun juga. Mau sampai kapan dia malas-malasan kaya gitu? Bikin enek mama lihatnya. Apa gunanya punya istri kalau kamu melakukan apa-apa sendiri?" gerutu Mama Reta, tapi Khair hanya diam dan menikmati sarapan."Namanya juga pengantin baru, Nya," celetuk Bi inah."Halah!! Tahu apa kamu soal pengantin baru? Kayak pernah nikah aja!" ceplos Mama Reta.Bi Inah langsung diam. Apa yang dikatakan Mama Reta benar adanya. Dia memang belum pernah menikah sama sekali, meski usianya sudah semakin tua."Halo, Ma! Pagi," sapa Lena dengan senyumnya yang mengembang. Perasaannya sedang bahagia sebab berhasil menggoda Khair. Lena langsung menarik kursi, lalu mendudukinya. Tanpa Lena sadari
"Lebih baik Mas Khair keluar saja. Saya sedang ingin sendiri." Lena mendongakkan kepala, menatap sekeliling yang tampak buram akibat air mata yang menghalangi pandangannya."Baiklah! Tapi sebelumnya Mas ingin menanyakan satu hal padamu." Khair duduk di samping Lena, mensejajarkan dirinya dengan perempuan itu.Lena tidak menjawab, dia justru semakin terisak."Kenapa Lena mau menikah dengan Mas?" tanya Khair lembut. Lelaki itu mengusap pelan pundak istrinya."Karena saya ingin hidup dengan Mas Khair lah!" lirih Lena."Nah, jika Lena ingin terus hidup bersama Mas, ini adalah ujian yang harus dihadapi. Lena, perlu kamu tahu, pernikahan adalah perjanjian yang besar di hadapan Allah SWT dan orang-orang yang hadir untuk meng-aminkan doa kita. Semua yang terjadi di dalam pernikahan adalah pahala, ibadah terlama dalam hidup kita. Karena imbalannya surga maka ujiannya juga tidak mudah. Jadi, untuk bisa terus mempertahankan rumah
Warning! 21+Harap yang masih di bawah umur bijaklah dalam membaca."Lena mana, Ma?" tanya Khair saat baru memasuki rumah."Ada di kamar, bertapa mungkin. Soalnya dari tadi nggak keluar-keluar," sahut Mama Reta enteng sambil terus memasukkan biskuit ke dalam mulutnya.Khair beranjak menuju kamar. Matanya menerawang seluruh sudut ruangan itu.Dia menatap iba seorang perempuan yang sedang berada di dekat jendela dengan sebuah buku di tangannya. Lena--gadis pemilik bulu mata lentik dan wajah oval yang mampu menjerat dirinya hingga terbuai rasa.Khair memang mempunyai banyak koleksi buku mulai dari yang bernuansa agama hingga novel percintaan."Sayang ...," panggilnya mesra, tetapi Lena hanya diam. Rupanya perempuan itu masih merajuk."Makan yuk! Mas lapar," lanjutnya seraya memeluk dari belakang tubuh sexy yang kini berbalut gamis lebar."Malas, Mas!" jawab Lena cuek dan melepas paksa pelukan s
Saat Khair akan masuk ke permainan inti, Lena justru menangis. Perlahan butiran bening terus saja mengalir dari sudut matanya, hingga membuat maskara Lena luntur.Tiba-tiba perasaan Lena hancur. Tubuhnya terasa lemas saat sadar ini bukan kali pertama dia melakukan hal seperti ini bersama seorang pria.Mahkota yang seharusnya disentuh suaminya telah terenggut sebab kebodohannya di masa lalu. Hati Lena terasa nyeri, dia merasa hina telah menodai pernikahannya.Khair menatap Lena dengan pandangan lembut dan menenangkan."Tidak akan ada noda di ranjang panas kita, Mas Khair akan menyesal pernah menikahi saya," lirih Lena pelan, membuat Khair menghentikan aktivitasnya. Mungkin Lena berpikir kalau Khair akan mengungkit masalah itu setelah permainan malamnya dengan Lena berakhir.Khair membaringkan badannya di samping Lena. Lalu, lelaki itu menarik selimut tebal guna menutupi tubuhnya dan perempuan itu. "Bagi Mas kamu t
"Sayang ...." Khair tiba-tiba memeluk tubuh istrinya, melingkarkan tangannya di pinggang perempuan itu hingga membuat Lena terkejut.Pasalnya ini sudah malam. Waktu Lena turun dari tangga tidak ada siapapun, televisi juga sudah dimatikan tinggal remotnya yang masih nangkring di atas meja.Bi Inah juga tidak kelihatan, mungkin sudah terlelap setelah lelah seharian bekerja. Lena tidak tega membangunkannya. Jadi dia memilih memasak untuk suaminya saat melihat makanan di meja tinggal sedikit."Mas Khair ngagetin aja," protesnya seraya mengerucutkan bibir."Lagi ngapain, sih? Kok lama banget ambil makanannya," ucap Khair seraya memandang punggung Lena yang putih dan mulus. Sepertinya perempuan itu tidak sadar jika resleting gamisnya hanya terkunci setengah.Khair mendekatkan wajah. Rambut Lena terasa menggelitik indra penciumannya, seketika dia mencium aroma vanili yang memabukkan.Lena membalikkan badannya dengan cepat sa
Lena menoleh seketika. Bukan hanya Lena saja, tetapi para wanita yang tadi sibuk membicarakannya juga menghentikan aktivitas mereka dan beralih menatap ke arah Khair seraya berbisik-bisik.Lena melihat Khair yang sudah berdiri di belakangnya, memakai celana pendek dan kaos polos yang dilapisi varsity juga sepatu vans berwarna hitam putih. Gaya lelaki itu terlihat lebih santai. "Mas belum berangkat?" tanyanya seraya membungkuk untuk meletakkan alat penyiram tanaman.Khair tersenyum sembari mengusap lengan Lena. "Sana ganti baju, Mas mau ajak kamu jalan-jalan," ucapnya lembut.Lena mengangguk, lalu bergegas masuk ke rumah."Mas Khair, yakin istri kamu sudah berhenti dari pekerjaan kotornya? Bisa jadi kalau kamu sedang pergi bekerja diam-diam dia ke kelab malam lo," celetuk Sofia.Sama-samar Lena masih mendengar suara mereka. Dia sudah berusaha sabar, tetapi sepertinya mereka memang tidak bisa dibiarkan begitu saja.Lena
"Khair, bawa istri kamu masuk! Jangan bikin Mama malu dengan kelakuannya!" Mama Reta melengos pergi setelah membayar belanjaannya.Tak lama kemudian, Khair berjalan ke arah Lena dan mendekati perempuan itu. "Kita masuk sekarang," pintanya dengan nada lembut.Sebenarnya Lena masih ingin menjambak rambut perempuan itu lebih keras lagi. Namun, dia tidak enak dengan suaminya.Perlahan Lena melepaskan tangan dari rambut perempuan yang mungkin sedikit lebih tua darinya.Sofia tampak mengusap-usap kepalanya sambil menatap sinis ke arah Lena, lalu menarik paksa ikat rambut yang terbuat dari karet gelang.Setelah karet gelang itu terlepas, dia menghampiri Raisa dan menarik tangan perempuan itu untuk pergi. Sepertinya mereka gagal belanja hari ini.Raisa yang sedari tadi hanya terbengong-bengong menurut saja, dia berjalan di samping Sofia dengan sesekali menengok ke belakang.Lena yang geregetan mengambil beberapa tomat dan sayuran lainnya dari