"Inah, tumben rasa masakannya beda?" Mama Reta memasukkan sendok yang sudah terisi nasi dan ayam kecap ke dalam mulutnya.
Seperti biasa setiap pagi mereka sarapan bersama. Lena sengaja bangun pagi dan membantu Bi Inah membuat makanan. Syukurlah, kalau keluarga Khair menyukai masakannya.
Khair tidak banyak bicara dan menikmati sarapan dengan lahap. Sedangkan Fatimah hanya mengaduk-aduk makanan di piring menggunakan sendok dan garpu dengan wajah tak berselera.
"Non Lena yang masak, Nya," jawab Bi Inah seraya menuangkan air putih ke dalam gelas.
"Oh, pantas rasanya biasa aja! Kamu nggak naruh racun di makanan kita kan?" tanya Mama Reta dengan tatapan menyelidik ke arah Lena.
"Nggak kok, Ma! Aman." Lena mengangkat jari telunjuk dan jempol ke udara membentuk bulatan. Dia tak lagi se-sensitif dulu, mungkin karena sudah terbiasa.
Mama Reta hanya melengos kesal menanggapi jawaban menantu yang tak diinginkannya itu.
"Kenapa nggak dimakan, Dek?
Cinta adalah rasa yang menggelora pada dinding hati, menempel bak pigura foto yang berbingkai rindu dan cemburu juga berhias rasa ragu.Begitulah orang-orang mengartikan rona merah muda pada hidup yang sedang berwarna.Nyatanya hal tersebut belum terjadi pada Melody, takdir sedang tidak berpihak padanya.Perempuan yang tengah duduk di depan meja rias itu masih menatap lamat-lamat dirinya sendiri. Sesekali dia menyusuri bayangan wajahnya di cermin menggunakan jemari."Tidak! Bagaimana jika suamimu dicintai perempuan lain?" gumamnya bermonolog.Patah hati sering membuat orang terkesan tidak waras. Betapa tidak? Mereka suka berbicara sendiri, sering mengejar sesuatu yang jelas sudah menjadi milik orang lain."Jika saat ini kamu masih memiliki rasa padanya Alangkah baiknya segera lepaskan sebelum semuanya terlanjur jauh." Begitulah penuturan bundanya, terdengar bijak sekali.Pertanyaannya, bagaimana cara melepaskan rasa yang masih mengika
"Mau belanja apa dulu, Mbak?" tanya Fatimah saat mereka berdua sampai di salah satu pusat perbelanjaan yang ada di kotanya."Banyak, sih, di rumah keperluan mandi sudah habis. Shampo, sabun sama sayuran juga sudah nggak ada di kulkas," jawab Lena."Mau belanja baju atau celana nggak, Mbak? Sepertinya ada diskon di sana," ujar Fatimah seraya menunjuk barisan pakaian yang sebagian digantung dan yang lainnya dalam keranjang dengan papan bertuliskan diskon 10%."Kamu aja yang belanja, ya. Mbak tunggu di sini." Lena menghempaskan diri di sofa yang berada tak jauh dari Fatimah belanja.Dia membiarkan adik iparnya mondar-mandir sendirian. Sebenarnya Lena juga tidak tega, tapi mau bagaimana lagi kakinya masih terasa lemas kalau berjalan jauh dan Khair malah membuat rencana tanpa sepengetahuannya.Tigapuluh menit kemudian, Fatimah menghampiri Lena dengan belanjaan dalam kantong plastik juga paperbag yang memenuhi kedua tangannya."Pesan minum y
Part 31"Mencari saya? Ada apa emangnya?" tanya Melody merasa tidak paham dengan kedatangan pria yang dulu adalah santri ayahnya dan kini sudah menjadi pengajar seperti dirinya.Pria itu terlihat gugup, tatapannya lurus memandang sisa kopi yang baru saja ditenggaknya. "Hmm, sebenarnya saya hanya ingin silaturrahmi saja," ujarnya kemudian."Oh, begitu rupanya. Sebentar saya panggilkan Abah dulu, Kang. Nggak enak kalau bicara berdua kaya gini." Melody berlalu pergi sebelum lawan bicaranya menjawab.Tak berselang lama, Bunda Soraya menghampiri pria tampan dengan tampilan sederhana tersebut.Dia adalah Kang Asep, salah satu santri kepercayaan Abah Mas'ud--Abah dari Melody. Kang Asep berasal dari desa, dia sudah mengabdi di pondok Abah Mas'ud sejak kecil.Dulu saat dia dan Melody masih kanak-kanak mereka sering main bersama. Namun, dia merasa entah mengapa kini Melody sengaja membatasi diri darinya.Melihat kehadiran Bunda Soraya, Kang Ase
Siapa bilang seseorang yang dihinakan akan selamanya menjadi buruk? Kita tidak pernah tahu kejutan apa yang akan Allah SWT hadirkan sebagai bentuk rahmat dan kasih sayangnya diwaktu mendatang.Maka sebisa mungkin cegah lisan kita agar tidak mencela orang lain. Karena bisa jadi suatu hari mereka yang kita anggap hina justru derajatnya lebih tinggi di mata Allah SWT.Khair duduk bersandar di kursi kerjanya. Laptop yang dia gunakan layarnya masih menyala menampilkan bentuk diagram warna-warni. Cangkir berukuran sedang bekas cappuccino masih bertengger manis di meja. Meskipun isinya sudah lenyap tak tersisa."Semoga bisa menjadi istri shalihah juga Mama yang baik untuk putra-putri kita," ujar Khair seraya memandangi pigura kecil yang tidak bermotif, hanya berbingkai warna putih dibagian pinggirnya.Seulas senyum terbit dari bibirnya kala melihat perempuan manis tengah memakai kebaya pengantin berdiri di samping dan memeluknya.Dia adalah Lena, perempua
"Nggak apa-apa, Mbak lagi butuh aja. Lagipula Mas Khair sudah belikan yang baru," ujar Lena yang pasti berdusta."Oh gitu? Ya udah, Mbak kita pulang sekarang aja. Oh, ya ngomong-ngomong tentang rahasia tadi jangan bilang dulu ke siapa-siapa ya, Mbak. Soalnya saya takut Mas Khair marah," pinta Fatimah."Hmm, ya tenang saja. Ayo kita pulang!" Lena berjalan ke luar toko diikuti Fatimah.***Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa usia pernikahan Lena dan Khair sudah hampir setengah tahun.Fatimah telah kembali ke luar negeri. Dia sempat menelepon Lena kalau tidak terjadi apa-apa dengan dirinya. Sepertinya perempuan itu tidak hamil, sayangnya kesucian yang terenggut itu juga tak akan pernah kembali. Dia sengaja menghindar dari Rehan untuk menenangkan hatinya."Sayang, lagi apa?" tanya Khair saat melihat Lena sedang menjerang air, tetapi pandangannya seperti kosong."Sayang?!" panggil Khair lagi, tetapi Lena masih tak kunjung menoleh
"Rumah sakit? Kamu lagi sakit, Sayang?" tanya Khair sambil menatap dalam ke arah Lena."Bukan, Mama mau istrimu itu periksa kandungan. Soalnya kalian sudah lama menikah dan belum ada tanda-tanda kalau dia hamil. Jangan-jangan dia mandul," tebak Mama Reta sambil menyipitkan matanya.Memang benar ketika mata dan hati kita sudah tertutup oleh rasa tidak suka, sebaik apapun perbuatan orang tersebut pada kita tetap saja terlihat buruk.Lisan itu serupa belati yang begitu tajam, hingga saat disengaja maupun tidak melukai hati rasa sakitnya akan sulit disembuhkan."Astaghfirullah, Ma. Maaf sebelumnya, Khair tidak bermaksud kurang ajar, tapi kami menikah belum ada satu tahun. Tolong jangan seperti ini, Ma. Kasihan Lena dia pasti tertekan," ujar Khair. Dia paham mengapa perempuan itu sampai tanpa sengaja menumpahkan air panas.Terkadang membicarakan perihal anak memang membuat hati wanita
"Enggak, Sayang. Ya Allah makin salah paham deh," sahut Khair sambil menghela napas dalam."Habis Mas Khair bilangnya gitu, gimana nggak bingung coba?" Lena mencebik kesal."Duduk dulu biar tenang." Khair menarik tangan Lena agar perempuan itu mengikuti dirinya."Diceritakan pada saat itu Nabi Zakaria AS dan istrinya sudah berusia lanjut dan belum memiliki keturunan. Sebagai seorang nabi, beliau tentu khawatir siapa yang akan menjadi penerusnya kelak dalam berdakwah ketika dirinya sudah tiada." Khair mulai menjelaskan maksud dari ucapannya agar sang istri tidak terus salah paham."Nabi Zakaria AS pun selalu berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniai keturunan sebagaimana dalam kisah Nabi Ibrahim AS yang telah dikaruniai putra dari istri pertamanya yaitu Siti Sarah. Doa yang dipanjatkan Nabi Zakaria AS penuh dengan kesabaran juga kepasrahan. Beliau memohon agar segera diberi keturunan yang shaleh sehingga kelak bisa menggantikannya dalam mengajak kaumnya untu
"Kamu kok ngomongnya gitu, sih Zoy?" tanya Lena dengan mata berkaca-kaca."Aduh, salah ngomong lagi gue," gumam Zoya sambil memalingkan wajah. "Emm, maaf ya Len, gue nggak ada maksud apa-apa kok. Udah nggak usah sedih ini udah sampai rumah sakit. Yuk turun, ntar suami lo marah lagi kalau pulang kelamaan."***"Bagaimana hasilnya, Dok? Apa saya bisa memiliki anak dalam waktu cepat?" tanya Lena dengan hati berdebar-debar."Haduh, pertanyaan Lo itu bikin gue pening tahu nggak. Perasaan baru nikah kemarin," timpal Zoya."Udah diam!" sentak Lena.Zoya hanya bisa menelan saliva kasar, ternyata Lena belum sepenuhnya berubah. Dia kadang masih sama arogannya seperti dulu."Maaf sebelumnya, apa Ibu Lena ini dulunya seorang perokok atau suka mengonsumsi minuman yang mengandung alkohol?" tanya Dokter di hadapan Lena yang membuat perasaannya semakin tidak enak."Iya, Dokter," jawabnya begitu lirih."Begini, Bu. Pola hidup kadang juga