Sejak kepergian Fara, kondisi psikisku mulai terganggu. Aku merasa benar-benar terpuruk hingga menolak bicara selama berhari-hari. Bukan karena sengaja. Aku memang tak punya minat untuk berinteraksi dengan siapa pun. Apa yang mereka lakukan pada Fara-ku. Sejak saat itu aku memilih untuk menjaga jarak dari mama dan papa. Aku membenci keputusan mereka yang tak memikirkan perasaanku juga nasib Fara yang tak kuketahui hingga detik ini. Sepekan setelah kepergian Fara, aku jatuh sakit. Berulang kali papa dan mama membawaku ke rumah sakit untuk berobat. Namun, dokter mengatakan bahwa aku tak memiliki penyakit serius, hanya butuh asupan makanan yang mencukupi kebutuhan tubuhku. Tapi bukan berarti pada saat itu aku kekurangan nutrisi berlebih. Bukan hanya satu rumah sakit. Papa bahkan membawaku ke rumah sakit terbaik dan termahal di kota ini. Hal yang sama mereka katakan pada papa. Entah mengapa seolah sulit memungsikan organ pernapasan dan seolah sesuatu sedang mencengkeram jantungku. Namun,
POV HafsaMas Akram menjelaskan panjang lebar kepadaku tentang siapa sebenarnya Fara. Pantas saja aku merasakan ketidaksukaan mama mertua terhadap Fara. Rupanya kehadiran Fara merupakan sebuah kesalahan yang dilakukan oleh mendiang papa mertua. Lalu di mana ibu kandung Fara sekarang. Masih banyak pertanyaan di dalam kepalaku yang belum berhasil terjawab. Sepertinya aku butuh penjelasan versi mama. Namun, apakah beliau bersedia membuka aib keluarga ini di hadapanku. Jujur saja, aku masih merasakan sesuatu yang tak beres pada Fara. “Ya udah, Mas. Kamu istirahat aja malam ini. Maaf kalau aku 'gak pengertian ke kamu. Aku terlalu kaget dengan semua yang terjadi,” ucapku dengan jujur. Kueratkan pelukan di tubuh suamiku. Entah mengapa aku melihatnya sebagai makhluk yang begitu lemah. Sejauh mana kedua orang tuanya mengobati kejiwaan suamiku ini. Bagaimana bisa dia bersikap berlebihan terhadap Fara hanya karena rasa sayang. Kupandangi wajah suamiku ini. Sepertinya aku salah karena sudah se
Sepanjang penerbangan, otakku tak henti disibukkan dengan sikap dan ucapan Mas Akram. Bukankah sebelum ini sikapnya begitu dingin terhadapku, lalu tiba-tiba saja seolah begitu membutuhkanku saat Fara tak berada di sisinya. Perubahan sikapnya membuatku khawatir seandainya nanti suamiku kembali bersikap dingin seperti sebelumnya saat bertemu Fara lagi. Kulihat dia sedang menatap ke arah jendela di sisinya. Mungkinkah dia masih memikirkan Fara, atau justru ingin terlepas dari pengaruh buruk perempuan itu. Aku pun tak tahu di mana sisi terburuk yang ada di dalam diri adik iparku itu. Namun, entah mengapa di balik sikapnya yang terlihat tak menerimaku sebagai istri dari Mas Akram, aku merasa ada hal yang jauh lebih buruk yang sedang dia sembunyikan. Di mana perempuan itu sekarang?_______“Akram, mama tunggu di kamar,” ucap mama mertua ketika kami baru tiba di rumah. Kuambil alih Zubair yang tadinya digendong oleh beliau. Aku merasakan tatapan yang penuh dengan misteri saat mama mertua be
Aku tak dapat mendengar apapun lagi. Pernyataan Mas Akram membuatku sangat terpukul sehingga aku tak bisa fokus pada apa pun selain kalimatnya yang terus terngiang di telinga. Inikah saatnya aku harus menyerah?Belum sempat aku menjauh, tiba-tiba pintu kamar mama terbuka dengan kasar. Kulihat Mas Akram melintas di hadapanku dengan menoleh sekilas. Dia menyadari keberadaanku di sana, tapi tak sekalipun mencoba untuk memberikan klarifikasi sama sekali. Tak lama setelahnya, mama mertua keluar dengan langkah tertatih. “Hafsa ,” ucapnya lemah dengan air mata yang berurai. “Kamu sudah mendengar semuanya, 'kan?” tanya mama mertua. Aku bergeming dengan pikiran kalut. Mama mertua memelukku dengan tangis yang menjadi.Beliau berbisik, " Maafkan mama, Nak. Mama sudah ‘gak punya wibawa samasekali di rumah ini. Akram ’gak mau dengerin kata-kata mama. ____POV Mama MertuaKebahagiaanku setelah melahirkan tak lantas disertai dengan kabar baik. Aku terpaksa harus melewati proses tubektomi karena
Akram … Bagaimana bisa dia dengan mudahnya menerima gadis itu sebagai adiknya. Mereka seolah telah saling mengenal satu sama lain sehingga terlihat seakrab itu. Bukankah selama ini putraku selalu menutup diri dari orang asing. Aku sudah dikecewakan oleh Ashraf, apakah Akram akan melakukan hal serupa?Akhirnya, rasa luka itu kupendam sendiri. Atas permintaan Akram, gadis bernama Fara itu tinggal di rumah kami. Aku tak mampu menolak jika Akram bersikeras seperti itu, meski aku harus menahan sakit di hati ini. Namun, aku masih berharap suatu hari nanti aku dapat membuktikan keyakinan yang bersumber dari hati kecilku. Fara bukanlah anak kandung suamiku meski saat ini aku belum memiliki bukti apa pun. Kucoba untuk bersikap biasa saja atas kehadiran Fara di rumah ini. Namun, sepertinya keadaan justru berubah menjadi kacau. Aku tak mengerti mengapa kini Akram mulai memberi jarak padaku dan justru begitu dekat dengan Fara. Usia mereka sudah beranjak dewasa dan aku khawatir jika kedekatan mer
"POV HafsaSejak kejadian di mana aku dan suamiku berpapasan di depan kamar mama, sejak saat itu lah terakhir kali aku melihatnya. Sudah lebih sepekan Mas Akram menghilang tanpa kabar. Bahkan, ponselnya pun tak bisa dihubungi sama sekali. Kucoba untuk mencari tahu keberadaan suamiku di perusahaan miliknya, tak seorang pun tahu dengan pasti di mana keberadaannya. Ada yang mengatakan bahwa suamiku sedang melakukan dinas ke Sydney, ada pula yang mengatakan bahwa dia sedang mengambil cuti panjang karena alasan kesehatan. Entah informasi yang mana yang bisa aku yakini. Para karyawan bahkan mengatakan hal itu dengan ragu-ragu, dan yang lebih aneh lagi sikap mereka terlihat lebih acuh daripada terakhir kali aku datang sebelum hari ini. Jika dulu semuanya berbaris menunduk menyambut kedatanganku, kini bahkan banyak dari mereka lalu lalang tanpa menyapa sama sekali.“Hafsa---” Aku melengos karena sadar suara siapa yang sedang memanggil namaku dari balik tubuh ini. Sejak meninggakan rumah menu
Via melajukan kendaraannya ke salah satu taman kota yang kebetulan sekali suasananya sedang lengang. Tadinya aku menolak dengan alasan ingin segera pulang menemui putraku--Zubair. “Lo mau alasan nyusuin anak lo sementara lo sendiri sedang galau kayak gini? Lo pikir anak lo ga bisa ngerasain apa yang lo rasakan? Lo pengen ngebagi rasa sakit lo ke darah daging lo?” Rentetan kalimat diucapkan Via saat mendengar niatku untuk pulang, lebih tepatnya aku sedang ingin menghindar dari siapa pun yang berpotensi mengetahui prahara rumah tanggaku. Namun, ucapan Via terdengar masuk akal. Aku pernah mendengar jika suasana hati buruk seorang ibu akan menginfeksi suasana hati bayi yang sedang ia susui. Entah mitos atau fakta, aku lebih memilih untuk menghindar dari akibat buruk yang bisa saja membuat bayi kecilku ikut bersedih. Dari perbincangan kami di taman, tanpa kusadari selama ini Via telah tahu banyak tentang masalah yang aku alami. Dia juga tahu sejak lama seperti apa kedekatan Mas Akram da
“Pacar si Fenny menang tender.” Mami mengepulkan asap ke udara melalui bibir indahnya. Wajah mami memang cantik. Pantas saja pelanggannya banyak sekali dari kalangan pengusaha dan pejabat negara. Jika aku sering menyaksikan seperti apa anak-anak peliharaan mami memberikan servis pada pelanggannya di kandang kami, tapi tidak dengan mami, dia lebih berkelas. Biasanya mami melayani pelanggannya di luar kota bahkan luar negeri. Dia akan menghilang beberapa hari dan kembali membawa banyak uang setelahnya. Mami mengatakan bahwa kekasihnya adalah pejabat negara yang terbiasa berlibur ke luar negeri dengan beralibi untuk melaksanakan tugas negara. Mami ikut serta dibawa oleh laki-laki pecinta syahwat itu ke luar negeri. Bagaimana aku tidak iri ingin juga menjadi seperti mami. Mami selalu diamanjakan dengan kemewahan, bisa menikmati indahnya negara luar dan pulang membawa uang yang banyak, oleh karena itu lah mami menyanggupi full service selama beberapa hari bahkan hingga sepekan hanya untuk