Share

Kepribadian Ganda Randi.

   Saat Randi hendak mengarahkan alat yang berupa gunting pagar itu, tangannya dipegang Sandi.

"Jangan terburu buru Ran..." Ujar Sandi pada Randi.

Randi menoleh pada Sandi yang memegang tangannya , mencegahnya untuk melukai mulut Antok.

"Lepasin, biar ku habisin dia." Ujar Randi menghentakkan tangannya yang dipegang Sandi, Sandi melepaskan genggaman tangannya pada Randi.

Melihat itu Antok terlihat semakin panik, dari wajahnya terlihat kebingungan dan rasa panik yang sangat tinggi melihat Randi begitu.

"Ada baiknya kita sedikit bermain main dengannya Ran..." Ujar Rahman, Randi menoleh ke Rahman.

"Aaahhh, kalian mengacaukan rencanaku." Teriak Randi kesal sambil memukulkan gunting pagar itu ke dengkul Antok.

Antok kesakitan, dia semakin bingung dan ketakutan melihat tingkah Randi itu.

"Ttt...tt..ttoolloong Mas...lepaskan saya..." Rengek Antok ketakutan.

"Ssstt...kamu diam yaa.." Ujar Sandi pada Antok yang tampak ketakutan.

" Gimana kalo kamu jadikan dia sparing partnermu dalam duel one by one ?" Ujar Rahman.

"Iya Ran... kan dia jagoan nantangin kamu duel dulu." Ujar Sanur yang juga ada di situ.

Randi melirik ke Antok yang ketakutan melihat Randi, Roni membuka tali yang melilit badan Antok. Randi mencegah Roni.

"Kenapa lu lepasin dia ?" Ujar Randi.

"Gimana bisa dia duel sama elu kalo terikat ?" Ujar Roni pada Randi.

Roni lalu melepaskan ikatan ditangan Antok, lalu melepaskan ikatan dikaki Antok. Saat itu Antok menendang Roni hingga terjatuh, lalu Antok berusaha lari dengan kaki nya yang pincang.

" Aaaaggghhh...dasar pecundaang." Teriak Randi melihat Antok yang lari. Randi melangkah berjalan santai mengejar Antok yang berusaha lari dengan tertatih tatih karena kakinya pincang terluka habis dipukul Randi.

"Larilaah sejauh lu bisaa...selamatin diri lu.." Ujar Randi sambil jalan menyeringai terus mengejar Antok yang berlari lari menyeret kakinya yang pincang.

Antok keluar dari Gudang itu, di halaman gudang yang gelap malam itu, Antok memaksakan kakinya untuk bisa berlari, saat hendak melanjutkan larinya Antok terjatuh, Antok berusaha bangun dan menoleh kebelakang, tak ada Randi, Antok lalu bergegas melanjutkan pelariannya dengan langkah terseok seok. 

Saat berlari, Antok tersandung dan terjatuh direrumputan ilalang liar yang tumbuh tinggi disekitar gudang pabrik tak terpakai itu.

Antok berusaha bangun dan berdiri, lalu melanjutkan larinya dengan langkah kaki tertatih tatih pincang.

Antok berlari menerobos rumput ilalang liar yang tinggi tinggi itu, tak lama dia berhenti, mengatur nafasnya sejenak, melirik ke kanan dan ke kiri, lalu melihat kebelakang,  tak ada Randi. 

Dia lalu mencari tempat untuk bersembunyi. Sementara Randi masih tampak berjalan santai mencari Antok.

"Heeelll...looo..!! Lari kemana lu Tok...!!" Teriak Randi memanggil Antok. Antok yang bersembunyi tampak semakin ketakutan, Dia tak menyangka jika berurusan dengan Randi dapat mengancam nyawanya dan mengerikan begini.

Antok merangkak diantara rumput rumput ilalang liar, berusaha pindah mencari tempat persembunyian lain. Dia terus merangkak bersembunyi, tak terdengar suara Randi, tak ada langkah kaki, Antok  terdiam sebentar, mengintip dari sela sela rerumputan liar, melihat keberadaan Randi, tidak terlihat Randi di sekitar itu.

Perlahan Antok berdiri, lalu berbalik hendak melangkah, saat dia berbalik, dia kaget melihat sosok yang berdiri dihadapannya.

"Heeelll..looo..." Ujar Sanur menyeringai seram pada Antok, Antok kaget lalu terjatuh dan terduduk di tanah.

" Dia di sini Randiii..." Teriak Sanur. Mendengar teriakan Sanur itu Antok ketakutan, menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat kesana kesini.

"Lepasin aku...toloong biarkan aku pergii..." Antok sujud sujud menyembah pada Sanur yang tetap menyeringai pada Antok.

"Hell..loo..saatnya Lo ke Neraka ." Ujar Sanur memukulkan palu ke wajah Antok hingga berdarah, Antok terjerembab direrumputan, menahan sakit, berusaha untuk bangun. Sanur melotot tajam menyeramkan pada Antok.

"Hell..lo !" Sanur mencengkram kerah baju bagian belakang Antok, lalu menyeretnya.

Ditangan Sanur memegang Palu besar, Sanur berjalan sambil menyeret Antok ke arah gudang kembali.

Saat Antok diseret Sanur dirumputan liar itu, Antok meraih sebuah kayu yang didapatnya, tanpa pikir panjang Antok langsung memukulkan kayu itu ke Sanur.

Sanur terjatuh.

Antok lalu berusaha berdiri dan kembali lari tertatih tatih, memaksakan lari walau kakinya pincang.

Sanur yang terjatuh di rerumputan karena dipukul Antok tampak wajahnya semakin marah. Sanur melihat ke arah Antok berlari, Sanur pun lari dan mengejarnya.

Antok terus memaksakan dirinya berlari, menerobos rumput ilalang liar, dia lari menuju pintu pagar pabrik yang ada disitu, membuka pintu pagar yang tak terkunci, keluar dari gudang pabrik tak terpakai itu lari kejalanan.

Sanur terus mengejar Antok yang berlari dijalanan sekitar gudang pabrik, Antok terjatuh, lalu berusaha bangun dan berlari lagi, Sebuah mobil melaju dijalanan itu, lampu mobil menyorot ke arah Antok yang berada di aspal jalanan mengangkat tangannya. Mobil langsung berhenti persis dihadapan Antok.

Sanur hendak keluar dari pagar gudang pabrik itu, melihat 2 orang turun dari mobil, Sanur mengurungkan niatnya untuk mengejar Antok.

Dua orang yang turun dari mobil, melihat Antok wajahnya terluka dan kaki terluka berdarah mendekati.

"Mas gak apa apa?" Tanya Sam, Supri mobil.

"Tolong...tolong saya..." Antok lalu pingsan.

Melihat Antok pingsan, dengan cepat Pepeng meminta temannya agar menolongnya.

"Cepat Sam, kita bawa kerumah sakit." Ujar Pepeng, Temannya.

Lalu mereka berdua menggotong Antok yang pingsan dan memasukkannya ke dalam mobil.

"Siiaaalll...!!" Ujar Sanur melihat kepergian mobil yang membawa Antok itu.

Wajah Sanur terlihat menahan amarah yang mendalam, karena Antok lolos darinya.

   Di dalam Gudang pabrik tak terpakai itu, Randi membuang semua peralatan peralatan senjata tajam yang ada, meja dibuang Randi, kursi ditendangnya.

"Aaaagggghhhhhh....." Teriak Randi sangat marah.

"Lu harus matiiii...luu harus ke nerakaaaa...!!!" Teriak Randi pada Antok. Wajahnya menyeringai tajam, menahan emosi amarahnya, dendam tampak jelas diraut wajahnya itu.

   Antok telah melewati masa kritis di ruang gawat darurat, saat ini Antok berada diruang ICU rumah sakit. Terbaring tak berdaya.

  Ditempat kerjaannya, Via  tampak sedang menerima telepon dari Randi.

"Papah pulang kapan jadinya ke Jakarta ?" Tanya Via ditelepon.

"Paling beberapa hari lagi nak, kalo urusan papah udah beres semua disini." Ujar Randi diteleponnya.

"Via mau dibeliin apa ?" Tanya Randi .

"Apa aja lah pah." Jawab Via pada Randi ditelepon.

"Ya udah , nanti Papah beliin oleh oleh dari Jogja ya." Ujar Randi.

"Ok pah, daahh.." Ujar Via di telepon.

Randi lalu tersenyum mematikan teleponnya. Randi tersenyum lega menatap pemandangan yang indah dari atas tebing breksi.

   Siang itu, Randi menghibur dirinya dan bermain ke tempat wisata Tebing Breksi Prambanan. Randi menikmati seluruh pemandangan yang ada, cukup bagus dan indah terlihat dari atas tebing.

   Via mengikat rambutnya, bersiap hendak berangkat kerja. Mamanya mendekatinya.

"Telepon dari siapa ?" Tanya Sita mendekati Via, Sita ini mama nya Via, mantan Istri Randi pertama.

"Dari Papah ma." Ujar Via santai.

"Kamu sering kerumah papahmu?" Tanya Sita .

"Ya kalo pas libur kerja dan sempat aja ma."

"Kenapa ? Tumben nanya, mama mau ketemu papah ya..??" Goda Via pada mamanya.

"Diih, ngapain..nggaklah." Ujar Sita.

"Vi, Yang nyari rumah baru buat papah sampe papahmu beli rumah dekat kita siapa ?" Tanya Sita pada Via.

"Via sih cuma kasih tau, kalo diperumahaan baru dekat rumah kita ada dijual rumah, bisa kredit atau chas. Selanjutnya Papah sendiri yang survei dan beli." Jelas Via.

Tampak Wajah Sita menunjukkan kecemasan, namun berusaha disembunyikannya dari Via.

"Emang kenapa ma, gak biasanya mama nanyain. Lagian papah kan udah lama dirumah itu." Ujar Via.

"Ya nggak sih, cuma pengen tau aja." Ujar Sita.

"Ya udah, Via berangkat dulu ma." Pamit dan cium tangan Sita, lalu pergi meninggalkan Sita yang berdiri menatapnya. Sepeninggalnya Via kerja, Sita termenung. Jumirah, Ibu Sita, Nenek nya Via datang mendekati Sita.

"Ngapain kamu bengong disitu ?" Ujar Jumirah.

"Eeh mama.. nggak ma." Ujar Sita pada Jumirah.

Sita melangkah dan duduk di sofa ruang tamu. Jumirah mendekatinya lalu duduk didekat Sita.

"Ada apa? Wajahmu kayak keliatan cemas gitu?" Tanya Jumirah, Sita diam, menghela nafasnya, menatap wajah orang tuanya lekat.

"Papahnya Via ma, Sita khawatir." Ujar Sita.

"Khawatir sama Randi, papahnya Via? Tumben." Goda Jumirah.

"bukan khawatir itu maa.." Ujar Sita.

"Terus..?" Tanya Jumirah.

"Khawatir kalo Randi berulah lagi kayak dulu, aku trauma." Ujar Sita berat.

"Apalagi rumahnya berdekatan dengan kita, aku khawatir kalo tiba tiba Randi datang ke sini."

"Aku gak berani liat mukanya, apalagi ketemu." Ujar Sita.

Ya, Saat usia Via 10 tahun, Sita dan Randi bercerai, Setelah mereka menjalani 10 tahun pernikahan, Suka duka dan Lika liku dalam pernikahan mereka jalani.

Sita paham dan tahu betul watak dan karakter serta pribadi Randi, Sita memiliki trauma yang mendalam tentang Randi.

Karena itu, Kekhawatiran dalam dirinya muncul saat mengetahui Randi kembali ke Jakarta setelah 10 tahun lebih menghilang dari kehidupannya.

Apalagi Sita mendengar dari Via apa yang terjadi pada rumah tangga Randi dan Yana, Mengapa Randi tiba tiba ada di Jakarta, dan Sekarang kembali ke Jogjakarta. Kekhawatiran itu yang meresahkan jiwanya. Jumirah memegang tangan Sita.

"Randi gak kan berbuat hal yang tidak kamu inginkan."

"Bukannya Randi dulu udah tinggal dipesantren dan dirawat setelah kejadian dulu denganmu ?" Ujar Jumirah menenangkan Sita.

"Randi pastinya sudah berubah, tidak seperti dulu." Ujar Jumirah.

"Mudah mudahan aja ma. Sita cuma khawatir aja. Kasihan Via kalo tau papahnya..." Ujar Sita lalu terdiam, tidak melanjutkan bicaranya lagi.

"Berpikir positif aja." Ujar Jumirah.

"Iya ma, Mudah mudahan Randi bisa mengatasi masalahnya dengan bijak kali ini." Ujar Sita.

"Aamiin." Jawab Jumirah tersenyum.

   Tampak Yana dan Herry ada di Cafe milik Yana. Yana mendekati Herry yang duduk didekat meja kasir.

" Kenapa rumahku itu belum laku laku juga ya mas, udah setahun lebih padahal." Ujar Yana.

"Ya, belum ada yang cocok aja mungkin sama lokasi dan harganya." Ujar Herry.

"Coba kamu tawar tawarin lagi, turunin 20 persen dari harga awal yang aku kasih juga ga apa deh mas, yang penting laku." Ujar Yana.

"Yakin, cuma mau kamu jual satu milyar ?" Tanya Herry.

"Gak rugi ?"

"Sama perabotan lengkap loh Yana." Ujar Herry.

"Gak apa deh mas, aku udah gak mau nempatin rumah itu. Sengaja aku kosongin karena aku gak mau ingat Sekar." Jelas Yana pada Herry.

"Paling aku datang kerumah itu sesekali buat bersih bersih rumah, gak pernah sampe nginap." Ujar Yana.

"Ya udah nanti coba aku tawarin lagi di grup grup jual beli rumah." Ujar Herry pada Yana.

   Mobil Randi melintas dijalanan . Didepan Rumah erte Samsir, Mobil berhenti persis didepan Samsir yang tengah berdiri didepan rumah sedang menyiram kembang.

"Apa kabar pak erte Samsir." Sapa Randi tersenyum pada Samsir. Samsir menoleh pada Randi yang lantas keluar dari mobilnya menyalami erte Samsir.

" Wah, baru pulang pak Randi, lama gak ketemu." Ujar Erte Samsir.

"Iya ya, sejak saya merantau kerja ke Jakarta dan pindah ke Jetak jarang ke sini saya." Sambil tertawa.

"Ini habis nengokin rumah pak Randi ?" Tanya Erte Samsir.

"Iya pak." Ujar Randi.

"Iya, rumahnya belum laku juga pak, padahal udah coba saya tawar tawarin ke orang orang yang nyari rumah." Ujar erte Samsir.

"Mudah mudahan jodoh, ada yang mau beli." Ujar erte Samsir lagi.

"Santai aja pak." Ujar Randi tersenyum.

"Ngomong ngomong, rumahnya Almarhum Pak Riyadi kok sepi pak? Biasanya paling rame sendiri satu keluarga." Tanya Randi.

"Mungkin sedang jaga dirumah sakit pak." Jelas erte Samsir.

"Rumah sakit ? Siapa yang sakit ?" Tanya Randi pura pura tidak tahu.

"Antok, anak pertamanya. Kayaknya habis berantem luka luka, ditemuin dua orang dijalanan pingsan kalo gak salah dengar saya." Jelas erte Samsir.

"Oalaah, di rumah sakit mana pak?" Tanya Randi.

"Rumah sakit Satria Mandala Kamar Melati ruang C20." Jelas Erte Samsir menjelaskan dimana Antok dirawat.

Randi mengangguk tersenyum.

"Baiklah pak, kalo gitu saya permisi dulu." Ujar Randi.

"Gak mampir kedalam dulu, ngopi pak." Jawab Erte Samsir.

"Terima kasih, lain kali aja pak." Ujar Randi.

"Mari pak." Ujar Randi lalu naik ke mobilnya, erte Samsir mengangguk melihat kepergian Randi.

   Didalam mobilnya, Randi tersenyum licik karena berhasil mendapatkan info lokasi Antok dirawat. 

"Dapat juga infonya." Ujarnya tersenyum licik sambil terus menjalani mobilnya. Randi bersiul senang.

   Dirumah Sakit, Antok tampak sudah dipindahkan ke ruang rawat sekarang, tampak Tatik, Ibunya, Istri dari almarhum Riyadi, tetangga rumah Yana dan Randi ada disitu bersama Irfan anak nomor duanya dan Sulis anak bungsunya yang sekolah SMA.

"Kamu di keroyok Mas ?" Tanya Irfan pada Antok.

"Kayak ada lima orang disitu, tapi terlihat satu." Ujar Antok lemah.

"Maksud kamu ?" Tanya Tatik.

Antok menghela nafasnya berat, mengingat kejadian itu. Dalam ingatan Antok waktu malam kejadian tersebut...---

   Saat Randi hendak menggunting mulutnya dengan gunting pagar, tangannya dipegang Sandi, tidak ada siapa siapa selain Randi sendiri, lalu saat tiba tiba Randi menoleh ke arah Roni, tidak ada Roni, yang ada hanya Randi sendiri seperti bicara pada Roni, dan Randi yang bicara seolah dirinya Sanur, Roni , Rahman dan Sandi. 

Tak ada siapa siapa di dalam gudang itu, hanya ada Antok dan Randi saja saat kejadian tersebut.

Semua yang dilihat Antok waktu itu adalah imajinasi Randi yang sedang bicara dengan ke empat teman teman hayalannya.

Yang melepas ikatan nya Randi, yang melarang melepas pun Randi, yang mengejar Antok pun Randi, tidak ada sosok Roni, Sandi, Sanur, Rahman yang mengejar dan menangkap ,yang menyeret Antok pun Randi. Randi juga yang dipukul Antok dengan kayu.

Mengetahui hal itu Tatik, Irfan dan Sulis kaget. Mereka seakan tak percaya dengan apa yang dikatakan Antok.

"Sakit jiwa, pribadi ganda dong kalo gitu." Ujar Irfan .

"Aku berpikir begitu." Ujar Antok lemah.

"Harus lapor polisi ini, gak bisa dibiarin, bahaya." Ujar Tatik.

"Kamu buat laporan ke polisi Fan, biar diselidiki." Ujar Tatik pada Irfan.

"Iya Bu." Jawab Irfan.

Tampak wajah Tatik menyiratkan ketakutan, mereka baru tahu kalau Randi memiliki penyakit psycho, punya kepribadian ganda yang mengerikan, hingga ada lima pribadi dengan dirinya didalam dirinya. Tatik bergidik seram.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status