แชร์

6. Pindah

ผู้เขียน: Jasmine
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2022-01-23 20:14:20

"Terima kasih Tuan, seharusnya Anda menghubungi kami saja, agar Anda tidak perlu repot untuk mengantar berkas kontrak ini." Lilian sedikit kikuk saat Seth berkunjung ke kantornya tanpa pemberitahuan sebelumnya.

"Tak apa-apa, tolong panggil saja Seth."

Seth mengirimkan sendiri berkas kontrak sewa menyewa yang kemarin Lilian kirim ke email Jaden tepat pada saat jam makan siang.

"Baik, apakah ada hal lain lagi yang mungkin masih kurang jelas dalam kontraknya, Tuan?"

"Seth ..."

Seth kembali mengingatkan dengan halus. Entah mengapa ia masih merasa begitu bersalah saat menatap wajah Lilian.

Jelas-jelas Jaden lah yang berulah saat pertemuan terakhir mereka, tetapi Seth yang merasakan perasaan canggung pada Lilian. Pasalnya, ia juga belum sempat meminta maaf atas kelakuan Jaden tempo hari.

"Ah, baiklah ..." jawab Lilian canggung.

"Maaf, aku tidak tahu jika kemarin Jaden kemari. Jika saja aku mengetahuinya, maka aku akan ikut mendampinginya."

Ya, mendampinginya agar ia tak menyebabkan masalah lagi! Batin Seth.

"Tak apa Tuan, Anda pasti juga memiliki kesibukan yang lain. Dan seperti yang telah Anda ketahui, Tuan Jaden telah berkomunikasi sebelumnya secara pribadi dengan Tuan Greg, jadi saya tidak sempat mempersiapkan berkas dari awal."

Seth tersenyum mendengar penjelasan Lilian. Ia merasa Lilian tak seaneh atau semenyeramkan itu seperti yang Jaden ucapkan kemarin. 

Bahkan dari balik kacamata yang membingkai wajah mungilnya, Seth masih dapat mengamati bulu mata Lilian yang tebal dan lentik. Juga warna mata cokelat muda gadis itu tampak begitu menarik saat terpantul cahaya. Tampak seperti sedikit keemasan.

Seth sendiri heran dan semakin bertanya-tanya dalam hati, bagian mana dari Lilian yang tampak memuakkan seperti yang dikatakan Jaden? Karena sejujurnya ia tak dapat menemukan apa pun yang salah!

Ia hanya melihat wanita yang sedikit kaku karena sikap formalnya. Dan dari cara berpakaiannya juga tak ada yang salah. Lilian berpakaian selayaknya pekerja kantoran biasa. Memang tak ada rok ketat dan mini, juga kemeja yang terbuka yang sering Seth temui pada beberapa perusahaan yang memiliki asisten pribadi atau sekretaris wanita yang begitu menarik dan terkesan menggoda.

Lilian hanya tampak seperti wanita biasa, natural, dan datar. Yah, raut wajahnya memang selalu datar. Tapi diluar itu, Seth bahkan berpikir jika Lilian sebenarnya memiliki wajah yang cukup menarik dan proporsional.

Jika dibandingkan dengan sekretaris atau asisten pribadi yang sering Seth temui, Lilian memang sangatlah jauh dari gambaran wanita penggoda seperti itu. Apalagi dari gambaran tipe wanita-wanita Jaden.

Semua wanita yang pernah Jaden kencani terlalu berani dengan pakaian dan juga ucapan mereka. Justru itu yang membuat Seth muak, karena pada akhirnya mereka hanya akan menimbulkan masalah dan masalah saja.

Wanita yang mendekati Jaden, biasanya setelah melalui proses rayu-merayu, bisa dipastikan mereka akan dengan mudah terjatuh pada perangkap dan pesona Jaden. Setelah itu, tentu saja dengan mudah Jaden akan membawa mereka ke atas ranjangnya dengan sekali jentikan jari.

Setelah Seth teliti lagi, memang Lilian begitu jauh dari gambaran ideal tipe wanita yang Jaden biasa kencani. Lilian terlihat sangat berbeda ... dan tampak tak tersentuh.

Entah mengapa hari ini ia merasa begitu tertarik dengan Lilian. Karena dengan pengamatannya lagi, Seth dapat melihat kelembutan mata Lilian saat ia sedang berbicara. Walau tak banyak kontak mata yang ia berikan padanya, Seth sudah cukup yakin bahwa wanita yang ada di depannya itu cukup menarik dari sisi tertentu.

"Baik, jadi kapan kami dapat mulai masuk dan merenovasi lantai itu?"

"Ah, ya! Saya akan segera meminta bagian pengurus gedung untuk mempersiapkan semuanya dan memberikan kunci-kunci yang diperlukan. Silakan duduk, Tuan"

"Baiklah, tak usah tergesa."

Lilian menghubungi bagian pengurus gedung perusahaan untuk menyiapkan semua hal yang diperlukan penyewa lantai. Tak memakan waktu lama bagi mereka untuk sampai. Bagian pengurus gedung kemudian datang dan menyerahkan segala yang diperlukan.

"Jika ada sesuatu yang diperlukan, jangan ragu untuk menghubungi kami, Tuan." Lilian menyudahi pertemuan mereka dengan sopan dan formal.

"Terima kasih Lilian, ini kartu namaku." Seth memberikan kartu namanya untuk Lilian. 

"Kau belum memanggilku dengan benar, cobalah sekali saja mengucapkan namaku." Kali ini Seth terang-terangan meminta Lilian lagi, dengan lembut dan sopan tentu saja.

Raut wajah Lilian tampak sedikit ragu. Sejenak ia hanya dapat menatap pria berambut pirang dan bermata biru cerah itu. Tapi pada akhirnya ia memberanikan diri untuk memenuhi permintaan Seth.

"Seth..." panggil Lilian kemudian, dengan canggung dan tetap formal.

Setidaknya ia berhasil memanggil Seth dengan namanya. Sedikit rona menghiasi wajahnya setelah itu, tapi ia lalu tetap masih menampakkan wajah seorang pekerja profesional pada akhirnya.

"Baiklah, itu cukup..." Seth tersenyum senang. Senyum manis berlesung pipit yang ia pamerkan cukup menunjukkan kepuasannya.

"Karena kita masih akan bekerjasama dalam jangka waktu yang bisa terbilang cukup lama, aku hanya ingin agar suasana kita berjalan lebih baik dan lebih nyaman."

"Lilian, kau tak perlu bersikap terlalu formal padaku. Bukan berarti aku tak menghargai profesionalisme kerjamu ya, hanya saja aku tak ingin kau terlalu tegang atau canggung jika kau bertemu denganku."

"Bahkan, jika suatu saat Jaden mungkin akan mempersulitmu, kau bebas untuk mengadukannya padaku," lanjutnya. Kali ini Seth tersenyum ramah dan tampak tulus.

Lilian sedikit tergerak dengan pernyataan Seth tadi. Jika dibandingkan dengan Jaden, Seth jauh, jauh lebih menyenangkan. Lebih ramah, apa adanya dan yang pasti ia membuat dirinya merasa nyaman. Tak ada tekanan apa pun. 

Lilian berpikir mungkin sekarang saatnya ia dapat sedikit melonggarkan kekakuannya. Walau mungkin sulit, tapi ia setidaknya akan mencoba pada orang yang sudah tulus padanya. Setidaknya itu imbal balik yang bisa ia upayakan bukan?

"Silakan, ini nomorku. Jika ada sesuatu yang kau butuhkan kau dapat menghubungiku, Seth ..." Lilian memberikan kartu namanya sebagai balasan ketulusan Seth.

"Terima kasih ..." senyum Seth mengembang karena Lilian sudah lebih rileks padanya dan berbicara lebih santai.

Bahkan, wanita itu juga sempat tersenyum sedikit dan menyebutkan namanya dengan santai! Walau samar, Seth masih dapat menangkap senyuman singkat Lilian.

******

"Semua barang sudah kami tata dan masukkan Tuan, jika ada yang Anda perlukan lagi, kami siap membantu." 

Seorang pria pekerja jasa pemindahan barang keluar dari rumah yang sudah tertata rapi tersebut.

"Bagian tim kebersihan kami juga telah menyelesaikan pekerjaan mereka. Dan barang-barang yang berlabel khusus sesuai pesanan Anda, sudah kami masukkan ke dalam salah satu kamar."

"Baik. Terima kasih atas pekerjaan kalian." Jaden melepas kacamata hitamnya dan tersenyum puas.

Ia berkacak pinggang menatap halaman depan rumah milik Edith neneknya itu. Sebagai salah satu ahli waris neneknya, Jaden akhirnya memutuskan untuk pindah sementara ke kediaman neneknya itu yang seharusnya telah menjadi miliknya.

Yah, setidaknya ia akan mencoba menempatinya, karena seharusnya rumah ini adalah miliknya. Dan entah bagaimana caranya, tiba-tiba neneknya mewariskannya pada wanita itu begitu saja. Si wanita ular.

Ia bukannya tak memiliki alasan untuk melakukan itu. Pindah adalah solusi yang tepat yang bisa ia pikirkan saat ini. Setidaknya ini adalah langkah awalnya. Ia hanya ingin menyelidiki lebih jauh wanita ular yang telah berhasil memperdaya neneknya itu.

Jika dirinya menemukan keanehan atau sesuatu yang mencurigakan, sudah pasti ia tak akan tinggal diam. Bahkan, ia akan pastikan untuk memberikan wanita ular itu pelajaran.

Jaden menatap tajam taman mungil di sebelah pagar pembatas milik neneknya itu. Walau halaman mereka hanya dipisahkan oleh sebatas pagar kecil, bisa dipastikan dan sangat terlihat jelas bahwa taman kecil di samping rumahnya adalah satu kesatuan dari rumah lantai dua yang sudah menjadi miliknya itu.

Napas Jaden mulai memburu saat mengingat lagi siapa pemilik rumah mungil di sebelahnya itu.

Si wanita zombi ular berbisa. Lilian.

Lihat saja apa yang akan kulakukan padamu Lilian. Bersiaplah menangis dan mengangkat kakimu dari sini!

Jaden tersenyum sinis ketika benaknya mulai dipenuhi oleh rencana-rencana liciknya.

____****____

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Mimpi Kelam Lilian   86. Selamanya (Selesai)

    "Dad ...!" panggil Lilian saat melihat Greg berdiri di depan gerbang makam sambil membawa sebuah buket bunga besar."Lilian? Jaden? Kalian kemari juga?" Greg sedikit terkejut mendapati LIlian dan Jaden yang baru saja turun dari mobil dan menghampirinya."Kau ingin menjenguk ibunya Devon, benar?" ucap Jaden."Benar, aku semalam memimpikan Ivone, istriku. Mimpi yang sangat indah dan menyentuh," ungkapnya.Lilian dan Jaden saling bertatapan. "Apa itu adalah mimpi tentang berpiknik di sebuah taman yang hangat dengan keluargamu?" tanya Jaden.Greg menatap heran pada Jaden. "Bagaimana kau ... tahu?" tanyanya takjub."Karena kami pun memimpikan hal yang sama, Dad. Untuk itu, aku akan menemui ibuku hari ini," balas Lilian."Benarkah? Kau rupanya sudah menghilangkan ketakutanmu, Lilian?" ucap Greg."Benar. Aku akhirnya berhasil mengatasinya. Dan saat ini, bukan hanya Dad dan aku yang akan mengunjungi istri dan seorang ibu, Jaden pun aka

  • Mimpi Kelam Lilian   85. Mimpi yang Hangat

    "Syukurlah kau tak apa-apa, Sayang," ucap Jaden.Lilian dan Jaden baru saja menerima hasil pemeriksaan kondisi kehamilan Lilian. Dokter kandungan yang memeriksanya beberapa saat lalu, menyatakan kondisi Lilian baik-baik saja."Ya, junior kita pandai bertahan rupanya," ucapnya sambil tersenyum dan mengelus perutnya."Tentu saja. Ia seperti mamanya, yang turut menghajar orang-orang jahat yang berusaha mencelakai orangtuanya," balasnya."Benar," ucap Lilian sambil tersenyum geli.****Di malam hari yang tenang dan sunyi, Lilian yang terlelap dalam dekapan Jaden perlahan-lahan mulai memasuki mimpinya.Bukan mimpi buruk ataupun gelap. Melainkan mimpi yang bersinar dan hangat, sehangat mentari pagi yang menyinari sebuah taman berumput luas yang memiliki danau kecil beserta beberapa naungan pohon-pohon rindang di sekelilingnya."Hei, putri tidur ... apa kau tak ingin menikmati pemandangan hangat pagi ini?" suara lembut yan

  • Mimpi Kelam Lilian   84. Penyerangan Lionel

    Jaden telah bersiap dengan setelan formalnya dan sedang menatap pantulan dirinya di depan cermin. Lilian yang muncul dari belakangnya, Segera memeluk Jaden dengan hati-hati."Apa kau gugup?" tanya Lilian."Sedikit, tapi aku tidak akan menunjukkannya. Aku tak ingin dianggap tidak mampu untuk memikul tanggung jawab ini."Lilian tersenyum dan melepaskan pelukannya. "Tak akan ada yang menganggapmu begitu. Kau adalah Jaden, putra keluarga Keegan satu-satunya. Kau bersinar dalam kehidupan selebritis dan juga bidang kuliner yang merupakan karier dan pencapaianmu saat ini. Kau sudah cukup membuktikan pada mereka bahwa kau adalah pria yang sangat kompeten.""Terima kasih, Sayang," Jaden mencium pipi Lilian dengan mesra. Ia cukup mengerti untuk tidak merusak riasan istrinya yang telah cantik itu."Baiklah, jika kau telah siap, mari kita berangkat," ucap Lilian. Jaden tersenyum dan mengangguk.Setelah itu, mereka kemudian bergegas untuk berangkat ke pe

  • Mimpi Kelam Lilian   83. Rahasia Kecil

    "Kurt tewas. Ia ditemukan overdosis di dalam pondoknya dua hari lalu," ucap Kevin pada Jaden dan Lilian.Kevin kini sedang duduk di hadapan Lilian dan Jaden. Setelah ia mendapat berita tentang kematian Kurt, ia segera melesat untuk menemui Jaden dan Lilian untuk mengabarkan berita tersebut."Ia memakai obat-obatan terlarang yang melampaui batas. Ia tak ada sejarah sebagai seorang pemakai sebelumnya, tapi mungkin setelah hari 'itu' ia memutuskan hal lain," lanjut Kevin.Lilian dan Jaden saling pandang dengan tatapan penuh arti. Jaden meremas lembut jemari Lilian yang sedang menggenggamnya."Kau sudah terbebas darinya, Lilian," ucap Kevin lagi.Lilian memejamkan matanya sejenak dan menghembuskan napas dengan lega. "Aku tahu, Kev, terima kasih karena telah memberitahuku," balasnya."Tak akan ada mimpi buruk lagi bagimu, Sayang," ucap Jaden sambil memeluk Lilian kemudian. Lilian mengangguk penuh haru sekaligus waspada.Ia memang telah ter

  • Mimpi Kelam Lilian   82. Tekad

    Jarvis-lah orang pertama yang mengetahui kabar menggembirakan yang Jaden dan Lilian terima pagi ini. Sama seperti pasangan itu, Jarvis pun sangat gembira mengetahui bahwa ia akan menjadi seorang kakek. Jaden yang awalnya terkejut karena kedatangan Jarvis ke dalam kamar hotel mereka, akhirmya mengerti setelah Lilian menjelaskan kepadanya. Lilian-lah yang mengundang Jarvis ke kamar mereka, agar ia dapat berbicara berdua dengan Jaden. Jaden yang sedang dalam suasana hati bahagia, tentu saja tak dapat menolak permintaan istrinya itu. "Maaf jika aku tak sopan telah memintamu datang, Dad. Tapi aku rasa cuma ini jalan yang dapat aku pikirkan agar Jaden mau bertemu denganmu," ucap Lilian sambil mengantar masuk Jarvis ke dalam ruang tamu kamar tersebut. "Tak apa, aku mengerti. Selamat atas kabar kehamilanmu. Justru aku senang karena telah datang di waktu yang tepat," ucapnya. "Terima kasih. Kemungkinan sebentar lagi, Greg ayah angkatku akan datang juga

  • Mimpi Kelam Lilian   81. Positif

    Sudah lima hari ini sejak pertarungannya dengan Kurt berakhir, Lilian baru dapat bangun dari ranjang. Ia yang kemudian ambruk karena kelelahan secara fisik dan mental selama beberapa hari itu, hanya dapat berbaring disertai demam tinggi akibat pertarungannya itu. Greg, Devon dan Myan bahkan terkejut melihat kondisi Lilian saat mereka menjenguknya. Tubuh Lilian yang penuh dengan luka lebam itu membuat mereka shock. Mereka yang awalnya tak mengerti, akhirnya paham setelah Jaden perlahan-lahan menjelaskan tentang kejadian yang sebenarnya. "Hai ... Sayang, kau sudah kuat bangun?" ucap Jaden yang terkejut saat melihat Lilian berjalan ke arah dapur. Ia meletakkan pekerjaannya dan berhambur ke arah Lilian. "Bagaimana perasaanmu?" tanyanya sambil membimbingnya. "Aku sudah tak apa-apa. Masih terasa lemah, tapi selebihnya aku baik-baik saja," balasnya. "Duduk saja di sofa agar lebih nyaman. Aku akan membawa sarapan kita ke sana." Jaden membopong Lilian

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status