Share

7. Senyum Kemenangan

“Akkkh!!!!”

Suara teriakan yang melengking tinggi terdengar, menyuarakan kepanikan yang berasal dari mulut Regina.

Wajah Regina pucat pasi, keringat dingin mengucur deras di punggung, dan kedua matanya terbuka lebar seraya menatap Valerie dengan penuh horor.

Mulutnya yang tadi mengucapkan sindiran tajam dan menusuk ke arah Valerie, kini hanya bisa terbuka sebelum menutup layaknya seekor ikan. Regina tidak bisa mengatakan apa-apa karena rasa takut yang masih menyelimuti dirinya.

“Kau… kau….” Ucapan penuh getar itu terbata-bata, tidak bisa menyusun kalimat yang lengkap.

Regina mengangkat dagu, melihat ke arah Valerie dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Sesaat setelah Regina menghina mendiang ibu kandung Valerie, entah karena kerasukan apa Valerie melemparkan sepatu hak tinggi yang dikenakannya ke arah Regina. Andaikata Regina tidak segera menghindar, bisa dipastikan ujung runcing hak tinggi dari sepatu yang Valerie lempar akan mengenai kepalanya.

Celakanya lagi, Regina yang melakukan gerakan tiba-tiba langsung kehilangan keseimbangannya, membuat gadis itu jatuh terduduk di lantai dingin dan terlihat sangat memalukan.

Tidak ada yang menyangka kalau Valerie bisa melakukan sesuatu yang gila seperti ini, bahkan Regina sendiri juga tidak pernah membayangkannya.

“Regina, aku kecewa sekali denganmu,” tukas Valerie, sepasang mata biru langit itu menatap sosok Regina dari atas seperti seorang predator tengah mengintai seekor binatang pengerat yang menjijikkan.

Valerie pun melanjutkan perkataannya. “Ucapanmu itu sangat tidak mengenakkan untuk didengar. Apabila orang-orang tahu dirimu mengatakan hal itu, mereka akan berpikir kalau Keluarga Meyer tidak pernah mendidik putri mereka, ucapannya tidak lebih seperti ucapan wanita kelas bawah yang hanya bisa mengucapkan sumpah serapah. ”

Menghiraukan tatapan penuh kemarahan yang Regina berikan padanya, Valerie yang belum selesai berbicara pun kembali melanjutkan perkataannya. Sepasang mata biru langitnya menyipit sesaat, bibir merah muda miliknya menyunggingkan sebuah senyum miring, mencemooh sosok Regina secara tidak langsung.

“Tidak ada yang menyangka kalau Nona Regina Meyer yang namanya begitu dielu-elukan oleh banyak tuan muda di Milford adalah tipe gadis yang mulutnya sangat kotor. Kalau mereka mengetahuinya, kekaguman mereka padamu akan langsung menghilang, Regina.”

Valerie melepaskan satu-satunya sepatu yang masih terpasang di kakinya, dia memegang benda itu tanpa mengalihkan pandangannya dari sosok Regina yang kini bersusah payah untuk berdiri.

Kali ini Regina tidak berani mengucapkan sesuatu yang mampu menyulut api amarah seperti tadi. Sosok Valerie terlihat aneh di matanya, gadis muda yang selalu pengecut dan tidak berani berkata-kata padanya kini memiliki mulut beracun, tidak segan menusuk Regina menggunakan kata-kata serta tindakan.

Apakah Regina merasa takut? Dia takut kalau Valerie menghantamkan sepatu hak tinggi yang dipegang gadis itu ke arahnya apabila Regina menghinanya lagi.

Dada Regina bergerak naik dan turun, napasnya pun juga memburu seirama dengan sorot mata penuh kebencian. Walaupun Regina tidak berani menyulut emosi Valerie sekali lagi, bukan berarti kemarahannya meredup, Regina masih tidak terima dengan perlakuan yang diterimanya.

Sepatu hak tinggi yang Valerie pegang diacungkan ke arah Regina, di mana bagian hak tingginya yang sedikit runcing dan setinggi tiga inchi mengarah padanya.

“Aku bukan tipe orang yang memiliki kesabaran tinggi. Sebelum kesabaranku habis, kusarankan kau segera katakan tujuanmu ke sini, Regina. Jangan bertele-tele lagi untuk menguji kesabaranku lagi,” kata Valerie lagi. “Aku tidak bisa menjamin benda ini tidak melayang ke arahmu bila kau melakukan hal itu lagi.”

Sebuah ultimatum dilayangkan. Secara tidak langsung Valerie juga memberi ancaman kalau Regina masih bertele-tele lagi dan membuat drama di depannya, Valerie tidak akan segan untuk melemparkan sepatu hak tinggi di tangannya pada Regina. Dia terlihat begitu serius.

Sejak kapan Valerie menjadi sebrutal ini??

“Jangan sombong hanya karena kau memiliki Bos Walker di belakangmu!!” kilah Regina. Bibirnya berdecak kesal sebelum kemudian melanjutkan ucapannya lagi. “Papa menyuruhmu untuk pulang hari ini. Aku sudah berbaik hati dan menawarkan diri untuk membawa pesan dari Papa padamu, kau seharusnya berterima kasih padaku tetapi kenyataannya kau itu sama dengan ibumu yang tidak tahu terima kasih!”

Regina terlihat begitu bangga, cukup arogan dengan tatapan mata yang mengatakan Valerie harus segera berterima kasih padanya. Dia lupa kalau Valerie bukanlah seorang pengecut seperti Valerie di masa lalu.

Berbeda dengan bayangan Regina, Valerie masih berdiri di depannya tanpa ada ekspresi yang bermakna di wajah cantiknya. Rona dingin masih menyelimuti sepasang mata biru langit miliknya, seolah-olah yang Regina katakan barusan sama sekali tidak menyentuh hatinya.

“Oh....” Valerie hanya mengutakan kata ‘oh’ dan tidak menjelaskan maksudnya.

Gadis cantik bermata biru langit itu menatap Regina, senyum miring yang cukup datar tersungging di bibirnya, terlihat pasif-agresif tetapi cukup membuat bulu kuduk Regina berdiri.

“Kau bisa pergi sekarang,” sahut Valerie lagi, menganggap Regina tidak lebih dari seekor burung pengantar pesan.

Mata Regina membulat, bibirnya terbuka sedikit lebar, mengutarakan keterkejutan yang dia rasakan.

“Apa itu yang bisa kau ucapkan, Valerie?!” pekik Regina. “Papa menyuruhmu untuk pulang ke rumah, tidakkah kau merasa senang?!”

Satu alis mata Valerie terangkat, kilatan kecil di manik sebening biru langit tersebut menggelap, mengucapkan satu emosi yang artinya tidak bisa terbaca, seperti sebuah buku terkunci dari dalam.

“Apakah aku harus merasa senang ketika mendengar Papa menyuruhku untuk pulang?” tanya Valerie balik.

Regina tidak pernah menyukai gadis yang disebut-sebut sebagai saudarinya tersebut, bahkan ketika Tuan Meyer membawa Valerie kecil ke dalam rumah mereka untuk pertama kalinya bertahun-tahun yang lalu. Dia berharap Valerie pergi dari kehidupannya, dia tidak ingin cinta ayahnya yang seharusnya untuk Regina terbagi dan diberikan kepada Valerie.

Regina adalah putri kesayangan Keluarga Meyer, dia tidak akan membiarkan orang lain untuk merebut semua itu darinya.

Andai saja Valerie tahu apa yang tengah Regina pikirkan dan alasan dari kecemburuannya tersebut, dia pasti akan bertanya apakah Regina memiliki akal sehat sampai berpikiran seperti itu. Jangankan ingin mendapatkan cinta dari Tuan Meyer, Valerie malah berharap Keluarga Meyer bisa menjauh darinya.

“Walaupun aku tidak suka kau berada di Keluarga Meyer, tetapi Papa menyuruhmu pulang dan kau harus mematuhi perintah Papa!” tunjuk Regina dengan suara keras.

Valerie menggeleng kepala. Dia terlalu malas untuk beradu mulut dengan Regina di sini.

“Aku mengerti, kalau begitu kau bisa pergi sekarang,” suruh Valerie, secara tidak langsung nadanya memerintahkan Regina untuk pergi dari hadapannya dan tidak pernah kembali lagi.

“Kau memerintahku?!!” sahut Regina, merasa tidak terima karena Valerie menyuruhnya untuk pergi begitu saja.

Valerie mengedipkan mata, tatapan datar ditujukan kepada Regina.

“Go away, allez-vous en, vada via,” ulang Valerie kepada Regina. “Aku bisa menggunakan bahasa lain yang bisa kau mengerti dengan mudah.”

Wajah Regina kembali memerah, Valerie menghinanya secara tidak langsung. Walaupun Regina tidak mengerti dengan bahasa asing yang Valerie ucapkan, tetapi Regina memiliki insting kalau gadis itu menginginkannya untuk segera pergi.

Regina menahan keinginannya untuk menghentakkan kaki, melampiaskan kekesalan yang masih bersarang dalam hati. Meskipun Regina merasa tidak terima dengan pengusiran sepihak yang Valerie lakukan padanya, dia sendiri juga tidak ingin berada di satu tempat dengan gadis jalang yang menjijikkan ini.

“Lihat saja apa kau masih bisa sombong nanti!!” gertak Regina.

Valerie tidak menanggapi, dia melihat sosok Regina mendengus keras seraya pergi meninggalkan tempat itu dengan langkah kesal. Valerie bisa menebak kalau level kebencian yang Regina miliki terhadap dirinya semakin naik, tetapi hal itu dihiraukan Valerie karena dia tidak pernah menganggap urusan Regina sebagai hal yang penting.

Mata Valerie melihat ke atas, di sana terdapat sebuah kamera CCTV yang terpasang di langit-langit koridor apartemen.

“Glory, apa kau bisa menghapus apa yang terekam barusan dari kamera?” tanya Valerie.

[Tenang saja, Valerie, sistem ini akan menghapus semua rekaman yang berkaitan dengan apa yang terjadi barusan.]

Menghapus rekaman dari database kamera CCTV bukanlah hal yang sulit bagi sistem secanggih Glory, tetapi sang sistem merasa sayang apabila rekaman menarik seperti kejadian di mana Valerie memberikan pelajaran kepada Regina terhapus begitu saja. Oleh karena itu, Glory memutuskan untuk mengopi rekaman tersebut diam-diam sebelum menghapusnya dari database kamera CCTV.

Valerie tidak tahu rencana Glory, dia menyerahkan sepenuhnya kepada sang sistem dan kemudian memutuskan untuk masuk ke apartemennya.

Karena Valerie sudah menemukan tempat tinggal baru di Gardenia seharga 888 juta dollar, dia merasa tidak ada gunanya terlalu lama tinggal di tempat ini lagi. Karena itulah sesampainya Valerie di apartemen, dia segera membereskan barang-barangnya dan memasukkannya ke koper.

Hanya ada dua koper besar, masing-masing berisi dokumen-dokumen penting dan pakaian milk Valerie. Di kehidupan pertamanya Valerie tidak memiliki banyak uang, sehingga barang-barang yang dia miliki sangat terbatas. Hanya laptop bekas dan sebuah smartphone lama merupakan benda paling berharga di tangan Valerie.

Berbeda dengan sekarang di mana dia memiliki banyak uang yang bebas untuk dihabiskan, dan sebenarnya wajib untuk dihabiskan demi keberlangsungan hidup. Selain karena alasan untuk mendapatkan waktu hidup, Valerie sendiri juga tidak akan membuat hidupnya menjadi sulit seperti di masa lalu.

[Valerie, sistem ini tidak pernah menyangka kalau kau adalah orang yang sangat menyedihkan.]

Komentar yang Glory utarakan tersebut membuat Valerie mengangkat kepala, sedikit tercengang dan bertanya-tanya dari mana dia terlihat menyedihkan.

Tanpa menunggu balasan dari Valerie, Glory pun melanjutkan perkataannya.

[Sebagai seorang tyrant yang membuat teror di dua dunia terdahulu, rupanya kau adalah orang yang dibuang oleh keluargamu di dunia asalmu. Sistem ini barusan mencari informasi melalui koneksi di kota ini dan mengetahui kalau keluargamu memberikan peringatan kepada semua perusahaan untuk tidak menerimamu.]

[Tidak hanya tidak bisa mendapatkan pekerjaan karena Keluarga Meyer, kekasihmu bermain dengan teman baikmu di belakang. Dan ironinya lagi mereka berdua juga memberikanmu kepada Bos Walker, walaupun keduanya tidak lebih dari kaki-tangan pelaku yang sebenarnya. Namun, di mata sistem ini kau sangat menyedihkan, Valerie.]

Tanpa ada rasa belas kasihan, Glory membuka semua catatan hitam yang tidak lebih dari luka menganga pada tubuh Valerie. Tidak hanya memaparkannya secara gamblang, Glory juga mengatakannya dengan dingin dan tidak peduli kalau ucapannya akan membuat Valerie terluka.

Gadis cantik itu menumpu dagu menggunakan satu tangan, sepasang mata biru langitnya berkilat sesaat ketika sinar matahari dari arah luar menimpa sosoknya. Ekspresi wajahnya masih terkesan kalem, dia tidak terlihat seperti orang yang sedih karena aibnya dibuka, bahkan bibirnya masih sempat-sempatnya menyunggingkan sebuah senyuman.

Valerie menghela napas panjang. Tanpa terduga suara tawa yang cukup renyah keluar dari bibirnya, seolah-olah dia tertawa karena sebuah humor yang lucu baru saja didengarnya.

“Apa aku semenyedihkan itu di matamu, Glory?” tanya Valerie yang setengah menggoda sang sistem.

Dalam benak Valerie, dia melihat Glory yang seperti bola kapas lembut dengan dua titik mata kartun mengangguk layaknya anak ayam yang tengah mematuk biji beras. Sangat lucu dan menggemaskan.

[Sangat menyedihkan, Valerie, sistem ini begitu bersimpati padamu. Untuk ukuran orang yang biasanya menindas orang lain dan membuat yang lainnya menderita, rupanya kau itu sangat menyedihkan.]

Bibir Valerie berkedut, setengah menahan tawa dan sama sekali tidak tersinggung dengan komentar pedas itu.

“Kalau begitu kau harus lebih melindungiku di dunia ini. Aku ini lemah, tidak memiliki kekuatan untuk melawan, dan juga sangat rapuh,” ucap Valerie tanpa mengedipkan matanya, dia mengatakan hal yang memalukan itu dengan wajah yang datar, seolah-olah dia adalah sosok lemah seperti yang dikatakannya.

[Tenang saja, dengan adanya sistem ini di sampingmu, sistem ini akan melindungimu dan tidak akan ada orang jahat yang bisa melukaimu.]

“En… aku mengandalkanmu kalau begitu,” balas Valerie.

Senyuman di bibir Valerie merekah, bagaikan bunga mekar pertama kali di musim semi dan membuat dunia yang awalnya dingin melumer karena kehangatan yang terpancarkan oleh senyuman itu.

Kedua sistem dan pemiliknya terlihat begitu harmonis, berada dalam situasi yang begitu nyaman, hal ini benar-benar berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh Regina Meyer.

Setelah Regina mendapat perlakuan yang begitu dingin dari Valerie dan juga pengusiran secara tidak langsung dari gadis itu, Regina berada dalam mood yang begitu buruk. Wajah cantiknya yang rupawan begitu gelap akibat ekspresi jengkelnya, sepasang mata hazel miliknya pun juga berkabut, diselimuti oleh awan badai yang tengah bergemuruh tidak menentu.

Regina selalu memberikan kesan terbaik di mata banyak orang, sehingga dia tidak terlalu menampakkan kekesalannya ketika dia bersama dengan banyak orang, seperti dia berada di rumah. Regina ingin memberikan kesan kalau dia adalah gadis yang ceria dengan perilaku yang baik di hadapan kedua orang tuanya.

Begitu Regina tiba di rumah, dirinya yang sebenarnya masih diliputi oleh perasaan kesal langsung bergegas menuju kamarnya di lantai dua. Namun, sebelum Regina bisa masuk dalam kamar, dari ruang kerja sang ayah dia melihat sosok seorang pemuda bertubuh tinggi dan berwajah tampan keluar.

“Regina,” panggil si pemuda tampan itu.

Langkah kaki Regina berhenti, dia menoleh ke samping dan melihat ke arah pemuda itu.

Regina menggigit bibir bawah, kedua mata besarnya berkaca-kaca seperti tengah membendung air mata yang ingin keluar dari pelupuk mata. Ekspresi wajah cantik Regina terlihat begitu menyedihkan, membuat si pemuda yang awalnya berwajah dingin langsung melembut.

“Apa yang terjadi? Siapa yang membuatmu sedih seperti ini?” Si pemuda bertanya seraya berjalan menghampiri Regini, hatinya tergugah dan merasa kasihan kepada gadis cantik itu.

“Kakak,” ucap Regina dengan suara yang lirih.

Begitu sosok William Meyer berada dalam jangkauan, secara otomatis Regina langsung menghambur dan menabrakkan diri dalam pelukan pemuda tampan itu. Suara isak tangis yang tertahan mulai terdengar, membuat William yang khawatir semakin merasa cemas.

Sepasang tangan kekar William memeluk tubuh mungil Regina, mendekapnya dengan erat seperti dia ingin menyatukan tubuh keduanya sehingga tidak ada sesuatu yang bisa menyakiti gadis itu lagi.

“Katakan pada Kakak, siapa yang berani membuat adik kesayangan Kakak sedih seperti ini?” tanya William dengan nada yang lembut, mencoba untuk membujuk Regina untuk membeberkan semuanya.

Regina menggeleng kepala, buliran air mata yang hangat jatuh dan membasahi kemeja depan yang William kenakan, membuat pemuda tampan itu merengut dan merasa kesal pada siapa saja yang membuat adik kesayangannya sedih seperti ini.

“Regina sayang, kau terlalu baik hati sehingga ada orang yang memiliki niatan jahat di luar sana selalu ingin membully-mu. Apabila ada sesuatu yang mengganggumu, jangan kau pendam sendirian, kakak tidak ingin kau terluka,” bujuk William sekali lagi.

Pelukan keduanya mengendur, Regina meletakkan kedua tangannya di dada William lalu melihat sosok pemuda tampan bertubuh tinggi itu. Di sana Regina melihat sepasang mata sang kakak yang memancarkan perasaan cinta dan kekhawatiran, membuat jantung gadis itu berdegup sedikit kencang.

Dia menggigit bibir bawah, tetapi sebuah jari menyentuh bibir yang tergigit tersebut, membuat Regina menghentikan perbuatan kecilnya itu.

“Ini semua salahku,” gumam Regina, pada akhirnya dia bersuara walaupun suaranya masih sedikit bercampur dengan isak tangis. “Kakak jangan marah pada Valerie.”

Buliran hangat air mata kembali turun dari sepasang pelupuk mata indah itu, menatap William dengan sorot mata yang memancarkan sebuah kesedihan mendalam, seolah-olah yang membuat Regina memperlihatkan ekspresi sedih seperti ini adalah seekor binatang yang berdosa besar. William pun berpikir demikian.

“Kalau aku tidak mengatakan sesuatu kepada Valerie hari ini, dia tidak akan marah kepadaku. Aku… aku… merasa seperti orang jahat.” Dan tidak lama setelahnya air mata Regina kembali mengalir deras.

Regina terlihat begitu sedih, seperti orang yang sangat menyedihkan dan membuat siapa saja yang melihatnya merasa kasihan kepada gadis itu. Mereka tidak akan berpikir kalau gadis ini adalah sosok orang yang begitu sombong beberapa waktu yang lalu, melainkan sosok gadis yang rapuh dan juga lemah. Siapa saja yang membuat Regina menangis adalah orang yang sangat jahat.

Ekspresi di wajah tampan William berubah menjadi dingin, seperti air yang membeku di kutub utara dan selatan bumi, dia terlihat marah. William tidak marah kepada Regina, tetapi dia marah kepada Valerie. Rasa ketidaksukaannya kepada Valerie semakin bertambah, berani-beraninya gadis itu membuat adik kesayangan William menangis dan bersedih seperti ini.

“Regina, kau tidak salah. Kau tidak perlu memikirkan hal itu lagi. Valerie berhati kecil sehingga dia tidak bisa menerima apa yang kau katakan, apabila ada yang patut disalahkan di sini maka orang itu adalah Valerie,” kata William. Pemuda itu membelai rambut lembut milik Regina.

William terus membisikkan kata-kata manis yang bertujuan untuk menghibur Regina, mencoba untuk membuat gadis itu tidak lagi bersedih. Tanpa sepengetahuan William, Regina yang masih menenggelamkan wajahnya pada dada pemuda itu memiliki sebuah senyum penuh kemenangan.

Skyler Artemis

Akhirnya buku ketiga Sky yang berjudul "Miss Villainess Is Wealthy" terbit di Goodnovel. Terima kasih kepada teman-teman yang sudah menyempatkan diri untuk mampir dan membaca kisah Valerie dalam seri ini. Karena sekarang masih dalam suasana lebaran, Sky mau mengucapkan minal aidzin walfaidzin, mohon maaf lahir dan batin. Sampai bertemu di chapter selanjutnya.

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status