Share

6. Pindah

"Terima kasih Tuan, seharusnya Anda menghubungi kami saja, agar Anda tidak perlu repot untuk mengantar berkas kontrak ini." Lilian sedikit kikuk saat Seth berkunjung ke kantornya tanpa pemberitahuan sebelumnya.

"Tak apa-apa, tolong panggil saja Seth."

Seth mengirimkan sendiri berkas kontrak sewa menyewa yang kemarin Lilian kirim ke email Jaden tepat pada saat jam makan siang.

"Baik, apakah ada hal lain lagi yang mungkin masih kurang jelas dalam kontraknya, Tuan?"

"Seth ..."

Seth kembali mengingatkan dengan halus. Entah mengapa ia masih merasa begitu bersalah saat menatap wajah Lilian.

Jelas-jelas Jaden lah yang berulah saat pertemuan terakhir mereka, tetapi Seth yang merasakan perasaan canggung pada Lilian. Pasalnya, ia juga belum sempat meminta maaf atas kelakuan Jaden tempo hari.

"Ah, baiklah ..." jawab Lilian canggung.

"Maaf, aku tidak tahu jika kemarin Jaden kemari. Jika saja aku mengetahuinya, maka aku akan ikut mendampinginya."

Ya, mendampinginya agar ia tak menyebabkan masalah lagi! Batin Seth.

"Tak apa Tuan, Anda pasti juga memiliki kesibukan yang lain. Dan seperti yang telah Anda ketahui, Tuan Jaden telah berkomunikasi sebelumnya secara pribadi dengan Tuan Greg, jadi saya tidak sempat mempersiapkan berkas dari awal."

Seth tersenyum mendengar penjelasan Lilian. Ia merasa Lilian tak seaneh atau semenyeramkan itu seperti yang Jaden ucapkan kemarin. 

Bahkan dari balik kacamata yang membingkai wajah mungilnya, Seth masih dapat mengamati bulu mata Lilian yang tebal dan lentik. Juga warna mata cokelat muda gadis itu tampak begitu menarik saat terpantul cahaya. Tampak seperti sedikit keemasan.

Seth sendiri heran dan semakin bertanya-tanya dalam hati, bagian mana dari Lilian yang tampak memuakkan seperti yang dikatakan Jaden? Karena sejujurnya ia tak dapat menemukan apa pun yang salah!

Ia hanya melihat wanita yang sedikit kaku karena sikap formalnya. Dan dari cara berpakaiannya juga tak ada yang salah. Lilian berpakaian selayaknya pekerja kantoran biasa. Memang tak ada rok ketat dan mini, juga kemeja yang terbuka yang sering Seth temui pada beberapa perusahaan yang memiliki asisten pribadi atau sekretaris wanita yang begitu menarik dan terkesan menggoda.

Lilian hanya tampak seperti wanita biasa, natural, dan datar. Yah, raut wajahnya memang selalu datar. Tapi diluar itu, Seth bahkan berpikir jika Lilian sebenarnya memiliki wajah yang cukup menarik dan proporsional.

Jika dibandingkan dengan sekretaris atau asisten pribadi yang sering Seth temui, Lilian memang sangatlah jauh dari gambaran wanita penggoda seperti itu. Apalagi dari gambaran tipe wanita-wanita Jaden.

Semua wanita yang pernah Jaden kencani terlalu berani dengan pakaian dan juga ucapan mereka. Justru itu yang membuat Seth muak, karena pada akhirnya mereka hanya akan menimbulkan masalah dan masalah saja.

Wanita yang mendekati Jaden, biasanya setelah melalui proses rayu-merayu, bisa dipastikan mereka akan dengan mudah terjatuh pada perangkap dan pesona Jaden. Setelah itu, tentu saja dengan mudah Jaden akan membawa mereka ke atas ranjangnya dengan sekali jentikan jari.

Setelah Seth teliti lagi, memang Lilian begitu jauh dari gambaran ideal tipe wanita yang Jaden biasa kencani. Lilian terlihat sangat berbeda ... dan tampak tak tersentuh.

Entah mengapa hari ini ia merasa begitu tertarik dengan Lilian. Karena dengan pengamatannya lagi, Seth dapat melihat kelembutan mata Lilian saat ia sedang berbicara. Walau tak banyak kontak mata yang ia berikan padanya, Seth sudah cukup yakin bahwa wanita yang ada di depannya itu cukup menarik dari sisi tertentu.

"Baik, jadi kapan kami dapat mulai masuk dan merenovasi lantai itu?"

"Ah, ya! Saya akan segera meminta bagian pengurus gedung untuk mempersiapkan semuanya dan memberikan kunci-kunci yang diperlukan. Silakan duduk, Tuan"

"Baiklah, tak usah tergesa."

Lilian menghubungi bagian pengurus gedung perusahaan untuk menyiapkan semua hal yang diperlukan penyewa lantai. Tak memakan waktu lama bagi mereka untuk sampai. Bagian pengurus gedung kemudian datang dan menyerahkan segala yang diperlukan.

"Jika ada sesuatu yang diperlukan, jangan ragu untuk menghubungi kami, Tuan." Lilian menyudahi pertemuan mereka dengan sopan dan formal.

"Terima kasih Lilian, ini kartu namaku." Seth memberikan kartu namanya untuk Lilian. 

"Kau belum memanggilku dengan benar, cobalah sekali saja mengucapkan namaku." Kali ini Seth terang-terangan meminta Lilian lagi, dengan lembut dan sopan tentu saja.

Raut wajah Lilian tampak sedikit ragu. Sejenak ia hanya dapat menatap pria berambut pirang dan bermata biru cerah itu. Tapi pada akhirnya ia memberanikan diri untuk memenuhi permintaan Seth.

"Seth..." panggil Lilian kemudian, dengan canggung dan tetap formal.

Setidaknya ia berhasil memanggil Seth dengan namanya. Sedikit rona menghiasi wajahnya setelah itu, tapi ia lalu tetap masih menampakkan wajah seorang pekerja profesional pada akhirnya.

"Baiklah, itu cukup..." Seth tersenyum senang. Senyum manis berlesung pipit yang ia pamerkan cukup menunjukkan kepuasannya.

"Karena kita masih akan bekerjasama dalam jangka waktu yang bisa terbilang cukup lama, aku hanya ingin agar suasana kita berjalan lebih baik dan lebih nyaman."

"Lilian, kau tak perlu bersikap terlalu formal padaku. Bukan berarti aku tak menghargai profesionalisme kerjamu ya, hanya saja aku tak ingin kau terlalu tegang atau canggung jika kau bertemu denganku."

"Bahkan, jika suatu saat Jaden mungkin akan mempersulitmu, kau bebas untuk mengadukannya padaku," lanjutnya. Kali ini Seth tersenyum ramah dan tampak tulus.

Lilian sedikit tergerak dengan pernyataan Seth tadi. Jika dibandingkan dengan Jaden, Seth jauh, jauh lebih menyenangkan. Lebih ramah, apa adanya dan yang pasti ia membuat dirinya merasa nyaman. Tak ada tekanan apa pun. 

Lilian berpikir mungkin sekarang saatnya ia dapat sedikit melonggarkan kekakuannya. Walau mungkin sulit, tapi ia setidaknya akan mencoba pada orang yang sudah tulus padanya. Setidaknya itu imbal balik yang bisa ia upayakan bukan?

"Silakan, ini nomorku. Jika ada sesuatu yang kau butuhkan kau dapat menghubungiku, Seth ..." Lilian memberikan kartu namanya sebagai balasan ketulusan Seth.

"Terima kasih ..." senyum Seth mengembang karena Lilian sudah lebih rileks padanya dan berbicara lebih santai.

Bahkan, wanita itu juga sempat tersenyum sedikit dan menyebutkan namanya dengan santai! Walau samar, Seth masih dapat menangkap senyuman singkat Lilian.

******

"Semua barang sudah kami tata dan masukkan Tuan, jika ada yang Anda perlukan lagi, kami siap membantu." 

Seorang pria pekerja jasa pemindahan barang keluar dari rumah yang sudah tertata rapi tersebut.

"Bagian tim kebersihan kami juga telah menyelesaikan pekerjaan mereka. Dan barang-barang yang berlabel khusus sesuai pesanan Anda, sudah kami masukkan ke dalam salah satu kamar."

"Baik. Terima kasih atas pekerjaan kalian." Jaden melepas kacamata hitamnya dan tersenyum puas.

Ia berkacak pinggang menatap halaman depan rumah milik Edith neneknya itu. Sebagai salah satu ahli waris neneknya, Jaden akhirnya memutuskan untuk pindah sementara ke kediaman neneknya itu yang seharusnya telah menjadi miliknya.

Yah, setidaknya ia akan mencoba menempatinya, karena seharusnya rumah ini adalah miliknya. Dan entah bagaimana caranya, tiba-tiba neneknya mewariskannya pada wanita itu begitu saja. Si wanita ular.

Ia bukannya tak memiliki alasan untuk melakukan itu. Pindah adalah solusi yang tepat yang bisa ia pikirkan saat ini. Setidaknya ini adalah langkah awalnya. Ia hanya ingin menyelidiki lebih jauh wanita ular yang telah berhasil memperdaya neneknya itu.

Jika dirinya menemukan keanehan atau sesuatu yang mencurigakan, sudah pasti ia tak akan tinggal diam. Bahkan, ia akan pastikan untuk memberikan wanita ular itu pelajaran.

Jaden menatap tajam taman mungil di sebelah pagar pembatas milik neneknya itu. Walau halaman mereka hanya dipisahkan oleh sebatas pagar kecil, bisa dipastikan dan sangat terlihat jelas bahwa taman kecil di samping rumahnya adalah satu kesatuan dari rumah lantai dua yang sudah menjadi miliknya itu.

Napas Jaden mulai memburu saat mengingat lagi siapa pemilik rumah mungil di sebelahnya itu.

Si wanita zombi ular berbisa. Lilian.

Lihat saja apa yang akan kulakukan padamu Lilian. Bersiaplah menangis dan mengangkat kakimu dari sini!

Jaden tersenyum sinis ketika benaknya mulai dipenuhi oleh rencana-rencana liciknya.

____****____

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status