Share

Hell...Lo Antok !

   Hari hari Randi di isi dengan aktifitasnya dilapangan dengan syuting, kali ini Randi sedang menggarap sebuah film thriller.

Kesuksesan demi kesuksesan diraih Randi.

"Ok Cut ! Break !! Terima kasih all tim untuk kerjasama baiknya." Ujar Randi mengakhiri sesi syuting hari terakhirnya itu. Seluruh tim bersuka cita dan bersalam salaman, tampak wajah mereka menunjukkan kepuasan.

Pimpinan Produksi menyalami Randi.

"Semoga film kita sukses dipasaran pak." Ujar Pimpinan Produksi.

"Ok Pak." Ujar Randi.

Randi anti memakai istilah istilah agama. Untuk itu Randi cuma menjawab Ok saja dengan tersenyum santai.

"Oh ya pak Jay, sebelum masuk ke studio editing, saya mau cuti dulu , nanti sepulang saya dari jawa kita lanjut ngedit nya." Ujar Randi pada Jay, Pimpinan Produksi.

"Baik Pak." Ujar Pimpinan Produksi.

Randi lalu melangkah menuju mobilnya, masuk kedalam mobil, menyalakan mesin mobil, kemudian pergi meninggalkan lokasi syuting.

Cafe Yana sudah berdiri dan berjalan, Cafe itu dinamakan "Dewi Sekar ", Nama kedua anaknya. Pengunjung Cafe itu biasa saja, tidak ramai, tidak juga sepi, hanya ada beberapa pelanggan yang sedang menikmati menu dari Cafe itu.

Karyawan karyawati yang berjumlah 4 orang sibuk dengan aktifitasnya masing masing, sementara tampak Yana duduk di sebelah meja kasir bersama Herry, pacarnya.

"Mudah mudahan semakin hari semakin lancar usaha kita ya Mas." Ujar Yana pada Herry.

" Aku yakin, pasti lancar ." Ujar Herry.

"Aku berani menjual asetku dengan menutup toko pakaian dan kios ekspedisi untuk modal membangun cafe ini, karena aku yakin kamu bisa menjalani bisnis kita ini mas." Ujar Yana , Herry tersenyum.

"Pastinya, jangan khawatir." Ujar Herry tersenyum pada Yana.

"Aku jemput Dewi pulang sekolah dulu mas." Ujar Yana.

"Iya. Yan, Udah waktunya Dewi pergi sekolah sendiri. biar kamu bisa lebih focus jalani bisnis." Ujar Herry.

"Maksudmu ?" Tanya Yana.

"Ya beliin Dewi motor, ajarin dia naik motor, jadi Dewi bisa berangkat dan pulang sekolah naik motor, kan udah SMA kelas satu toh." Jelas Herry.

"Nanti aku pikirin deh." Ujar Yana.

"Aku tinggal dulu ya Mas, nanti aku kesini lagi." Ujar Yana lalu pergi keluar dari cafe itu.

Mobil memasuki jalanan pasar yang ada di sudut kota Klaten, Mobil itu berhenti di depan sebuah kios ayam potong. Tak lama setelah mobil berhenti dan terparkir, Randi keluar dari Mobilnya.

Randi melangkah menuju kios ayam potong, Randi memakai kaca mata hitam dan topi hitam, hingga tak di kenali.

"Ayamnya 2 ekor ya mba." Ujar Randi.

"Baik pak, ditunggu ya." Ujar Mbaknya, lalu berjalan ke arah suaminya yang ada didalam kios ayam potong itu , Randi memperhatikan suami istri yang sedang berbicara itu. Si Mbaknya datang lagi menghampiri Randi.

"Duduk dulu pak, ngantri sedikit ya." Ujar nya pada Randi.

"Gak apa, saya sambil nunggu Marwan beres motong ayamnya." Ujar Randi , si Mbak kaget karena nama suaminya disebut.

Randi membuka kaca mata hitam dan topinya.

Melihat Randi yang berdiri didepannya tersenyum, si mbak, yang bernama Eka, istri dari Marwan kaget dan tampak senang.

"Paaaakkk, baaang Randiii ini..." Teriaknya memanggil Marwan.

Mendengar nama Randi, Marwan kaget dan senang langsung bediri dan lari menghampiri.

"Baaang...!! Apa kabar ?!" Ujar Marwan.

"Maaf tangan saya kotor." Ujar Marwan lagi.

"Gak apa Wan." Jawab Randi.

"Alhamdulillah, saya senang bisa liat dan ketemu abang lagi, Senang juga liat abang baik baik aja." Ujar Marwan.

"Naik apa ke sini bang, ingat ke sini?" Ujar Marwan.

"Naik itu, dari Jakarta langsung." Randi menunjuk Mobilnya, Marwan yang melihat Sedan mewah Randi tersenyum senang.

"Wah mantap." Ujar Marwan melihat mobil Randi, Randi tersenyum pada Marwan yang tampak senang dengan kedatangannya.

"Dilanjut Wan kerjaannya, saya gak apa disini nunggu." Ujar Randi.

"Iya bang, maaf saya tinggal dulu ya, paling sebentar lagi nutup kok, biasanya jam segini udah tutup." Ujar Marwan.

"Hari ini ditambah waktunya karena  nunggu saya datang, padahal kamu gak tau saya datang." Ujar Randi tertawa, Marwan ikut tertawa lalu meninggalkan Randi masuk kedalam kios dan memotong ayam lagi.

Randi duduk di sebuah bangku yang ada di depan kios itu, mengambil rokoknya dan membakar rokok lalu menghisap rokok itu.

   Disebuah Cafe, tampak Marwan dan Randi sedang duduk lesehan. Makanan sudah habis mereka makan.

Randi membakar rokoknya.

"Nginap dirumah saya ya bang." Ujar Marwan.

"Gak Usah Wan, ngerepotin, Saya udah booking hotel kok." Ujar Randi pada Marwan.

"Oh gitu, kasih tau alamat hotelnya bang, biar saya main kesana nantinya." Ujar Marwan.

"Siaap." Ujar Randi.

Seorang Pelayan Cafe menhampiri Randi dan Marwan, memberikan bungkusan berisi makanan, ada 3 bungkus makanan. Pelayan meletakkannya di meja.

"Terima kasih mba." Ujar Randi pada Pelayan yang mengangguk dan pergi meninggalkan mereka.

"Makanan makanan ini buat Eka dan anak anakmu Wan." Ujar Randi.

Randi lalu mengeluarkan amplop tebal berisi uang 5 juta. dan memberikannya pada Marwan.

"Tolong diterima Wan." Ujar Randi.

"Apa ini bang ?" Ujar Marwan heran.

"Ambillah, saya membalas kebaikan kamu dulu udah nolongin saya." Ujar Randi.

"Jangan gitu bang, saya ikhlas bantu, karena abang sudah saya anggap abang sendiri. Gak usah begini bang." Ujar Marwan menolak pemberian Randi.

"Kalo kamu nolak, tolong ambil sebagai hadiah saya buat ke tiga anak anakmu, hadiah dari saya." Ujar Randi tersenyum. Mau tidak mau Marwan pun menerima dan mengambil amplop tebal berisi uang tersebut.

"Saya ingat waktu pertama kali abang nolongin saya. Abang kasih saya modal untuk usaha, mengajari saya bagaimana cara memotong ayam yang syar'i sesuai agama." Ujar Marwan.

Ya, dulu Kehidupan Marwan sulit, usaha warung sembakonya bangkrut, dalam bingungnya itu Randi datang memberikan bantuan dengan menyuntikkan modal hingga mengajarinya cara memotong ayam dan membelikan Marwan mesin pemotong ayam.

Randi bisa memotong ayam dengan baik karena ilmu itu didapatnya ketika dia berada disebuah Pesantren Modern saat menjalani perawatan karena sakit.

"Itu gak seberapa Wan, saya cuma beruntung bisa belajar di pesantren saat itu, jadi bisa nularin ilmunya ke kamu." Ujar Randi tersenyum.

"Saya senang melihat usaha kamu maju Wan." Ujar Randi tersenyum.

"Terima kasih bang." Ujar Marwan.

"Maaf, apa selama ini abang gak ada komunikasi dengan mbak Yana dan anak anak ?" Tanya Marwan hati hati pada Randi.

"Nggak pernah Wan, sejak saya di Jakarta, saya sengaja memutuskan segala hal dalam berkomunikasi dengan Yana, biar saya focus dengan diri saya sendiri, biar gak keingatan terus." Ujar Randi menjelaskan sambil tersenyum, Marwan pun mengangguk paham.

"Apa abang gak kangen sama anak anak abang ?" Tanya Marwan lagi.

"Ya kangen Wan, tapi bukan kangen seperti dengan anak kandung sendiri, kangen biasa aja." Ujar Randi.

Marwan kaget dan bingung, menatap Randi.

"Maksud abang ?" Tanya Marwan.

"Sebenarnya Sekar dan Dewi itu anak sambung saya dari suami pertama Yana." Randi tersenyum menjelaskan. Marwan kaget baru tau.

"Anak kandung saya ya cuma satu, Via yang ada di Jakarta dan tinggal bersama ibu kandungnya." Ujar Randi.

"Jadi, abang dan mbak Yana..." Ujar Marwàn.

"Iya, kami nikah dengan status Yana janda dua anak dan saya duda satu anak dulu, nikahnya pun prosesnya ta'aruf, karena kami tidak pernah bertemu, hanya bertemu ya pas awal kenalan saja di Jakarta." Jelas Randi pada Marwan.

"Biar bagaimanapun, Sekar dan Dewi selama pernikahan saya dengan Yana sudah saya anggap anak sendiri, jadi tanggung jawab sendiri. Jadi wajar kamu mengira mereka anak kandung saya kan." Ujar Randi tertawa, Marwan mengangguk tersenyum.

"Iya bang, maaf saya baru tau." Ujar Marwan.

"Ya ga apa Wan. Santai aja." Ujar Randi pada Marwan.

"Kayaknya cafenya udah mau tutup Wan, udah makin malam, kita pulang yuk." Ajak Randi.

"Ah iya bang, sampe lupa waktu kalo udah ketemu abang." Marwan ketawa, mereka berdiri melangkah.

Randi menuju kasir sementara Marwan dengan menenteng bungkusan makanan berjalan kearah parkiran mobil Randi.

Setelah membayar di kasir, Randi pun menghampiri Marwan yang menunggu dimobilnya.

"Nanti saya hubungi kamu untuk rencana kita." Ujar Randi, Marwan mengangguk. Lalu Randi membuka pintu mobil dan masuk kedalam mobil di ikuti Marwan.

Randi menyetir mobilnya, dia mengantarkan Marwan Pulang kerumahnya malam itu.

   Cafe Dewi Sekar milik Yana tampak ditutup, Yana dan Herry melangkah keluar dari Cafe, naik ke motornya, tidak jauh dari situ, tampak seseorang sedang memperhatikan Yana dan Herry dari dalam mobil yang berkaca gelap.

Yana di bonceng Herry, motor melaju dari tempat itu, tak lama mobil yang tadi memperhatikan Yana dan Herry mengikuti dari belakang mereka .

Motor Herry belok masuk kejalan rumah Yana, Yana merangkul pinggang Herry diatas motor, dari dalam mobil yang ternyata Randi, masih mengikuti mereka.

Tidak berapa lama, motor pun berbelok ke kiri masuk ke sebuah gang, Randi menghentikan Mobilnya, tampak dari kaca spion depan mobil Randi tersenyum menyeringai.

"Keliatan bahagia kamu Yana dengannya." Ujar Randi.

"Bahagialah selama kebahagiaan itu datang dikehidupanmu, sebelum semuanya menjadi mimpi burukmu." Ujar Randi menyeringai, memandang jauh kedepan dengan tatapan mata penuh arti.

Randi menjalani mobilnya , memutar balik mobilnya, lalu menjalankan mobilnya untuk pergi dari jalanan itu, kembali ke hotelnya.

Saat Mobil melaju, didepan terlihat Antok, anak nya Tatik tetangga sebelah rumahnya yang pernah ribut dengannya berjalan ke arah sebaliknya, seperti baru pulang dari tempat nongkrongnya.

Randi pun menginjak rem mobilnya mendadak, menghentikan mobilnya, terdiam sejenak, tak berapa lama tatapan mata Randi tajam menatap ke depan, kearah Antok.

Tubuh Randi tampak kaku, Randi lalu membuka pintu mobilnya sambil tangannya mengambil sesuatu dari dashboard mobil.

bertepatan Randi keluar, Antok  melangkah melewati Randi. Randi  keluar dari mobil, berdiri berbalik dan menegur Antok yang sedang berjalan .

"Hell...Loo Antok !" Panggil Randi pada Antok.

Antok menghentikan langkahnya, berhenti, lalu berbalik menatap kearah Randi yang tersenyum menyeringai.

"Lupa ya ? " Ujar Randi pada Antok. Antok memperhatikan Randi, lalu melangkahkan kakinya kedepan menuju Randi, 3 langkah, Antok menghentikan langkahnya mengamati.

"Lu bilang mau habisin gua kalo ketemu dijalan kan ?" Ujar Randi menyeringai, gerak gerik Randi berubah, tidak seperti biasanya, menatap tajam menahan geram pada Antok.

Antok yang akhirnya mengenali Randi terlihat marah, menatap geram pada Randi.

"Eluu, kebetulan...cari mati luu." Ujar Antok lalu berlari menyerang Randi. Dengan seketika Randi menghindari serangan Antok, mencengkram bahunya dengan kuncian, lalu menusukkan alat suntik ke leher Antok.

Randi melemparkan tubuh Antok yang dicekalnya dengan kuncian bela diri, Antok memegang lehernya bekas di suntik Randi.

Tak berapa lama Antok sempoyongan, lalu tubuhnya rebah ke tanah. Randi mengamati sekitar nya, sepi tidak ada siapa siapa.

Dengan cepat Randi membuka pintu bagasi mobilnya, menggotong tubuh Antok dan memasukkannya kedalam bagasi mobil, mengikat tangan dan kaki Antok, Lalu menutup pintu bagasi mobil.

Randi kemudian menjalankan Mobilnya meninggalkan tempat itu.

   Disebuah gudang kosong yang tak terpakai, Randi meletakkan tubuh Antok yang pingsan itu kelantai. Randi sudah merencanakan semuanya, untuk itu dia sengaja membawa Antok ke gudang itu yang diketahuinya sudah bertahun tahun kosong saat dia masih tinggal di Klaten .

Dalam Gudang yang tampak tak terurus itu, Randi mengangkat tubuh Antok dan mendudukkannya di sebuah kursi yang sudah disediakannya di situ, lalu mengikat tubuh Antok dengan kuat di kursi .

Tampak dimeja alat alat senjata tajam berjejer.

Randi menyiramkan bensin didepan Antok.

Tak lama Antok mulai sadar, melihat Randi yang sedang menaburkan bensin didepan dan sekitar Antok membentuk lingkaran, Antok mencoba meronta hendak melepaskan ikatannya.

"Lepaskan....Lepaskan aku.." Ujar Antok.

Randi yang sudah selesai menaburkan bensin di sekitar Antok, lalu melempar jerigen bensin itu.

Randi berdiri menatap Antok, Randi memutar lehernya, berbunyi "Kreek"

Lalu Randi menyeringai mendekati Antok.

"Jangan cengeng, jangan jadi penakut. Bukannya elu dulu kayak jawara nantang dan ngancam gua?" Ujar Randi .

"Lepaskan Aku!" Ujar Antok.

"Ini akibatnya kalo lu ngerendahin gua." Ujar Randi. Randi lalu melangkah , wajahnya mendekati wajah Antok, tangan Randi mencengkram dagu Antok.

Lalu Randi berkata dekat ke wajah Antok.

"Kalo elu dulu gak ngancam gua mau habisin gua, elu gak kan berakhir disini"

"Semua gara gara elu, Kalo dulu elu ngakuin kesalahan dan jelasin ke ibu lu yang tolol itu, keluarga lu pasti masih utuh." Ujar Randi pada Antok.

"Lepaaaaasssiiiin guaaaa..." Teriak Antok.

Randi berjalan ke meja , mengambil sebuah alat yang ada dimeja itu, mendekati Antok. Melihat itu Antok sangat ketakutan.

"Toooolllooooonggg....Tooollloooonggg..." Teriak Antok.

"Lebih keras lagi teriaknya, sekeras apapun elu teriak gak bakal ada yang dengar." Ujar Randi pada Antok. Randi mengarahkan alat yang dipegangnya ke wajah Antok, melihat itu Antok semakin takut.

"Maafin saya...Maafin saya Maas, saya ngaku salah, maafiiin saya, tolong jangan bunuh sayaa." Ujar Antok yang berubah menjadi memelas pada Randi karena melihat sebuah alat dipegang Randi. Randi hanya menyeringai kecil menatap wajah Antok.

"Mulutmu itu harus diberi pelajaran agar gak mudah mengeluarkan omongan busuk." Ujar Randi pada Antok.

Antok meronta ronta ketakutan, berusaha melepaskan diri.

Randi mengarahkan alat itu ke wajah Antok, perlahan lahan, semakin dekat, semakin dekat, mata Antok terlihat ketakutan, alat itu semakin dekat kewajah Antok, mengarah ke mulutnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status