Share

Misi Pertama

Author: Fin Nabh
last update Last Updated: 2023-07-15 07:33:40

Anak? Hamil? Hemm...

~~~

Tiit tiit…

Alarm ponsel di atas nakas berbunyi nyaring. Aveline meraba permukaan meja kecil di samping tempat tidurnya untuk mematikannya. Setelahnya, ia perlahan bangkit, meregangkan tubuh yang masih terasa pegal.

Ia menguap beberapa kali, lalu menoleh ke sisi tempat tidur yang kosong. Tak ada jejak tubuh suaminya.

Lagi-lagi tidur sendiri..

Aveline mencebik. Merasa sedih tapi tidak ingin terlalu berlarut. Karenanya, dia mengambil napas dan bangkit, masuk ke kamar mandi, mencuci muka dan menyiapkan air hangat. Ia kemudian memilih pakaian kerja untuk Cassian dan meletakkannya rapi di atas tempat tidur.

Pagi itu seperti pagi-pagi sebelumnya. Ia melangkah ke kamar di sebelah kanan kamar utama, ruang tidur yang kini lebih sering ditempati Cassian.

“Kak Ian.. bangun… Udah pagi,” panggilnya sembari mengetuk pintunya dengan lembut, namun cukup keras untuk membangunkan orang dari tidur.

Tak lama, pintu terbuka. Di baliknya berdiri sosok lelaki dengan rambut hitam acak-acakan, mata sayu, dan piyama dengan dua kancing atas yang terbuka, penampilan khas Cassian setiap kali bangun tidur yang entah kenapa selalu mampu membuat jantung Aveline terhenti sepersekian detik.

Melongo bagai orang bodoh dan itu memalukan.

Cassian hanya melirik sekilas, lalu berjalan begitu saja melewatinya menuju kamar utama tanpa sepatah kata.

Wajah Aveline memerah kemudian menggeleng pelan, mengusir pikiran sendiri yang mulai kemana-mana. Ia lalu melangkah ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

Menu pagi itu sederhana, roti bakar dengan selai cokelat, kopi untuk Cassian, dan jus buah untuk dirinya. Mereka memang tidak terbiasa sarapan dengan menu yang berat.

Menyeduh kopi adalah akhir dari persiapan sarapannya. Dan saat-saat ini lah Aveline mulai bertingkah aneh. Sambil mengaduk kopi, bibirnya mulai berbisik pelan, seperti berbicara pada kopi… atau mungkin pada dirinya sendiri?

“Semoga hari ini gue bisa ngeliat senyumnya Kak Ian. Hehe…” Ia terkekeh pelan, pipinya merona sendiri saat mengingat senyum suaminya yang jarang diperlihatkan kepadanya.

“Semoga dia sadar… kalau yang nyeduhin kopi tiap pagi tuh bukan jin penunggu rumah. Tapi istri cantik kayak gue.” Ujarnya narsis.

“Nggak apa-apa, pelan-pelan aja, Ave. Doain aja terus, lama-lama bakal kepincut juga.” Ujarnya menyemangati diri sendiri, sambil membawa cangkir kopi ke meja makan. Ia meletakkannya dengan hati-hati di tempat yang biasa diduduki Cassian. Lalu duduk di seberangnya bersama senyum cerianya.

Namun, senyum di wajahnya perlahan memudar. Pandangannya kosong, seperti ada sesuatu yang menguap dari dadanya. Pikirannya melayang…

Delapan dari dua belas bulan usia pernikahan dalam kontrak pernikahannya dengan Cassian, namun hubungan mereka masih berjalan di tempat.

Tidak ada cinta untuknya.

Tidak ada pelukan hangat.

Bahkan kata-kata manis pun tak pernah terdengar.

Padahal, ia telah mencoba. Segala cara yang diajarkan ibu mertuanya, masak menu kesukaan suaminya, penuhi semua kebutuhannya. Semua ia jalankan… kecuali satu hal.

Hal yang belum ia berani berikan.

Hahhh…

Aveline menunduk sambil mendesah pelan. Miris juga yah ternyata.

“Kenapa gak makan?”

Bahu Aveline tersentak. Sendok di tangannya nyaris terlepas. Ia mendongak terlalu cepat, membuat beberapa helai rambut terayun ke wajahnya.

“Sejak kapan Kak Ian di sini?” Suaranya melengking setengah panik, satu oktaf lebih tinggi dari biasanya.

Cassian mengangkat bahu, cuek.

“Gak lama. Pas kamu nghela napas panjang barusan.” Ia menyeruput kopi, tatapannya datar tapi tidak lepas dari Aveline. Roti bakarnya pun sudah habis.

Baru saat itu Aveline sadar, Cassian sempat memperhatikannya saat ia tenggelam dalam lamunan. Pipi Aveline langsung memanas. Ia menunduk malu.

Berarti dari tadi Kak Ian merhatiin gue, dong? Duhh.. gue gak aneh-aneh kan tadi?  Batin Aveline sedikit panik.

“Aku berangkat dulu.”

Cassian bangkit. Mengambil jas dan tas dari sandaran kursi dengan gerakan cepat.

Aveline buru-buru berdiri dan berjalan di belakangnya. Seperti biasa, ia berusaha memperpanjang interaksi mereka yang singkat.

“Kak, mau aku anterin makan siang gak?” tanyanya penuh harap.

Cassian hanya menggeleng.

“Kalau makan siang bareng, gimana? Sekali.. aja, ya.. ya?” tanyanya lagi. Kali ini ekspresi wajahnya memelas.

Cassian menatapnya sejenak. Terlalu lama untuk hanya menjawab, terlalu singkat untuk dianggap ragu.

“Aku banyak meeting hari ini.”

Alasan klise.

Selalu saja seperti itu, setiap Aveline mencoba mendekat, Cassian selalu punya cara untuk tetap menjaga jarak.

Padahal... Bukankah orang yang sibuk sekalipun tetap butuh makan siang?

Bukankah membawakan makan ke kantor justru menghemat waktu Cassian?

Aveline ingin menyuarakan semua itu. Tapi lidahnya kelu. Ia tahu… ini bukan persoalan makan siang. Cassian yang terus menutup pintu rapat-rapat dan tak memberi celah sedikit pun untuknya masuk.

Aveline mencoba tersenyum lagi. Tapi hanya satu sisi bibirnya yang bergerak, sehingga terlihat masam.

Tak butuh waktu lama, pasangan suami istri itu sampai di halaman depan rumah mereka. Pak Tomo sudah selesai memanaskan mesin mobil Cassian, namun Aveline masih menahan suaminya.

“Mau salim,” tangan Aveline terulur. Seperti kebiasaannya selama pernikahan mereka, mengantar suami pergi bekerja dan mengecup punggung tangan Cassian.

Tangan Cassian secara otomatis menyambut itu, namun wajahnya masih tetap datar.

Ya Tuhan... lindungi suami hamba, mudahkan pekerjaannya, dan pulangkan dia kembali padaku, doa Aveline dalam hati, dibisikkan pelan lewat kecupan kecil yang ia beri di sana.

Lama…

Selalu saja Aveline lama menyita waktunya. Padahal ia tahu, Cassian sudah hampir terlambat ke kantor.

“Ngapain, sih?” Tanya Cassian dengan nada agak kesal.

Aveline mengangkat wajah dan tersenyum, tapi tidak melepaskan genggaman tangan mereka.

“Doain kamu, dong.”

Cassian mengerutkan kening. “Oh.”

Hanya satu kata. Datar. Hambar. Tapi Aveline sudah terbiasa. “Doanya baik, tenang aja,”

tambahnya sambil terkekeh kecil. “Aku mau izin, ya. Hari ini ada acara ulang tahun sepupuku. Jadi pulangnya mungkin agak malam.” Lanjutnya.

“Hemm..” Cassian hanya berdehem pelan. “Mau sampai kapan pegangan tangan?”

Aveline buru-buru melepaskannya, wajahnya merona malu. “Hehe, sorry.” Gue kok agresif banget. Batin Aveline meringis.

“Aku pergi,” Cassian melangkah ke dalam mobil tanpa menoleh lagi.

Aveline tetap berdiri di sana. Melambaikan tangan sampai mobil itu benar-benar hilang dari pandangan.

“See you… hati-hati, ya.” Suara Aveline sayup mengikuti deru mesin yang menjauh.

Dan saat mobil Cassian menghilang di tikungan jalan, Aveline menurunkan tangannya perlahan.

“Suamiku…” gumamnya lirih, diiringi kekeh kecil penuh ironi.

Ia menarik napas panjang dan menepis rasa yang tersisa. Ada pesta yang harus ia hadiri.

~~~

“Stella sayang, selamat ulang tahun…” ucap Aveline sambil memeluk erat gadis yang baru menginjak usia tujuh belas tahun itu.

“Kak Ave!” seru Stella, memeluk balik dengan antusias. Senyumnya mekar lebar, sehangat suasana taman belakang yang dipenuhi bunga-bunga segar dan tawa riuh keluarga.

Dari balik pelukannya, Aveline mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah muda, lalu menyodorkannya. “Ini, spesial buat princess hari ini.”

Mata Stella berbinar saat menerima kotak itu. Dengan hati-hati, ia membukanya, sebuah kalung perak dengan liontin bintang kecil mengilap menanti di dalamnya.

“Cantik banget! Makasih, Kak Ave!” ucapnya, langsung memeluk Aveline lagi dengan lebih erat. Tak butuh waktu lama, kalung itu sudah melingkar manis di lehernya yang jenjang.

Aveline tersenyum, bahagia melihat reaksi senang Stella dan perhatian orang-orang di sekeliling mereka yang ikut tersenyum melihat kehangatan mereka.

Namun, momen itu tak berlangsung lama sebelum sebuah pertanyaan menyusul dari bibir Tante Nirmala, ibunya Stella.

“Cassian nggak ikut, Ave?” Tante Nirmala. Alisnya naik sedikit, nadanya santai tapi tatapannya tajam.

Aveline menggeleng ringan, tetap mempertahankan senyum sopan. “Dia kerja, Tan.”

“Kerja mulu? Nggak bisa luangin waktu buat kesini, ya?”

Aveline menahan napas sejenak, lalu berkata ringan, “Dia sibuk banget, Tan. Lagian Tante juga bikin pestanya di hari kerja begini…”

Senyumnya terangkat, tapi cepat jatuh kembali. Jari-jarinya mencengkeram pegangan handbag, berusaha mengalihkan tekanan dari dadanya ke tangan.

Sebenarnya, bukan salah hari. Bukan juga salah pekerjaan. Cassian memang selalu punya alasan untuk menghindarinya dan keluarga besarnya yang lain, except Papa Mamanya tentunya.

Tante Nirmala tak langsung menanggapi. Mungkin sedang mencerna sesuatu.

Stella cemberut. “Yah… padahal aku juga pengen kado dari Kak Cassian.”

Aveline menoleh dan tersenyum lembut. “Anggap aja itu dari Kak Ave dan Kak Cassian, ya?”

Stella menggeleng cepat, bibirnya mengerucut. “No! Hadiah Kak Ave dan Kak Cassian harus beda.”

Aveline tertawa kecil, mengelus kepala Stella. “Ya udah, nanti Kakak bilangin, ya.”

Stella bersorak lagi, lalu berlarian menyatu dengan suasana pesta. Aveline hanya menggeleng pelan, geli sekaligus maklum. Namanya juga remaja.

Karena merasa haus, Aveline meraih segelas jus jeruk yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Saat baru akan menyesap jus dingin dari gelas di tangannya, suara Tante Nirmala kembali menginterupsi. Kali ini, nadanya berubah serius.

“Ave… kamu nggak lagi ada masalah sama suami kamu, kan?”

Aveline terdiam. Sebentar. Tapi cukup untuk membuat situasi menjadi hening sesaat.

“Enggak kok, Tan. Emangnya kenapa?”

Pandangan matanya sempat melirik ke arah kedua orangtuanya, Papa Vincent dan Mama Natalia, yang sedari tadi hanya diam menyimak dari kejauhan.

“Yah… Tante cuma ngerasa aja. Soalnya Cassian jarang banget ikut ngumpul, apalagi kalo ada acara keluarga. Terus, kamu juga belum isi, kan? Atau kalian lagi nunda?”

Tatapan Aveline yang menunduk, jatuh pada tetesan embun di luar gelas jus jeruk yang sedari tadi di pegang Tante Nirmala. Tiba-tiba saja ia merasa sisa jus di lidahnya lebih manis.

“Suami aku emang lagi sibuk, Tan. Soalnya Papa nyerahin urusan perusahaan ke dia. Jadi dia fokusnya ke sana,” jawabnya cepat, mencoba melempar tanggung jawab ke papanya sendiri.

Tatapan pun bergeser ke Papa Vincent, yang untungnya mengangguk pelan, mengonfirmasi tanpa kata.

“Tapi kamu nggak nunda anak, kan?”

Kali ini, Tante Isla yang ikut menimpali. Tante Nirmala dan Tante Isla adalah adik dari Mama Nirmala. Mereka berdua memang dikenal terlalu “kepo” dengan urusan keluarganya yang lain. Perhatian, sih. Tapi kalau terlalu mencampuri, juga tidak baik.

Aveline membalas Tante Isla dengan menggeleng pelan. Kebohongan kecil, tapi perlu. Untuk menjaga retak-retak rumah tangga mereka tak terlihat orang luar.

“Soalnya ya… anak itu bisa bikin hubungan makin erat loh,” ujar Tante Nirmala, masih dengan nada ringan tapi menusuk. “Apalagi kalau kamu hamil, pasti makin disayang sama suami kamu.”

Komentar Tante Nirmala itu spontan membuat Aveline bertatapan dengan Papa Vincent.

Anak? Hamil?

Dua kata sederhana, tapi mengguncang palung pikirannya.

Mungkin... mungkin itu cara satu-satunya untuk menyentuh hati yang sudah beku.

Mungkin cinta bisa tumbuh dari seseorang yang sedang menanti hadirnya kehidupan baru.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Misi Menggoda Hati   Aku Mau Punya Anak

    Cassian punya solusi dan Aveline juga punya..~~~“Sudah sejauh mana hubungan kamu dengan Cassian?”Nada suara Papa Vincent begitu tenang… terlalu tenang, sampai-sampai bikin ruangan yang terang itu terasa dingin. Ia duduk tegak di sofa ruang keluarga, jasnya bahkan belum sempat dilepas.Pesta ulang tahun Stella bahkan belum benar-benar bubar. Tapi Aveline sudah diseret pulang, duduk di sofa seolah siap disidang.Aveline diam. Hanya menatap ujung karpet. Pertanyaan itu menghantam tanpa aba-aba.“Maksud Papa apa?”“Udah pernah… melakukan itu belum?” tanya Papa Vincent, sambil membuat tanda kutip di udara. Jelas, ‘itu’ bukan cuma sekadar kata.Wajah Aveline sontak memerah ketika mengerti maksud papanya. Pertanyaan itu terlalu blak-blakan, terlalu pribadi. Ia menggeliat canggung di tempat duduknya. “Ya ampun, Pa…” gumamnya pelan. “Ngapain nanya kayak gitu?”“Karena kamu belum hamil juga sampai sekarang.” Ucap Papa Vincent. “Pernikahan kalian udah delapan bulan, Ave.”Aveline mencengkeram

    Last Updated : 2023-07-17
  • Misi Menggoda Hati   Rindu

    Hampir satu bulan Cassian menghindari untuk bertatap muka dengan Aveline akibat peristiwa malam itu..~~~Engghh…Aveline terbangun dengan perasaan yang tak nyaman. Kepalanya berdenyut seperti dipukul benda tumpul, dan perutnya… mual. Bukan mual biasa, tapi mual yang merayap pelan dan menghantam keras, membuat tubuhnya lemas tak berdaya.Dengan napas tersengal, ia bangkit dari tempat tidur dan terhuyung ke kamar mandi. Detik berikutnya, suara muntahan menggema di antara dinding porselen, menyisakan rasa asam dan getir di mulutnya.Saat semuanya reda, ia menatap bayangan dirinya di cermin—pucat, lelah, dan kosong.Kembali ke kamar, ia meraih ponsel di sofa. Jemarinya bergerak refleks, membuka layar, berharap ada sesuatu.Satu pesan. Satu panggilan. Apapun.Tapi tidak ada. Hanya jam digital yang terus berlari ke depan, meninggalkannya di belakang. Cassian masih tak memberi kabar.Sejak malam itu, Cassian terus menghindarinya. Ia sengaja melewatkan sarapan dan pulang larut malam untuk me

    Last Updated : 2023-07-17
  • Misi Menggoda Hati   Kontrak Pernikahan Kedua

    Aveline akhirnya hamil dan waktunya untuk menjalankan rencana berikutnya..~~~Cassian duduk di sofa tunggal masih di ruangan yang sama tempat Aveline tiba-tiba pingsan. Tubuhnya tegang dan rahangnya mengeras. Matanya kosong, menatap Aveline yang terbaring di sofa panjang, wanita yang secara teknis masih istrinya."Saya nggak bisa pastiin, Pak. Sebaiknya cek langsung ke dokter kandungan," ujar dokter perempuan bernama Riana dengan nada hati-hati. Cassian hanya mengangguk singkat, matanya tetap terfokus pada Aveline yang mulai sadar.Aveline perlahan membuka matanya, kebingungan, lalu memberi senyum tipis kepada dokter."Bagaimana perasaan Ibu sekarang?" tanya dokter Riana lembut.Aveline menjawab dengan suara pelan, "Hanya pusing aja.""Terima kasih, Riana. Bisa kalian tinggalkan saya dan istri saya?" Suara Cassian terdengar datar, seperti biasa.Begitu ruangan sepi, Cassian berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang. Matanya menghindari wajah Aveline, seakan melihatnya terlalu lama b

    Last Updated : 2023-07-18
  • Misi Menggoda Hati   Meremehkan Seorang Cassian

    Cassian : "Kayaknya kamu selalu anggap aku remeh.."~~~"Mana cucuku?"Papa Vincent berseru antusias begitu memasuki rumah, matanya berbinar.Mama Natalia yang menyaksikan kelakuan Papa Vincent hanya bisa menggelengkan kepala. Sepertinya sudah terlalu sering melihatnya bertingkah seperti ini, dan sudah terlalu paham dengan sifatnya.Aveline hanya terkekeh melihat pemandangan itu. Ia dan Cassian sedang berdiri di depan pintu untuk menyambut kedua orang tuanya.Setelah perdebatan semalam dengan Cassian, orang tua mereka mulai menelepon dengan penuh antusias. Berjanji akan datang dan mengunjungi mereka, tanpa menunggu lama.And here they were…Pagi-pagi sekali, kedua orang tua Aveline telah tiba. Sementara ibu mertuanya, Ibu Diana, juga tak kalah antusias. Ibu Diana sedang dalam perjalanan, dijemput oleh salah satu orang suruhan Cassian. Wanita itu tinggal di kota berbeda, menemani Adelia, adik Cassian, yang tengah menempuh pendidikan.“Masih bentuk kecebong kali, Pa.” celetuk Aurora, adi

    Last Updated : 2023-08-07
  • Misi Menggoda Hati   Dia Suamiku

    Aveline ke Rafael : "Cassian itu suami gue.."~~~“Kayaknya kamu selalu anggap aku remeh…” Suara itu datang dari belakang.Aveline menatap pantulan Cassian di cermin tanpa langsung berbalik. Tatapannya tetap tenang, tapi ada ketegangan tipis yang muncul di rahang dan bahunya.“Maksudnya?” tanyanya pelan, pura-pura tidak mengerti.Cassian tertawa singkat—sinis. “Dasar manipulatif. Jangan pura-pura naif. Aku tahu rencana kamu itu.”Pelan-pelan, Aveline berbalik dan menatapnya langsung. “Aku gak ada rencana apa pun.”Cassian terkekeh sinis, lengkap dengan tatapannya yang menajam. “Kamu selalu tau cara buat kendalikan situasi sesuai mau kamu. Sekarang pun, pasti kamu lagi mikirin cara supaya aku tetap tinggal dalam pernikahan ini, kan?”Ucapan itu menghantamnya. Dingin dan tajam seperti pisau.Aveline mengepalkan tangan di samping tubuh, berusaha meredam emosi yang mulai naik ke permukaan. “Kamu salah paham.”Cassian melangkah mendekat, begitu dekat hingga suaranya nyaris berbisik di telin

    Last Updated : 2023-08-08
  • Misi Menggoda Hati   Kesiangan

    Aveline berhasil tidur sekamar dengan Cassian. Tapi ...~~~Rafael menatap Aveline dengan mulut terbuka, ekspresi keterkejutan jelas terlihat di wajahnya. “Pak Cassian suami lo?” Suaranya terdengar hampir tak percaya.Aveline hanya mengangguk pelan, matanya memandangi teman lamanya itu, merasa sedikit bingung dengan reaksi yang begitu besar. “Iya… kenapa?”Rafael tampaknya semakin tercengang. “Jadi lo putri pemilik Rinaldi Corp.?” Matanya membelalak, seolah tak percaya dengan informasi yang baru saja didapat.Aveline mengangguk sekali lagi, ragu-ragu. “Ya, tapi kenapa? Emangnya masalah?”“Astaga, Ave. Lo anak sultan ternyata. Padahal pas kuliah dulu kayak miskin banget. Alat gambar aja kadang minjem ke gue.” Rafael tertawa, seakan tak bisa menahan gelaknya, mengenang masa lalu yang penuh kenangan.Aveline hanya bisa tertawa mendengar itu. Dulu, hidupnya memang cukup hemat. Papa Vincent tidak pernah memberi banyak uang untuk keperluannya sendiri, dan Aveline tahu betul bahwa dia harus b

    Last Updated : 2023-08-14
  • Misi Menggoda Hati   Istri yang Tidak Memiliki Pengaruh

    Aveline mengerti profesionalitas itu seperti apa. Tapi membiarkannya menunggu dan tidak diberi kepastian, bukannya keterlaluan?~~~Aveline meringis kecil, berusaha menutupi rasa canggung yang sempat menyeruak di dada saat menyapa ibu mertuanya yang berdiri di dapur. “Pagi, Bu…” sapanya pelan.Ibu Diana berbalik, menyambutnya dengan senyum hangat yang tak pernah gagal membuat hati terasa lebih ringan. “Pagi, Ave. Sini, sarapan dulu, sayang.” Ia menyerahkan segelas jus segar yang baru saja dibuat.Aveline menerimanya dengan dua tangan, disertai ucapan terima kasih yang tulus. “Makasih, Bu. Ehm… maaf aku bangunnya kesiangan.”Ibu Diana hanya mengangguk lembut, tanpa sedikit pun menunjukkan ekspresi kesal. “Tidak apa-apa, sayang. Kamu lagi hamil. Jadi harus banyak istirahat.”Senyuman kecil muncul di wajah Aveline, menandakan rasa lega sekaligus syukur atas pengertian ibu mertuanya. “Kak Ian udah berangkat?” tanyanya sambil melirik ke arah meja makan.Ibu Diana meletakkan sepiring nasi a

    Last Updated : 2023-08-21
  • Misi Menggoda Hati   Ngidam

    Aveline mengalami ngidam di tengah malam dan ketahuan ibu mertuanya keluar rumah sendiri..~~~“Halo, Bu,” terdengar suara Ibu mertuanya di telepon, cukup mengejutkan Aveline yang tengah berkutat dengan desain ruangan di tangannya.Ibu hamil itu memilih melanjutkan pekerjaannya tanpa membicarakannya dengan Cassian, untuk menelan kekecewaannya. Masih di tempat yang sama, di sofa panjang di ruangan CEO Rinaldi Corp.“Jangan lupa makan siang, ya. Tadi sarapannya sedikit banget, kan? Karena muntah-muntah,” suara Ibu mertuanya penuh perhatian.Aveline merasa terharu mendengar kekhawatiran itu. “Iya, Bu,” jawabnya pelan, berusaha menahan emosi yang mulai menggenang.“Ibu sudah telepon Cassian juga tadi. Suruh dia ingetin kamu makan,” lanjut Ibu mertuanya.Sebuah senyum tipis muncul di wajah Aveline, meskipun hatinya sedikit terasa perih. “Iya, Bu. Ini lagi nungguin Kak Ian buat makan siang bareng,” jawabnya dengan nada yang sedikit terpaksa.“Yaudah, kalau gitu. Ibu cuma mau bilang itu aja,”

    Last Updated : 2023-08-28

Latest chapter

  • Misi Menggoda Hati   Antisipasi Terkhianati

    Gue udah nyiapin semuanya… - Anonymous Pesan itu singkat, tapi cukup untuk membuat sudut bibir Nicholas terangkat membentuk seringai licik.Tangan kirinya memutar gelas anggur, tapi sorot matanya tak tertuju pada panggung atau kerumunan.Akhirnya..Lalu, seolah semesta memberinya lampu hijau, dari sudut matanya, Nicholas melihat Aveline mulai meninggalkan panggung.Cassian tetap di tempat, dikelilingi beberapa rekan bisnis dan keluarga yang mulai menghampirinya. Aveline tampak melangkah cepat, memegang perutnya sejenak, mungkin merasa tak nyaman. Mungkin hanya ingin mencari ruang bernapas. Atau mungkin, tanpa sadar, dia sedang menuju perangkapnya sendiri.Bagus.Nicholas bangkit dari duduknya dan menyimpan ponselnya ke dalam saku jasnya. Dasi hitamnya disesuaikan sedikit saat ia mulai mengikuti arah langkah Aveline. Dengan jarak aman, tentu saja. Tak terlalu dekat untuk mencurigakan, tapi cukup untuk menjaga pandangannya tak lepas darinya.Di depan koridor menuju area toilet dan kamar

  • Misi Menggoda Hati   Just Wait and See!!

    Musik klasik mengalun lembut, seperti aliran air tenang yang mengisi setiap sudut Ballroom Hotel yang luas dan mewah. Langit-langitnya tinggi, dihiasi lampu kristal menjuntai megah, memantulkan cahaya ke ribuan kepingan kaca dan permata yang tertanam di dekorasi pesta. Cahayanya menari di atas gaun-gaun mahal, setelan jas buatan tangan, dan wajah-wajah berkelas yang berbaur dalam percakapan sopan penuh basa-basi.Para tamu bercakap-cakap dan menikmati suasana malam yang mewah. Sedang sang pemilik acara dan keluarga dekatnya berkumpul di satu meja yang sama, kecuali Aveline dan Cassian yang sudah berada di atas panggung. Ah dan juga Aurora. Entah berada dimana istri Nicholas itu.Di atas panggung, Aveline berdiri berdampingan dengan Cassian. Gaun biru safirnya jatuh sempurna, mengikuti lekuk tubuhnya yang kini membulat manis karena kehamilan. Bukannya merusak penampilannya, perut buncit itu justru menambah aura anggun dan kelembutan dirinya malam itu.Tangannya yang halus berusaha tetap

  • Misi Menggoda Hati   Biarkan Mengalir

    “Adelia.. dari tadi saya coba calling kenapa gak diangkat, hem?” suara Ryan terdengar dari belakang.Adelia dan ketiga teman perempuannya—minus Letta, sedang duduk bersantai di gazebo belakang fakultas sembari menunggu Staff TU menyelesaikan SK penetapan pembimbingnya. Tiba-tiba saja dia dikejutkan dengan kedatangan Ryan Davis menghampiri mereka.“Eh, handphone saya lagi silent mode, pak.” Adelia meringis pelan. Matanya melirik teman-temannya yang mulai saling berbisik. Jujur, dia tidak nyaman dengan keadaan saat ini.Ryan mengeluarkan ponselnya dari saku. "Saya udah nge-chat kamu dari tadi. Kalau kamu udah selesai, kabari saya.”Adelia mengangguk cepat, merasa wajahnya memanas. "Baik, Pak. Saya akan cek dan langsung kabari."Teman-temannya mulai berbisik-bisik lebih heboh, membuat Adelia semakin tidak nyaman. Ryan tampak menyadari kegelisahan Adelia dan berkata, “Oke, ka

  • Misi Menggoda Hati   Gak Gila

    Tangan Aurora yang memang sudah terangkat itu mengepal, merasa gemas sekali dengan kalimat pedas sang suami. Ingin rasanya meremukkan mulut yang sedari tadi membalasnya dengan sinis.“Isshhh.. gemes aku sama kamu.”Nicholas menipiskan bibirnya, mencoba menahan tawa yang hampir saja lolos. Aurora terlihat seperti kucing galak yang sedang mengais dengan kaki depannya.“Yaudah, sini. Gue ada handuk kecil buat bersihin tangan lo.”Aurora menatap Nicholas dengan senyum kecil. "Kamu bawa handuk? Kok perhatian banget sih?" godanya.Nicholas mendengus, menyerahkan handuk kecil yang diambilnya dari tas. “Udah jangan GR. Gue bawa ini buat bersihin muka sendiri, bukan buat lo.”Aurora menerima handuk itu dengan mata berbinar. "Makasih, Hubby." Dia membersihkan tangannya dengan hati-hati, merasakan kehangatan dari handuk yang diberikan oleh suaminya.Yang orang lain tau, Nicholas adalah pria gila dengan obsesi

  • Misi Menggoda Hati   Over Menyebalkan

    "Lo lagi ngelindur, ya?" decih Nicholas sambil menatap Aurora dengan mata menyipit.Aurora duduk di tepi tempat tidur dengan posisi menghadap ke arah Nicholas yang duduk bersandar di headboard. Mata wanita yang mengenakan gaun tidur berwarna biru muda itu menatap Nicholas dengan penuh harap. Matanya berkilauan dengan semangat, dan senyum manis terukir di wajahnya.Aurora mendekatkan wajahnya sedikit ke Nicholas, membuat jarak di antara mereka semakin kecil. “Ayo dong, Hubby. Kita cuma duduk-duduk di pantai. Aku yang bakal nyiapin perlengkapannya, kamu nggak perlu khawatir hal lain,” bujuknya dengan suara lembut.“Fix lo emang masih ngantuk.” Nicholas melengos, memutus pandangan matanya pada Aurora. “Mikir gak sih, gue kesananya gimana? Tau sendiri pasir pantai gak cocok buat pengguna crutches kek gue, kursi roda apalagi,” jawabnya sambil menatap ke arah tirai tipis berwarna krem yang sedikit bergoyang tertiup angin dari jendela yang terbuka.Tak habis pikir dengan Aurora. Hari masih p

  • Misi Menggoda Hati   Goodbye Freedom

    “Laporan macam apa ini, Ran?”Seorang wanita yang tengah duduk di belakang meja besar di ruang kantor mewah mengangkat kepalanya dari tumpukan berkas yang hampir menutupi seluruh permukaan meja. Wajahnya menunjukkan kelelahan bercampur frustrasi. Di hadapannya, duduk seorang pria yang tengah sibuk mengetik di MacBook-nya.Randy—sekretaris Cassian yang sekarang tengah sibuknya membantu Aveline mempelajari segala hal tentang Rinaldi Corp, menghentikan sejenak aktivitasnya dan menatap Aveline dengan ringisan. “Itu laporan terbaru tentang Rinaldi Corp, Bu. Semua detail keuangan, proyek, dan investasi terbaru ada di dalamnya.”Aveline menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya ke kursi, mencoba meredakan ketegangan yang menjalar di tubuhnya. "Kenapa saya juga harus tau ini? Kan udah ada jajaran Manajer yang bakal handle ini.”“Memang benar, ada tim manajer yang kompeten. Tapi sebagai pewaris utama, anda perlu memahami semua aspek bisnis, termasuk detail laporan ini. Ini penting un

  • Misi Menggoda Hati   Pasangan Manipulatif

    “Dari mana lo?”Aurora melirik orang yang tengah bersantai di ruang TV itu dengan sinis ketika dirinya hendak ke kamarnya untuk beristirahat. Tanpa menghentikan langkahnya, wanita yang memiliki nama lengkap Aurora Sophia Rinaldi mengacuhkan suaminya itu."Lo denger gak gue nanya tadi?" suara Nicholas terdengar lebih tegas dan sedikit marah.Aurora berhenti sejenak, menghela napas panjang sebelum berbalik menghadap Nicholas. "Aku capek. Aku mau istirahat."Tatapan Nicholas tajam, mencoba menahan amarahnya. "Gue cuma nanya, Aurora. Lo abis dari mana?"Aurora mengangkat alisnya, merasa tidak ada kewajiban untuk menjelaskan. "Kenapa? Apa kamu se-khawatir itu aku baru pulang?" tanyanya dengan ketus.“Cih.. gue cuma nanya.” Gantian Nicholas yang menatap dengan sinis ke arah Aurora.“Kepo banget.” Cibir Aurora, lalu melanjutkan langkahnya.Nicholas mendelik mendengar cibiran dari Aurora. Matanya men

  • Misi Menggoda Hati   Ternyata

    “Bisa jelaskan apa maksudnya ini, Hans?”Aurora memperlihatkan sebuah pesan yang masuk ke ponsel Nicholas kemarin yang sempat dipotretnya kepada Hans. Wanita yang mirip dengan istri Cassian itu berdiri di samping sebuah layar besar di ruangan kakak iparnya. Sedang sang empunya tengah duduk di kursi kebesarannya.Hans menelan ludah, jelas merasa tertekan oleh situasi ini. Semua pandangan mata tajam dan menuntut tertuju padanya, termasuk Samuel dan Max yang duduk dihadapannya.“S..saya udah bilang semuanya, Nya. Termasuk orang yang kerja sama Boss Nicho, kan?” suara Hans bergetar, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia telah jujur.“Iya kita tau..” Ujar Aurora. “Tapi ‘dia’ yang disebut dalam pesan ini ditujukan ke siapa sebenarnya?” tanyanya dengan nada menuntut.Hans menelan ludah sekali lagi, matanya berkedip cepat saat dia berusaha menemukan kata-kata yang tepat. Terlihat jelas kala

  • Misi Menggoda Hati   Anonymous Chat

    “Maksudnya, dek?” Kening Aveline berkerut saat mendengar ucapan Aurora yang penuh dengan penekanan.“Iya.. Gue mau buat perhitungan ama bang Ian karena udah bikin suami gue menderita.” Mata Aurora mulai berkaca-kaca. Itu adalah cerminan dari hatinya yang ikut tersiksa melihat Nicholas yang sedang berjuang sembuh. Dan semua itu karena Cassian. “Suami gue berjuang banget buat sembuh. Dia kadang kesakitan pas beraktivitas.” Aurora mulai terisak.Aveline memilih duduk di sebelah Aurora. Tangannya terangkat untuk menenangkan sang adik.Dia paham perasaan Aurora karena dia sendiri pun sudah merasakannya. Melihat orang yang dicintai menderita, juga membuat kita merasa sakit.Aurora menundukkan kepalanya, air mata mulai mengalir di pipinya. Aveline merangkulnya erat, mencoba memberikan dukungan sebisanya.“Abang turut prihatin dengan kamu, Ra. Tapi abang gak bakal minta maaf buat apa yang udah abang lakuin.”

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status