~Satu-satunya dia yang aku cinta juga satu-satunya dia yang telah buat aku terluka. Definisi yang mahrom berasa halal~
***
"Siapa yang lagi rindu?" Robet mengelak.Imaz mengetik, "sudahlah Gus, kalau kau rindu bilang saja."
"Hey, kenapa kau tiba-tiba bangun?"
Imaz mengetik, "heran saja Gus. Kenapa kau sempat-sempatnya salat tahajud?"
Robet tersenyum, "karena waktu inilah yang bisa membuat aku tenang ketika berdialog dengan Allah."
Imaz yang tengah duduk di belakangnya tertegun mendengarnya. Apa yang ia katakan sama dengan apa yang Imaz pikirkan. Sepertiga malam adalah waktu terbaik untuk menangkan hati dan leluasa
~Masa lalu adalah masa indah. Masa sekarang adalah masa iddah. Harapan masa depanku adalah berawal iddah menjadi mawaddah. Aku hanya ingin sakinah bersamamu~ ***Imaz mengetik, "nasi bungkus itu tadi buat aku kan?"Robet terpekur. Ia telah meninggalkan nasi bungkusnya di mobil."Haduh! Aku lupa Cha. Nasinya ketinggalan di mobil. Maafkan aku. Kau benar-benar lapar?"Imaz mencari sesuatu di youtube. Kemudian ia tekan play. Seketika itu, suara bayi menangis dengan volume paling tinggi dari youtube, membuat Robet terperanjat."Hey, kenapa kau menyalakan alarm?" Dengan muka masam. Imaz menahan senyum.Imaz mematikan youtube-nya. Ia menget
~Hati pernah menyimpan rasa cinta. Hati juga pernah tergores luka. Kedua rasa yang tak bisa dilupakan begitu saja~ ***Air mata Imaz meleleh. Ia tak kuasa melihat seseorang yang ia cintai, mengatakan kalau dirinya secepat itu mendapat pengganti.Robet terus memanggil cemas. Tak biasanya Icha diam begitu saja ketika diajak berbicara. Telinga terngiang-ngiang suaranya, imaz pun berlari ke kamar mandi. Membuka kran air. Agar ia tak mendengar Imaz memanggilnya.Ia larut dalam tangisannya."Icha? Kok diam?"Robet makin panik. Ia mendengar suara kran dari kamar mandi tiba-tiba. Ia berpikir dan yakin kalau Icha berada di kamar mandi siapa lagi kalau yang ada di kamar
~Air mata meleleh kala melihat kau menghilang dariku. Darahku mendidih kala melihat kau terluka bukan karena aku. Menangislah! Karena Allah tak pernah melarang itu~ ***"Abah, mau jodohkan Robet dengan siapa?" Gus Fatih penasaran."Siapa lagi kalau dengan Hilda?" Kata romo kiyai Usman dengan yakin.Robet sudah menduga. Siapa lagi kalau bukan Hilda? Irma juga di penjara bersama Arman. Bahkan, ayahnya tidak memedulikan keadaannya.Ning Fiyyah yang mendengar itu, tak ada harapan lagi untuk memenuhi amanah romo kiyai mempertemukan cinta Robet dan Imaz."Wah, sepertinya cocok. Kapan bah mereka taarufan?" Timpal Gus Fatih."Hilda sekarang semester delapan. Doakan
~Tanpa perlu kau meminta, dengan perasaan yang penuh cinta, aku rela mengepakkan sayap untuk membuktikannya~ ***Dinginnya angin malam menelisik tubuh dan ketegangan di antara mereka. Ning Fiyyah memicingkan mata untuk memastikan apakah benar yang ada di depannya adalah manusia. Dia mendekat. Lampu dari atas kepala Imaz berpendar menunjukkan cahaya kebenaran. Hati berdesir kala melihat realitanya. Tanpa susah payah ia mencari, Imaz datang sendiri dengan kerendahan hati. "Imaz?" Imaz tersenyum tipis. Menahan terpaan deras hujan yang membuat bibirnya bergetar menggigil. Saling merindukan, di balik hujan yang membutuhkan kehangatan, mereka berpelukan. "Iya, Ning. Aku tahu kau pasti memahami isi hatiku. Kau akan membuktikannya dengan cara Ning sendiri.""Aku senang bisa bertemu denganmu lagi."Saking senangnya mereka bertemu, baju yang ia kenakan basah, kotor terkena masker hitam. Ni
~ Bekas peluru masih terasa. Darah ia korbankan. Bukti apa lagi agar dia percaya bahwa aku terlalu mencintaimu? Aku memang terlalu mencintaimu meski kau buta mata dan hati.~ ***Bagai disayat-sayat. Pedihnya hati melihat Robet disiksa di depan banyak orang yang ditutup matanya seperti ia yang tak bisa melihat. Di ikat pada kayu. Di tatap tajam oleh musuh. Terlebih peluru siap melaju. Pria misteri itu memantik peluru. Imaz tak siap melihat Robet tiada. Lebih baik dia tidak punya hubungan dengannya daripada ia harus kehilangan dia selamanya. "Gus....." teriak Imaz.Dan Dooorrrr!!!Peluru justru menancap ke dada Imaz. Darah meledak ke wajah Robet. Napasnya terhenti dan terjatuh tak sadarkan diri. "Imaz...." gumam Ning Fiyyah kaget. Ia langsung menghampirinya. Menangis melihat keaadan Imaz yang bersimbah darah. "Hey! Siapa yang kau tembak?" Tanya Robet heran kenapa saat p
~ jika kau cinta, siapkan hatimu. Jika kau kecewa, siapkan akalmu. Jika sudah terlanjur sakit dan kecewa, siapkan relasi antara hati dan akalmu. Kadang punya hati tapi tak dapat memahami. Kadang punya akal tapi tak dapat berpikir~ ***Melihat kabar kematian Imaz, Irma ingin berkunjung ke makamnya. Tetapi, bagaimana bisa sedang dia di penjara. Penjaga polisi tadi langsung menarik tangan Irma. Mengisyaratkannya untuk kembali ke sel tahanan. Ia melintasi sel tahanan. Tepat di depan sel tahanan Arman, ia menghentikan langkahnya. Arman yang sedang duduk termenung di pojokan segera mendekat. Irma menatapnya nanar. "Man, apa kau sudah tau kabar tentang Imaz?" Tanya Irma menyeka air matanya. "Dia sudah ketemu?" "Iya.""Alhamdulillah.""Dan dia sudah bahagia disana." "Mereka menikah?""Imaz sudah bahagia di alam sana."Arman terperangah. Jantungnya berdetak
~Mencoba mengobati dengan pengganti baru. Mencoba melupakan karena dia bukan untukku. Dan mencoba mengikhlaskan walau kadang hati sering berdusta. Cinta tak salah. Tapi aku yang salah~ ***Senja membutakan segalanya dengan segala keindahannya. Ning Fiyyah dengan gesit melukisnya. Ibu Robet memotretnya. Keluarga Hilda merekam saat senja datang hingga menghilang. Mereka mengabadikan momen dengan cara masing-masing. Ketika senja menghilang, Ning Fiyyah mengucapkan terima kasih telah mengizinkan melukisnya. Robet mengucapkan terima kasih telah hadir walau dia tak bisa melihat kehadirannya. Hilda mengucapkan terima kasih sudah hadir walau sebentar. Tapi, ia yakin dia akan datang dengan segala keindahannya. Senja yang datang untuk mengindahkan, rela menghilang demi langit yang menggelapkan. Langit sudah menunjukkan kegelapannya. Keluarga Hilda memulai makan malamnya. "Hilda, besok pagi k
~Janji kita berdua yang dulu pernah kita ikrarkan untuk bersatu dalam ikatan cinta harus terpisah dalam alam berbeda. Akankah janji kedua bisa satu untuk selamanya?~ ***Sultan sudah meminta taarufan mereka selesai. Tak mau nanti kesiangan dan terlalu menunggu lama di bandara, Sultan menuntun Robet. Hilda menatapnya sangsi. Kiyai Usman juga merasa tak enak jika mengganggu keberangkatan mereka. Maka, beliau meminta maaf dan pamit langsung pulang ke rumah. Sultan menyalakan mesin mobilnya. Mobil siap melaju ke bandara. Robet siap untuk dioperasi. Mata siap untuk melihat luasnya dunia. Selama tiga bulan ini, mereka akan menetap di Singapura. Menanti keberhasilan penglihatan Robet. Masalah pekerjaan, Sultan sudah meminta Daniel menghandle-nya. Masalah jadwal pengajian, Robet sudah mencari penggantinya dari kang-kang lain yang siap mengajar. Masalah pernikahan, mereka serahkan semuanya pada Allah ta'ala. Mu