Share

4. Tragedi

Author: Harucchi
last update Last Updated: 2025-06-12 19:24:19

"A-aku terlanjur menyukaimu!"

Vincent menatap Sara dalam hening selama beberapa detik. Benaknya sibuk menebak, motif apa yang sedang disembunyikan perempuan ini.

Karena sungguh, pengalamannya dengan Deana membuat Vincent tidak ingin lagi mudah percaya dengan ucapan wanita. Apalagi, Sara sudah berbohong soal Papanya. Bukan mustahil akan ada kebohongan lain setelahnya.

Vincent meloloskan dengusan sinis. Dia bangkit dan melangkah mendekati Sara. Gadis itu sedikit mundur, tampak mencoba berdiri kokoh walau gemetar.

"Kamu pikir saya percaya?" Vincent menunduk menatap Sara, matanya memicing.

Sara mengedip beberapa kali, terlihat ragu sebelum menjawab, "Memangnya aneh kalau ... aku menyukaimu?" Ucapnya pelan.

Vincent melengos. Takjub gadis ini keras kepala dengan argumennya.

Tentu saja dia merasa tidak masuk akal dengan pengakuan gadis ini. Sikap Sara sejak pertama bertemu sama sekali tidak menunjukkan kalau dia menyukai Vincent—tidak ada gelagat malu-malu maupun gugup, yang ada tatapan putus asa seseorang yang ingin mati.

Tetapi ....

Bukan mustahil kalau gadis ini memang pandai menyembunyikan perasaan. Lalu menjadi berani dan meledak-ledak setelah mereka 'sah'. 

Memikirkan kemungkinan itu, tatapan Vincent lekas menajam. Sorot mata dingin itu mengunci lekat pada wajah Sara, seolah gadis itu melakukan kesalahan yang tidak dapat diampuni.

"Saya nggak tertarik." Tegasnya, wajahnya persis terpaut beberapa senti di depan Sara. "Menyerahlah, Sara."

Tanpa diduga, Sara menarik kerah baju Vincent sembari berjinjit, lalu ... sebuah kecupan kilat mendarat di bibir Vincent!

"Aku nggak akan menyerah." Bisik Sara pelan, ada keteguhan yang menyala dalam binar matanya. Gadis itu melepas tangannya dari baju Vincent, lalu berdiri gelagapan seolah tersadar dengan hal nekat yang baru dia lakukan.

"Kamu ...." Vincent membelalak dengan kedua alis bertaut curam. Sama sekali tidak menduga perempuan yang hanya mengenakan handuk dengan rambut basah ini justru semakin menguji kewarasannya.

"Keluar." suara Vincent berat dan bergetar, sarat amarah yang tertahan.

Sara terkesiap, lalu menunduk, beranjak memunguti pakaiannya yang tercecer di bawah. Gadis itu menoleh sebentar, "Vincent—"

"—Keluar, Sara!" Vincent memejamkan mata, tangannya mengepal kencang.

Sara mengangkat tas besarnya walau pakaian di dalamnya masih menjuntai lantaran resleting tas belum selesai dirapatkan. Dia berjalan tenang menuju pintu, sempat berhenti untuk menatap Vincent sekilas, namun pintu ditutupnya pelan.

Vincent menenggakkan kepala dengan helaan napas berat. Tangannya beralih mengusap wajah. Kepalanya mendadak berdenyut mengilukan.

Gila. Sara ternyata cukup berbahaya ... untuk jantungnya. 

Pria itu beranjak duduk di sisi kasur, mengusap sekilas rambutnya yang menutupi dahi. Malam itu, dengan jantung yang masih berdebar, dia memutuskan untuk tegas membangun jarak. Tidak akan dia biarkan hatinya kembali jatuh.

Karena terluka setelah mencintai sudah cukup membuatnya trauma.

***

Seorang wanita paruh baya—Bi Laila, mengantar Sara masuk ke sebuah kamar yang letaknya berada di ujung lorong, tidak jauh dari kamar Vincent. 

"Saya permisi, Nyonya." Sahutnya sambil membungkuk sopan. Ada sedikit rasa tidak enak saat wanita yang lebih tua dari Sara justru menunduk padanya.

"Terima kasih, Bi." Sara balas membungkuk.

Begitu pintu ditutup, Sara merosot duduk ke lantai bagai kehilangan tenaga. Napasnya dihembuskan dalam satu helaan kasar. 

Dia memejamkan mata dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dalam hati merutuki kebodohannya yang melantur—saat terdesak, yang keluar dari mulutnya malah pernyataan cinta, berharap misi 'menggoda Vincent' tidak terlacak oleh pria itu. 

Sekarang, Vincent jadi berpikir Sara menyukainya. Sara hanya bisa pasrah, karena bagaimanapun, dia tidak bisa mengulang waktu dan mengubah keadaan.

Sejenak kemudian, Sara menekan bibirnya. Hatinya miris mengingat ciuman pertama yang dia alami justru terasa mengenaskan. 

Bukan karena cinta, tetapi karena tuntutan.

Sara menghela napas berat, seketika menyesal karena bertindak terlalu agresif. Padahal, saat berada di altar saja mereka tidak berciuman. Sungguh, pengaruh misi gila dari Deana menuntut Sara berubah menjadi wanita nekat.

Tetapi ... ini semua demi membebaskan Papa. Demi kembali bisa melihat senyum Papa dan memeluknya hangat secara nyata—bukan dalam mimpi semata.

Sara tersentak, tergesa dia mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya, 'Kiat Mengatasi Impotensi', begitu judul yang tertera di sampul depan. Dia membelinya di toko buku yang bersebelahan dengan toserba tempatnya bekerja.

Dibukanya halaman secara acak. 

[ 36. Makanan mengandung vitamin E dan antioksidan bisa membantu.]

Sara tertegun sebentar, memikirkan strategi agar isi piring Vincent sehari-hari dipenuhi makanan sumber antioksidan dan vitamin E.

Vincent harus segera sembuh, selain demi kebebasan Papa, Sara juga tidak ingin terjebak lama-lama dalam pernikahan yang tidak dia harapkan.

Walau pengetahuan Sara mengenai impotensi masih abu-abu, dia akan coba segala macam cara yang dia temukan dalam buku ini.

****

Pagi-pagi, setelah mandi dan memastikan dirinya cantik dan wangi, Sara bergegas menuju dapur. Kepalanya diisi beragam jenis makanan sumber vitamin E dan antioksidan yang dia pelajari dari g****e.

Tetapi saat dia sampai di dapur, lemari pendingin yang bagi Sara lebih mirip lemari pakaian itu, sulit dibuka. 

Sara bahkan sampai harus menahan dengan lutut bagian bawah kulkas selagi tangannya menarik gagang pintu bagian atas. Walau sekuat tenaga dia menarik, tetap saja tidak terbuka.

Tiba-tiba, seseorang memindahkan tangan Sara dari pegangan kulkas—menahannya dalam genggaman. Sementara tangannya yang lain menekan-nekan tombol pada panel kulkas. Bunyi 'pip-pip-pip' mengisi jeda sebelum Sara mendongak.

Rupanya Vincent, dengan rambut acak-acakan dan tampang serius berdiri di belakangnya.

"Vincent, aku mau ...." Sara menahan kalimat saat tangannya yang digenggam Vincent, diarahkan agar ibu jarinya menempel sejenak ke panel. 

'PIIIP'

"Akses kamu udah saya daftarkan. Nggak sembarang orang saya izinkan membuka kulkas." Pria itu membuka pintu kulkas yang lekas membuat Sara tercengang. 

Sudahlah dilengkapi fitur deteksi sidik jari, bagian dalamnya juga luar biasa luas. Isinya lengkap seperti swalayan, semua jenis makanan dan minuman tersedia. 

Kontras jauh berbeda dengan kulkas satu pintu milik Paman yang harus seminggu sekali Sara kuras bunga esnya.

Sara memperhatikan Vincent mengambil sekotak besar jus jeruk dan membawanya ke meja makan. Bahkan bangun tidur pun pria itu tetap dengan aura 'tak tersentuh'nya. 

Walau versi sekarang lebih menggemaskan—mata sipit dan rambut berantakan.

"Vincent, aku mau siapkan sarapan." Sara lalu membungkuk, mengamati isi kulkas. "Kamu suka alpukat nggak? Telur?" 

"Nggak usah. Saya nggak pernah sarapan."

Sara menoleh dengan kedua alis naik. "Dengan kulkas sepenuh ini kamu nggak pernah sarapan?"

Vincent yang sedang minum, menjawab dengan gerakan tangan.

Sejujurnya, Sara benar-benar iri. Selama ini dia berusaha menghemat dan sering menahan lapar agar sisa uangnya cukup sampai akhir bulan, tetapi ada orang kaya yang punya banyak makanan malah melewatkan waktu sarapan.

"Jangan begitu ...." Sara beralih ke kulkas, "Nanti kusiapkan sarapan. Dimakan, ya." Sara mengeluarkan beberapa buah alpukat dan telur, tepat ketika Vincent mengembalikan jus kotak ke dalam kulkas.

"Saya buru-buru." Vincent menyahut singkat, kemudian pergi menjauh. 

Karena Vincent berkata buru-buru, Sara memilih menyiapkan sesuatu yang cepat—sandwich isi telur dan sayuran, ditambah potongan alpukat.

Sara juga memisahkan beberapa potong sandwich ke dalam kotak bekal—berharap Vincent membawanya untuk camilan di tempat kerja. Setelah sarapan dan kotak bekal siap di meja, Sara beranjak mencari Vincent. 

Di ruang tengah, dia menemukan pria itu sedang memakai jasnya. Penampilan Vincent dengan setelan kemeja hitam dan jas berwarna senada membuat pria itu terlihat semakin dingin dan misterius. 

Belum sempat Sara memanggil, dari tempatnya berdiri, dilihatnya lampu gantung hias raksasa di atas Vincent berayun karena sebagian penopangnya mendadak lepas. Sara membeliak, "Vincent, awas!"

Tanpa pikir panjang, Sara berlari menerjang, mendorong Vincent menjauh bersamaan dengan jatuhnya lampu gantung yang bahannya didominasi kaca.

'PRAAANGG!'

"SARA!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   5. Satu Pelukan Satu Hari

    "SARA!" Vincent sontak bangkit dari lantai, menghampiri Sara yang kini terkapar dengan kerangka lampu gantung menimpa punggungnya. Pecahan dan serpihan lampu kaca bertebaran di mana-mana. Jantungnya berdebar hebat selagi dia menyingkirkan kerangka lampu dan pecahan kaca dari atas punggung Sara hingga kemudian ....Sekujur tubuh Vincent rasanya menegang. Sara terpejam. Cairan merah menggenang, perlahan meluas dari balik lengan Sara. Dengan napas memburu, Vincent mengangkat Sara ke pangkuannya."Sara kamu dengar saya?"Kepala gadis itu terkulai, dadanya penuh noda merah. Tak mendapati respon apapun dari Sara, Vincent merasa darahnya berhenti mengalir.Beberapa pelayan dan asisten Vincent datang mendekat."Saya panggilkan ambulan, ya Pak?" Seorang asisten Vincent yang berjas rapi menyahut panik.Vincent menoleh cepat. Matanya merah dan nyalang, "Nggak sempat! Siapkan mobil. Sekarang!" ***Vincent duduk di sebuah sofa kamar rawat VVIP. Tangannya ditangkupkan di depan dahi selagi matan

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   4. Tragedi

    "A-aku terlanjur menyukaimu!"Vincent menatap Sara dalam hening selama beberapa detik. Benaknya sibuk menebak, motif apa yang sedang disembunyikan perempuan ini.Karena sungguh, pengalamannya dengan Deana membuat Vincent tidak ingin lagi mudah percaya dengan ucapan wanita. Apalagi, Sara sudah berbohong soal Papanya. Bukan mustahil akan ada kebohongan lain setelahnya.Vincent meloloskan dengusan sinis. Dia bangkit dan melangkah mendekati Sara. Gadis itu sedikit mundur, tampak mencoba berdiri kokoh walau gemetar."Kamu pikir saya percaya?" Vincent menunduk menatap Sara, matanya memicing.Sara mengedip beberapa kali, terlihat ragu sebelum menjawab, "Memangnya aneh kalau ... aku menyukaimu?" Ucapnya pelan.Vincent melengos. Takjub gadis ini keras kepala dengan argumennya.Tentu saja dia merasa tidak masuk akal dengan pengakuan gadis ini. Sikap Sara sejak pertama bertemu sama sekali tidak menunjukkan kalau dia menyukai Vincent—tidak ada gelagat malu-malu maupun gugup, yang ada tatapan putu

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   3. Aku menyukaimu

    Ini mencurigakan.Walau pulang terlalu larut, tetapi ... tidak ada lemparan remote TV, atau jambakkan rambut seperti yang Sara duga. Dia sampai di gudang—alias kamarnya, dengan selamat walau diiringi suara tertawaan Paman dan Bibi sepanjang langkah. Usai menghela napas panjang, Sara menghempaskan tasnya ke lantai. Dia beralih ke tumpukan kardus di ujung ruangan—tempat dia menyimpan pakaian, hendak mengganti pakaian tidur.Namun, betapa terkejut Sara menemukan semua isi kardus itu kosong dan bersih. Semua pakaiannya tidak ada! Napasnya seketika memburu. Pikirannya melayang pada sikap Paman dan Bibi yang terlalu santai meski dia pulang terlambat. Rupanya, pakaian bersih Sara yang jadi sasaran. Ini bukan pertama kalinya.Langkahnya tergopoh menuju tempat di mana baju Sara pernah berakhir mengenaskan. Di dalam tempat sampah? Tidak ada. Di dalam WC? Tidak ada. Sara berlari ke halaman depan, mencari-cari jejak sisa pembakaran, namun tidak juga dia temukan.Tiba-tiba terdengar suara tawa B

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   2. Misi Rahasia

    ["Dengar, Sara. Aku punya banyak koneksi dan kuasa. Papamu bisa bebas dengan mudah dari penjara kalau kamu bersedia lakukan sesuatu untukku. - Deana"]Kedua mata Sara membelalak. Napasnya tercekat. Dalam hitungan hari, Deana bisa tahu bahwa Papa Sara berada di penjara. Itu sudah cukup membuktikan bahwa Deana bukan orang sembarangan.Seorang asisten desainer mendekat dan membantu menyusun lekukan gaun Sara, kemudian sebuah pesan baru kembali masuk.["Aku tahu pernikahan kalian palsu. Vincent hanya pernah dan masih mencintaiku. Dulu, aku diceraikan karena dia sakit hati dengan kata-kataku setelah aku tahu kalau dia impoten. Dia laki-laki gagal, padahal aku hanya butuh keturunan darinya."]Sara menoleh ke belakang—melihat Vincent sedang berbincang akrab dengan desainer pakaian pengantin yang bekerjasama dengannya. Setelah memastikan Vincent masih sibuk, Sara mengetik pesan dengan tangan gemetar.["Apa maumu?"]Pesan balasan dari Deana masuk dalam hitungan detik.["Goda dia. Buat dia semb

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   1. Pria Misterius

    "Saya nggak tahu alasan kamu ingin mati. Tapi dengarkan saya dulu!" Persetan. Sara mengangkat satu kakinya—siap melompat dari ujung beton di atap gedung mall lima lantai. Susah-susah dia menyelinap ke atap, seorang pria asing malah memergoki upayanya mengakhiri hidup.Detik berikutnya, tubuh Sara melayang. Bukan ke depan, melainkan ke belakang. Pria itu menarik tangannya dalam satu hentakan cepat."Aakh!" Badannya berakhir terhempas di atas tubuh pria itu. Napas mereka beradu di udara.Sial! Sara bangkit duduk dengan hati berang. Amarahnya semakin memuncak setelah menyadari pergelangan tangannya dicengkram erat."Lepas! Kenapa kamu tarik saya? Mau kamu apa?" Pria itu bangkit duduk perlahan, nafasnya masih tak beraturan. "Nggak akan saya lepas. Saya perlu pastikan kamu nggak akan kembali melompat." Ujarnya dingin. Tatapannya tajam penuh intimidasi. Alis tebalnya menyorot dingin penuh tekanan. Tangannya mengunci erat lengan Sara, seolah tak ada cela.Sara kembali meronta, "Kamu nggak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status