"Anda terlihat sangat baik hari ini. Ke mana Anda akan pergi? Anda masih sakit. Jadi, saya sarankan agar Anda tetap di rumah." Albert bermaksud menahan tuan ini. Biar bagaimanapun juga, Rafael masih sakit dan baru keluar dari rumah sakit.
"Aku bosan di rumah." Rafael menjawab dengan wajah penuh keluhan. "Berikan kunci mobilku." Dia hampir merengek. "Baiklah. Akan tetapi, saya akan menemani Anda." Albert tidak akan tenang jika membiarkan tuannya satu ini keluar sendirian. "Tidak usah. Aku hanya ingin membeli buku." Rafael mulai kesal dengan Albert yang menahan langkahnya. "Di mana?" Albert mengeluarkan kunci mobil Rafael dari sakunya. "Tidak jauh." Rafael menjawab, tidak spesifik sebab dirinya berbohong. Huf! Siapa yang akan mengaku ke Albert jika dia akan pergi ke perusahaan Khahitna? Dia tahu Albert pasti akan menahannya. "Baiklah. Satu jam. Jika dalam waktu satu jam Anda tidak kembali, saya akan mengirim orang untuk menjemput Anda." Albert tegas, meletakkan kunci mobil di tangan Rafael, lalu lanjut menyiapkan makan siang. Rafael terdiam menatap punggung art itu: "... siapa tuan di sini? Mengapa aku merasa kau seperti ayahku sekarang?" Albert benar-benar keterlaluan. Akan tetapi, dia tetap menjawab, "Oke!" Kemudian, pergi. Albert merasakan firasatnya memburuk saat melihat tuannya keluar rumah. Apakah baik-baik saja melepas orang sakit yang suka membuat kekacauan itu di jalan? Sepertinya tidak. Jadi, dia mengambil ponsel dan menghubungi nomor Khahitna. Tidak berselang lama, Khahitna menerima panggilan. "Albert, ada apa? Apakah Rafael membuat masalah lagi? Bawa saja dia ke rumah sakit." Khahitna berkata dengan datar. "Tidak. Akan tetapi, hari ini Tuan keluar dan berkata hanya membeli buku. Saya sedikit khawatir jika terjadi sesuatu kepada Tuan." Albert menjelaskan situasinya. "Mengapa kau mengizinkannya pergi?" Khahitna mengembuskan napas lelah dan suaranya jelas di telepon. Albert merasa bersalah. "Baik, Nyonya. Saya akan membawanya kembali." Itu yang seharusnya kepada suami Nyonya yang sakit dan suka membuat masalah. Khahitna tidak mengiyakan atau menolak ide itu. Dia memutus sambungan telepon karena Arnold sudah berada di tempatnya. Arnold, dia pria dewasa berusia 32 tahun yang tinggi dan tampan. Wajah khas barat itu tegas dengan garis rahang menonjol. Dia pria yang gagah. Dada lebar, punggung bidang, dan pinggang ramping membuat sosoknya agung dibalut jas hitam yang rapi. Rambut hitamnya jatuh dengan sempurna. Mata elang memikat, bibir tipis, dan dagu sedikit terbelah yang dihiasi cambang tipis membuat dia seperti dewa. Tampan! Jika ada Arnold di perusahaan ini, beberapa karyawan kantor lupa diri dan berbaris hanya untuk melihatnya. Beberapa harus mimisan karena tidak tahan dengan godaan pria blasteran Asia-Barat itu. Siapa yang akan tahan dengan hot-nya seorang Arnold? "Argh! Dia dewaku! Betapa tampannya?" "Aku ingin menjadi selirnya, tolong!" "Jadi pembantunya pun tidak masalah asal bisa lihat Tuan Arnold tiap hari!" Gadis-gadis di kantor Khahitna gila dan para pria hanya bisa menatap dengan mata merah karena iri. Mengapa mereka tidak diciptakan setampan Arnold? "Hai, Arnold! Senang bertemu denganmu lagi." Khahitna menyambutnya di lobi dan membawa mitra bisnisnya ini secara pribadi. Sebagai teman baik sekaligus mitra, mereka tidak memiliki banyak batasan atau kesopanan. Arnold memberikan pelukan singkat kepada Khahitna yang tinggi dan cantik, lalu dibalas dengan pelukan yang sama. Penonton di kantor: "Argh! Pasangan surga!" Hati mereka menjerit karena baper. Arnold dan Khahitna tampak sangat serasi. Satu sangat cantik dan lainnya begitu tampan. Dari sudut manapun orang lain melihat, Arnold adalah pasangan alami bagi Khahitna. Sayang sekali, Khahitna telah menikah dengan seseorang yang belum sekalipun mereka lihat rupanya seperti apa. Khahitna membawa Arnold ke ruang pertemuan. Mereka berbincang dan mengabaikan gadis-gadis yang iri dan kegirangan. Akan tetapi, Arnold tahu di dalam hatinya bahwa inilah kebanggaannya. Bisa mengungguli suami Khahitna, itu tujuannya. Jika bukan karena status rekan bisnis, Arnold yakin dirinyalah yang berstatus suami Khahitna sekarang. Meski demikian, status Khahitna tidak meredupkan perjuangannya. Memangnya mengapa jika Khahitna sudah menikah? Dia pasti akan mendapatkan wanita yang berjalan anggun dan cantik di sampingnya ini. "Tahun ini, gejolak ekonomi sangat tidak stabil. Untungnya, kita masih bisa mempertahankan nilai." Arnold bicara tentang bisnis. Mereka memasuki lift diikuti sekretaris masing-masing yang diam dan mengamati. "Ya, aku sangat senang karena bisa bertahan sementara waktu. Tapi, aku bangga kepadamu. Di tengah persaingan dengan Brand New Women, kau masih menempati posisi pertama." Khahitna memuji dan itu kebenaran. Arnold sangat sukses dengan bisnisnya dan bidang ekonomi perusahaan sangat stabil, bahkan makmur. Satu-satunya mitra yang bisa memberikan dukungan paling stabil tentu saja milik Arnold ini. Khahitna jelas bangga kepada teman masa kecil. "Lalu, apa rencanamu sekarang?" Khahitna bertanya ketika mereka keluar lift dan memasuki ruang pertemuan. "Bekerja sama denganmu untuk menciptakan Pause." Arnold menatap mata Khahitna yang berkilat dengan keseriusan. Pause tentu saja produk kecantikan baru yang sedang dikembangkan oleh perusahaan milik Arnold. Produk ini memiliki investor yang besar dengan kemungkinan nilai pasar yang tinggi. Karena Pause, perusahaan Arnold terus berkembang dan memiliki banyak pendukung. Hanya dengan Pause, Arnold nyaris melampaui perusahaan raksasa dunia. Sekarang, Arnold mengajak Khahitna untuk bekerja sama. Penawaran yang menarik. Mustahil Khahitna tidak tergoda untuk menjadi bagian dari Pause. Hanya saja .... Pada waktu yang sama, sekretaris Khahitna mendekat dan berbisik, "Presdir, suami Anda ada di perusahaan." Kalimatnya penuh dengan rasa tidak percaya. Jangankan sekretaris itu, Khahitna bahkan tidak percaya dan menatap dengan kilatan dingin di matanya. Sekretaris itu mengangguk dengan mantap dan wajah mengerut seperti sedang makan lemon. Karyawan di bawah melaporkan kepadanya bahwa Rafael Hanzho ingin bertemu Khahitna. Hanya dengan nama itu, apa yang bisa mereka lakukan, kecuali meneruskan kepada sang bos besar. Ini bukan rekan bisnis lagi, oke! Ini suaminya! Bersambung.Khahitna selesai membaca dan mengerutkan kening. Pria ini benar-benar tahu cara menjelaskan adegan seperti itu dengan sangat detail dan baik. Dia tidak percaya. Bukankah seharusnya dia seorang profesional dalam berciuman? "Oh ...." Jadi, Khahitna sedikit tertarik dengan aktivitas pria ini. "Kau paham tentang adegan ini seolah-olah kau telah melakukannya ribuan kali. Apakah kau pernah berciuman sebelumnya?" Dia bertanya, sedikit nakal. Rafael menatap sengit wanita berambut pirang yang tampak sangat misterius dan serius dalam ruangan remang-remang. "Apakah seseorang yang menjelaskan tentang narkoba harus mencicipinya lebih dulu? Tidak, bukan? Kau tidak perlu berciuman untuk menulis adegan berciuman. Belajar saja dari orang lain, novel atau naskah orang lain, dan bisa juga lewat film. Begitu mudah dan tidak perlu dibuat susah." Rafael menjawab dengan sungguh-sungguh. "Oh, begitukah?" Bos Wanita sedang menggali lubang jebakan sekarang dan senyumnya menjadi lebih misterius lagi. Siste
"Ya ...." Khahitna menjawab serius dan ekspresi di wajahnya tidak menunjukan sedikitpun tanda-tanda bercanda. Merry menutup ponselnya dengan kengerian dan teror. "Tidak bisa? Baiklah. Aku tahu itu. Kau masih lajang, bukan? Jadi, bagaimana kau akan tahu permainan seperti ini?" Khahitna penuh senyuman ejekan, keluar dari ruangan sang asisten, lalu kembali ke ruangannya sendiri sambil membayangkan hal-hal tidak bermoral lainnya. Merry yang ditinggalkan melarikan diri ke ruangan Sekretaris. "Kakak! Tolong aku!" Dia menangis dengan ketakutan. Apakah Presiden Adiwara itu tidak sedang mempermainkannya? Ciuman ... ciuman ... ah! Tuan Rafael akan memiliki hari-hari yang sial. Dia sangat terharu, oke! Di ruangannya, Khahitna mengeluarkan ponsel dan memasuki sebuah aplikasi, lalu menggunakan fitur pencarian untuk mencari sesuatu yang membuatnya penasaran. Tidak berapa lama, hasil pencarian keluar dan dia membukanya satu per satu. "Aku benar-benar sangat dangkal." Setelah menonton sampai pu
Rafael ditinggalkan dan kembali bekerja dengan fokus. Setelah selesai, dia mengirim hasil editan adegan kepada Mio dan Austin. Lewat panggilan video, ketiganya bertemu secara online. "Bagaimana menurut kalian?" Rafael meminta pendapat dengan timnya. "Sangat baik. Jika ditambahkan dengan efek, aku bisa membayangkannya. Ini luar biasa." Austin berkomentar. "Perhalusan yang memukau." Mio memberikannya jempol dengan kedua tangan, tersenyum dengan tulus. "Berikan masukan jika ada yang kurang atau perlu diubah kembali." Rafael bicara. "Tidak ada. Kemampuan Senior tidak perlu diragukan lagi. Kita hanya tinggal mengirimnya kembali kepada sutradara dan para pemeran." Mio berkata sungguh-sungguh. "Senior sangat berpengalaman." Austin tertawa, lalu menunjuk pangkal lehernya sendiri. "Senior, nyamuk yang menggigitmu banyak sekali. Bekasnya sampai seperti itu. Nyamuknya pasti sangat ganas." Hanya dia yang tahu maksudnya. Rafael yang memahami arah ini menutupi lehernya sendiri. "Benar-benar
Jika mengingat pembicaraan dengan sistem, Rafael benar-benar ngeri terhadap wanita cantik berwajah tegas ini. Sepertinya, dia memang harus menghindar dan melakukan trik lain dalam memenangkan hatinya. Tapi, apa? Di sisi lain, Khahitna benar-benar bangga dengan tandanya sendiri. Kelopak bunga-bunga itu cukup terbuka dan mudah dilihat orang lain. Hanya orang bodoh yang akan berpikir jika pria ini belum memiliki pasangan. Dia sangat siap jika Rafael membuat masalah lagi. "Tuan, apakah Anda memiliki kegiatan hari ini?" Albert bertanya. "Ya, aku tidak akan keluar." Rafael menjawab tanpa minat, mengambil sarapannya, dan makan dalam diam. Khahitna yang menunggu keributan Rafael merasa sedikit kehilangan. Mengapa hari ini si bayi besar tampak tidak ingin mencari gara-gara dan terlalu lelah? Apakah terjadi sesuatu dengannya? Bukan hanya Khahitna, Albert juga memiliki pemikiran demikian. "Apakah karena Tuan sudah sembuh, lalu kepribadiannya kembali?" Albert curiga dan merasa agak senang,
Rafael makan seafood dengan gembira. Moodnya membaik setelah makan. Tidak masalah jika bibirnya sangat sakit dan perih luar biasa ketika menyentuh pedas. Pada akhirnya, dia menyantap semua yang disajikan Albert dan mengakhirinya dengan jalan-jalan untuk mencerna makanan. Setelah merasa cukup, Rafael kembali ke kamar untuk mandi dan tidur. Dia tidak berniat begadang meski ada pekerjaan yang harus diselesaikan secepatnya. Dia masih harus mengubah adegan dalam naskah skenario dalam waktu dekat agar para artis bisa mempelajarinya. Rafael pergi ke kamar mandi. Dia mandi, setelah itu melihat diri sendiri di cermin besar kamar mandi. Rafael melihat wajahnya sendiri. Jujur saja, tidak ada perbedaan antara dirinya dan cangkang 'Rafael' ini dari sudut manapun melihatnya. Mereka sama persis seolah-olah dibuat dari cetakan yang serupa. Semakin melihat, Rafael sama sekali tidak bisa memuji wajah sendiri. Terlalu mengerikan ketika memikirkannya. Sampai kemudian, pandangan Rafael jatuh di bekas-b
Rafael terdiam dengan wajah cemberut. "Lepaskan aku." Pada akhirnya, dia takut dengan Khahitna. Seandainya wanita ini bukan Khahitna, dia berani menyebutnya. Namun, ini Khahitna. [Tuan Rumah, jawab saja. Aku merasakan bahaya dari Bos Wanita. Jika kau terus bermain-main, aku takut dia akan menciummu sampai mati] sistem terpaksa harus bertindak karena Tuan Rumah ini sangat tidak bisa diandalkan. "Tidakkah kau pikir dia sangat marah dan semakin membenciku sekarang?" Rafael bicara kepada sistem dalam benaknya. [Tuan Rumah, berapa usiamu sekarang, hah? Apakah kau bayi? Apakah kau tidak pernah menonton film romantis? Kau tidak bisa diandalkan] sistem sangat marah. "Mengapa kau marah? Tahu apa kau? Kau rusak!" Rafael balik memarahinya dan fokus kembali ke wajah Khahitna yang ternyata sangat dekat dengan wajahnya. "Lepaskan aku dulu." Sekali lagi, Rafael meminta dengan sikap merengek. Menggemaskan. Khahitna tidak tahan untuk tersenyum, tetapi tidak melepaskan. "Kau bilang ingin dicium.