Share

Misteri Asmara Bella
Misteri Asmara Bella
Author: Ervin Warda

1. Topeng Perak

Dalam kesunyian malam, terdapat seseorang yang sedang berjalan santai di koridor kampus. Ketukan sepatunya menggema, memenuhi koridor yang saat ini dia lewati. Membuat siapa pun yang mendengarnya akan merasa takut. Bibir tebalnya terangkat, membentuk senyuman miring di balik topeng perak yang dia gunakan. Setelah beberapa menit menelusuri koridor, dia menghentikan langkahnya di depan seorang laki-laki yang sedang mengeluarkan seluruh isi tasnya.

"Hai," sapanya ramah.

Laki-laki yang sedang mengeluarkan isi tasnya itu tersentak kaget dan langsung mendongak, menatap seseorang yang baru saja menyapanya.

"Hai, lo siapa?" tanyanya bingung. Pasalnya, sedari tadi hanya ada dia sendiri di sini. Lalu tiba-tiba muncul seseorang ini dengan pakaian yang aneh, memakai topeng dan jubah hitam.

Tidak mendapat jawaban dari orang bertopeng, membuat laki-laki itu kembali menunduk dan membereskan buku-bukunya dengan cepat. Entah kenapa, perasaannya menjadi tidak enak. Seolah akan terjadi sesuatu padanya jika tidak segera pergi dari sini. Di sela kegiatannya, dia sedikit melirik ke arah kaki orang bertopeng. Menapak, batinnya.

"Sudah selesai?" tanya orang bertopeng saat melihat laki-laki itu menggendong tasnya.

"Sudah," jawabnya seraya mengangguk pelan. Baru saja akan melangkah pergi, tangannya sudah lebih dulu dicekal oleh orang bertopeng. Dia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Mau kemana? Padahal gue sudah nungguin lo, masa mau ditinggal?" tanya orang bertopeng menipiskan jarak di antara keduanya. Tangannya yang terbungkus sarung tangan membelai lembut wajah laki-laki tersebut. Senyum miringnya semakin lebar dan sesekali dia menjilat bibirnya.

"L - o ma - u apa?" tanya sang laki-laki gugup.

"Gue mau lo," jawab orang bertopeng seraya menggigit bibir bawahnya.

"Sorry, gue harus pulang." Laki-laki tersebut menepis tangan orang bertopeng yang berada di wajahnya, lalu berlari kencang ke arah selatan. Namun, karena hatinya diselimuti rasa takut kakinya menjadi tidak bertenaga dan membuat dia jatuh tersungkur. Apalagi sedari siang dia belum makan, hingga semakin melemahkan tenaganya. Sedangkan orang bertopeng hanya melihat dengan senyum miringnya.

"Sekali mangsa tetap mangsa," gumamnya seraya berjalan mendekati laki-laki tersebut.

"L - o mau apa?" tanya laki-laki ketakutan. Dengan perlahan dia menyeret kakinya, berusaha menjauhi orang bertopeng.

Baru kali ini dia merasa menyesal telah mengerjakan tugas di kampus. Pulang paling akhir, tepat hampir tengah malam saat suasana benar-benar sepi.

"Ha ha ha ha gue mau nyawa lo," jawab orang bertopeng tertawa keras.

Jantung si laki-laki langsung berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Keringat dingin mulai muncul dan membasahi badannya. Dia melihat sekelilingnya, berusaha meminta pertolongan. Namun, keadaannya yang begitu sepi dan gelap membuat dia tidak bisa berharap banyak. Saat ini, hanya dirinya sendiri yang bisa menolong.

"Gue ada salah apa sama lo?" tanyanya dengan suara yang gemetar. Berada di situasi seperti sekarang membuatnya ingin menangis keras. Rasa takut itu semakin besar, membuat saraf-sarafnya tidak bisa berfungsi dengan baik. Dia masih ingin hidup dan menggapai cita-citanya. Namun, apa dia bisa selamat dari orang yang menginginkan nyawanya?

Tawa orang bertopeng pecah, bahkan lebih keras dari sebelumnya. Beberapa detik kemudian tawanya lenyap dan tergantikan dengan mata yang berkilat marah. Dengan perlahan dia berjongkok, menyamakan tingginya dengan laki-laki tersebut.

"Lo tanya, apa salah lo? Salah lo adalah mencintai orang yang gue cintai dan sekarang, gue mau ngilangin perasaan sekaligus nyawa lo ha ha ha," ucap orang bertopeng dengan tawa di akhir kalimatnya.

"Ja - ngan, jangan bunuh gue. Gue minta maaf," ujarnya ketakutan.

Tangan orang bertopeng bergerak mengambil sesuatu di balik jubahnya. Senyumnya mengembang, saat benda yang dia cari sudah berada di genggamannya. "Semuanya sudah terlambat dan ucapkan selamat tinggal pada dunia," ucapnya menggenggam tangan laki-laki itu erat.

"Enggak, jangan! Tolong!" teriak laki-laki tersebut sekuat tenaga, berharap ada yang mendengar dan menyelamatkan dia dari malaikat maut.

"Teriak aja, teriak sekencang mungkin. Di sini hanya ada kita berdua," bisik orang bertopeng seraya menempelkan belati tajamnya pada pergelangan tangan si laki-laki. Dengan perlahan dia menggerakkannya ke kanan dan ke kiri hingga mengeluarkan cairan berwarna merah.

"Stop, ini sakit. Gue minta maaf, tetapi plis jangan bunuh gue," ucapnya lirih yang hanya dianggap angin lalu oleh orang bertopeng. Bahkan, dia semakin menekan belatinya dan menggerakkannya berkali-kali. Pergelangan tangan laki-laki itu sudah tertutup oleh cairan merah, bahkan sampai menetes menodai lantai yang berwarna putih bersih.

"Done," ucap orang bertopeng tersenyum senang saat melihat mata laki-laki itu terpejam. Matanya menatap datar hasil karyanya yang menganga lebar dengan darah mengalir deras.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status