Share

5. Satu Pelukan Satu Hari

Author: Harucchi
last update Last Updated: 2025-06-12 19:25:06

"SARA!" 

Vincent sontak bangkit dari lantai, menghampiri Sara yang kini terkapar dengan kerangka lampu gantung menimpa punggungnya. Pecahan dan serpihan lampu kaca bertebaran di mana-mana. 

Jantungnya berdebar hebat selagi dia menyingkirkan kerangka lampu dan pecahan kaca dari atas punggung Sara hingga kemudian ....

Sekujur tubuh Vincent rasanya menegang. Sara terpejam. Cairan merah menggenang, perlahan meluas dari balik lengan Sara. 

Dengan napas memburu, Vincent mengangkat Sara ke pangkuannya.

"Sara kamu dengar saya?"

Kepala gadis itu terkulai, dadanya penuh noda merah. Tak mendapati respon apapun dari Sara, Vincent merasa darahnya berhenti mengalir.

Beberapa pelayan dan asisten Vincent datang mendekat.

"Saya panggilkan ambulan, ya Pak?" Seorang asisten Vincent yang berjas rapi menyahut panik.

Vincent menoleh cepat. Matanya merah dan nyalang, "Nggak sempat! Siapkan mobil. Sekarang!" 

***

Vincent duduk di sebuah sofa kamar rawat VVIP. Tangannya ditangkupkan di depan dahi selagi matanya dipejamkan.

Sara mengalami luka robek di lengan belakang akibat goresan lampu kaca yang pecah, juga gegar otak ringan karena kerangka lampu menghantam belakang kepalanya. 

Saat tadi dokter memeriksa area punggung Sara di IGD, Vincent sempat melihat beberapa bekas luka lebam dan memar yang sudah nyaris sembuh—itu bukan luka baru. Juga beberapa titik seperti bekas sundutan rokok.

Vincent mengerutkan kening. Siapa pelakunya? Kalau dia tanya Sara, belum tentu gadis itu akan mengaku.

Setidaknya dia hanya perlu menunggu sekarang. Asisten dan bawahannya sudah digerakkan untuk menyelidiki pelaku di balik luka-luka di tubuh Sara.

Dengan ketegangan yang masih menggantung di wajah, Vincent beralih menatap ranjang Sara. Wanita itu masih terlelap. Dia bangkit dan berjalan menghampiri. Wajah gadis itu tampak tenang dan damai, bibirnya agak pucat. 

Teringat beberapa saat lalu ketika jantung Vincent seolah berhenti berdetak saat melihat darah dari punggung Sara mengalir deras, menetes di setiap langkah Vincent yang menggendongnya. 

Seharian ini, dia juga terus berada di rumah sakit. Semua jadwal meeting-nya ditunda, beberapa agenda kerjanya dibatalkan, pekerjaannya berantakan. 

Dan dia tidak keberatan.

Kali ini ... dia jauh lebih memedulikan Sara. Bagaimanapun, Sara berakhir seperti ini karena melindunginya.

"Kamu ... perempuan paling nekat yang pernah saya kenal." Ujarnya pelan.

Tanpa sengaja, perhatian Vincent tertuju pada kotak bekal yang tergeletak di atas meja, tepat di sebelah ranjang pasien. Kata Bi Laila yang tadi mengantar beberapa barang Vincent, dia menemukan kotak bekal itu di meja makan. Tampaknya Sara sengaja menyiapkan bekal untuknya.

Vincent membuka kotak itu, lantas mendenguskan senyum tipis, nyaris tak terlihat.

"Sandwich?" Dia membawa kotak itu, lalu duduk di kursi di sebelah ranjang pasien, mengunyah sesuap demi sesuap. Hingga saat tersisa satu suapan terakhir, suara serak Sara terdengar.

"Vin ...."

Vincent mendongak dengan dahi berkerut, menatap Sara yang tersenyum lemah. 

"Enak ya?"

Ditanya begitu, pria itu berpaling menatap sekitar, tak ingin ketahuan bahwa dia menikmati bekal buatan Sara. Hening sejenak sebelum Vincent menjawab,

"Lain kali, buatkan lagi."

***

Sara menatap Vincent yang duduk di kursi dengan meja kecil di sudut ruangan. Pria itu bolak-balik menelepon, sibuk dengan laptop, lalu mengetik di ponsel, begitu saja seharian.

Sesekali dia berpaling ketika suster masuk untuk mengganti cairan infus—namun hanya memperhatikan dari jauh.

Sara mendenguskan tawa, merasa aneh.

Aneh karena ada yang mempedulikannya. Bertahun-tahun dia terbiasa sendiri. Hingga diabaikan jadi terasa lebih normal daripada sekadar 'dianggap ada'.

Dahulu, dia terlalu takut membangun hubungan apapun dengan orang lain. Karena ujungnya, dia hanya selalu ditinggalkan karena sibuk dan tidak punya uang untuk mengikuti gaya hidup teman-temannya.

ATM-nya ditahan Paman. Setiap gajian, Sara hanya diberi jatah dari gajinya sendiri yang hanya cukup untuk makan siang dan ongkos. Jika menginginkan sesuatu, Sara hanya punya cara menahan lapar, karena dia tidak punya waktu untuk kerja sambilan. 

Kalau tidak pulang tepat waktu setelah kerja, badannya bisa dijadikan samsak karena pekerjaan rumah yang menggunung.

Beberapa kali kabur, Sara malah dilaporkan polisi. Dituduh macam-macam sampai dia berakhir diseret kembali ke rumah. Terakhir, dan yang paling membuat Sara terpenjara di rumah itu, Paman mengancam akan membakar surat tanah jatah warisan Papa.

Tetapi berkat Vincent, Sara kini tidak perlu lagi menderita. Dia tidak perlu lagi takut dengan ancaman dan siksaan apapun dari Paman dan Bibi. Dia bisa tidur nyenyak tanpa takut siraman air dingin tiba-tiba.

Dan mungkin, dia juga bisa kembali terbuka dengan hubungan baru, mulai menyenangkan diri dengan gaji yang utuh, mulai berani berekspresi tanpa takut dihakimi, dan mulai menjadi diri sendiri tanpa takut ditinggalkan karena tak ada waktu.

"Vincent."

"Hmm."

"Terima kasih ...." Sara mengembangkan senyum.

"Saya yang harusnya bilang begitu." Vincent menutup layar laptopnya, menatap Sara serius, "Ada yang kamu inginkan?"

Sara berpikir sejenak. Ini kesempatan. Dia bisa mendekati Vincent pelan-pelan. 

"Ada."

Vincent mengernyit sesaat, sebelah alisnya naik.

Sementara itu, Sara mengangkat selimut hingga menutupi bagian bawah wajahnya. Dia terdiam sejenak sebelum berkata pelan,

"Satu pelukan ... satu hari."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   5. Satu Pelukan Satu Hari

    "SARA!" Vincent sontak bangkit dari lantai, menghampiri Sara yang kini terkapar dengan kerangka lampu gantung menimpa punggungnya. Pecahan dan serpihan lampu kaca bertebaran di mana-mana. Jantungnya berdebar hebat selagi dia menyingkirkan kerangka lampu dan pecahan kaca dari atas punggung Sara hingga kemudian ....Sekujur tubuh Vincent rasanya menegang. Sara terpejam. Cairan merah menggenang, perlahan meluas dari balik lengan Sara. Dengan napas memburu, Vincent mengangkat Sara ke pangkuannya."Sara kamu dengar saya?"Kepala gadis itu terkulai, dadanya penuh noda merah. Tak mendapati respon apapun dari Sara, Vincent merasa darahnya berhenti mengalir.Beberapa pelayan dan asisten Vincent datang mendekat."Saya panggilkan ambulan, ya Pak?" Seorang asisten Vincent yang berjas rapi menyahut panik.Vincent menoleh cepat. Matanya merah dan nyalang, "Nggak sempat! Siapkan mobil. Sekarang!" ***Vincent duduk di sebuah sofa kamar rawat VVIP. Tangannya ditangkupkan di depan dahi selagi matan

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   4. Tragedi

    "A-aku terlanjur menyukaimu!"Vincent menatap Sara dalam hening selama beberapa detik. Benaknya sibuk menebak, motif apa yang sedang disembunyikan perempuan ini.Karena sungguh, pengalamannya dengan Deana membuat Vincent tidak ingin lagi mudah percaya dengan ucapan wanita. Apalagi, Sara sudah berbohong soal Papanya. Bukan mustahil akan ada kebohongan lain setelahnya.Vincent meloloskan dengusan sinis. Dia bangkit dan melangkah mendekati Sara. Gadis itu sedikit mundur, tampak mencoba berdiri kokoh walau gemetar."Kamu pikir saya percaya?" Vincent menunduk menatap Sara, matanya memicing.Sara mengedip beberapa kali, terlihat ragu sebelum menjawab, "Memangnya aneh kalau ... aku menyukaimu?" Ucapnya pelan.Vincent melengos. Takjub gadis ini keras kepala dengan argumennya.Tentu saja dia merasa tidak masuk akal dengan pengakuan gadis ini. Sikap Sara sejak pertama bertemu sama sekali tidak menunjukkan kalau dia menyukai Vincent—tidak ada gelagat malu-malu maupun gugup, yang ada tatapan putu

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   3. Aku menyukaimu

    Ini mencurigakan.Walau pulang terlalu larut, tetapi ... tidak ada lemparan remote TV, atau jambakkan rambut seperti yang Sara duga. Dia sampai di gudang—alias kamarnya, dengan selamat walau diiringi suara tertawaan Paman dan Bibi sepanjang langkah. Usai menghela napas panjang, Sara menghempaskan tasnya ke lantai. Dia beralih ke tumpukan kardus di ujung ruangan—tempat dia menyimpan pakaian, hendak mengganti pakaian tidur.Namun, betapa terkejut Sara menemukan semua isi kardus itu kosong dan bersih. Semua pakaiannya tidak ada! Napasnya seketika memburu. Pikirannya melayang pada sikap Paman dan Bibi yang terlalu santai meski dia pulang terlambat. Rupanya, pakaian bersih Sara yang jadi sasaran. Ini bukan pertama kalinya.Langkahnya tergopoh menuju tempat di mana baju Sara pernah berakhir mengenaskan. Di dalam tempat sampah? Tidak ada. Di dalam WC? Tidak ada. Sara berlari ke halaman depan, mencari-cari jejak sisa pembakaran, namun tidak juga dia temukan.Tiba-tiba terdengar suara tawa B

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   2. Misi Rahasia

    ["Dengar, Sara. Aku punya banyak koneksi dan kuasa. Papamu bisa bebas dengan mudah dari penjara kalau kamu bersedia lakukan sesuatu untukku. - Deana"]Kedua mata Sara membelalak. Napasnya tercekat. Dalam hitungan hari, Deana bisa tahu bahwa Papa Sara berada di penjara. Itu sudah cukup membuktikan bahwa Deana bukan orang sembarangan.Seorang asisten desainer mendekat dan membantu menyusun lekukan gaun Sara, kemudian sebuah pesan baru kembali masuk.["Aku tahu pernikahan kalian palsu. Vincent hanya pernah dan masih mencintaiku. Dulu, aku diceraikan karena dia sakit hati dengan kata-kataku setelah aku tahu kalau dia impoten. Dia laki-laki gagal, padahal aku hanya butuh keturunan darinya."]Sara menoleh ke belakang—melihat Vincent sedang berbincang akrab dengan desainer pakaian pengantin yang bekerjasama dengannya. Setelah memastikan Vincent masih sibuk, Sara mengetik pesan dengan tangan gemetar.["Apa maumu?"]Pesan balasan dari Deana masuk dalam hitungan detik.["Goda dia. Buat dia semb

  • Misi Rahasia : Istri Bayaran CEO Impoten   1. Pria Misterius

    "Saya nggak tahu alasan kamu ingin mati. Tapi dengarkan saya dulu!" Persetan. Sara mengangkat satu kakinya—siap melompat dari ujung beton di atap gedung mall lima lantai. Susah-susah dia menyelinap ke atap, seorang pria asing malah memergoki upayanya mengakhiri hidup.Detik berikutnya, tubuh Sara melayang. Bukan ke depan, melainkan ke belakang. Pria itu menarik tangannya dalam satu hentakan cepat."Aakh!" Badannya berakhir terhempas di atas tubuh pria itu. Napas mereka beradu di udara.Sial! Sara bangkit duduk dengan hati berang. Amarahnya semakin memuncak setelah menyadari pergelangan tangannya dicengkram erat."Lepas! Kenapa kamu tarik saya? Mau kamu apa?" Pria itu bangkit duduk perlahan, nafasnya masih tak beraturan. "Nggak akan saya lepas. Saya perlu pastikan kamu nggak akan kembali melompat." Ujarnya dingin. Tatapannya tajam penuh intimidasi. Alis tebalnya menyorot dingin penuh tekanan. Tangannya mengunci erat lengan Sara, seolah tak ada cela.Sara kembali meronta, "Kamu nggak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status