Sudah satu minggu aku dirumah ibu, selama disini aku tetap menjalankan bisnis online. Mas Wira hampir setiap hari menanyakan kabar Dimas. Hari itu aku sedang membabat rumput yang sudah tumbuh subur di halaman rumah ibu. Sesekali ngobrol dengan ibu-ibu yang lewat didepan rumah, sedangkan ibu dan bapak sudah berangkat kekebun. Dimas tengah bermain tanah disamping rumah. Aku sengaja membiarkan dia bermain di alam. Sementara Maya, adik perempuanku satu-satunya masih sekolah. Terdengar bunyi gawaiku yang kuletak diruang tamu. Ada panggilan tak terjawab dari mas Wira dan satu pesan. [Dek Alhamdulillah rumah kita sudah laku, hasil penjualan sudah mas transfer ke rekening kamu ya, besok mas antar barang-barang sisa yang kemaren belum sempat di bawa][Alhamdulillah makasih banyak mas][Iya dek, sebenarnya mas berat mau ngelepas rumah itu, banyak kenangan disana, tapi mas butuh modal untuk buka usaha][Gak apa-apa mas, nanti beli lagi kalau sudah ada rejeki] Jawabku lagi.Kemudian aku cek m-
Jantungku hampir meloncat ketika membaca pesan dari perempuan sint*ng itu, bisa-bisanya aku yang dibilang kegatelan, gak sadar dia seperti apa.[Maaf ya mbak aku gak ada waktu ngurusin kamu][Eh jangan sombong kamu, sekarang aku yang menang, mas Wira sudah menceraikanmu dan akan menikahiku][Pernikahan bukan ajang untuk mencari pemenang, kalau mas Wira menceraikanku, memang itu aku yang minta] send lalu blokir, aku tak mau berurusan dengan perempuan itu lagi.Dulu aku sangat dekat dengannya bahkan aku sering menginap dirumahnya, karena aku dulu waktu SMA sudah tinggal dikostan, sedangkan Mila tidak, rumahnya dengan sekolah relatif dekat.Jika weekend aku sering nginap dirumahnya ketika tidak pulang kerumah ibu dan sesekali Mila aku ajak nginap dirumahku, karena aku memang jarang pulang. Kadang kalau aku tidak pulang dikosan sendiri tak ayal Mila ikut nginap dikostanku, pak Nurdin juga sangat baik, tapi setelah lulus SMA, aku aku melanjutk
[Assalamualaikum mas] kukirim pesan melalui aplikasi berlogo gagang telfon."[Walaikumsalam dek, udah dapat rukonya][Belum mas, masih keliling, maaf mas, aku mau kirim sesuatu, siapa tau nanti bisa menjadi bukti][Apa Nay?]Kemudian kukirim foto yang barusan ku ambil, gambar seorang pria berumur dengan gadis muda yang katanya kini tengan mengandung anaknya mas Wira.Ck, miris sekali, bisa-bisanya dia jalan dengan pak Herman, padahal sebentar lagi akan menikah dengan Mas Wira.[Makasih banyak ya dek, ini bisa membatu dan menambah bukti][Sama-sama mas]Akupun meneruskan makanku bersama mbak Gita sambil sesekali memyuapi Dimas. "Ada apa Nay, kok ku kayak sembunyi-sembunyi gitu? Mbak Gita penasaran."Lihat kearah pukul sembilan mbak, coba tebak siapa mereka?""Astaghfirullah, itu kan.""Ssttt... jangan keras-keras, nanti mereka lihat kita." Mbak Gita mengangguk."Foto Nay, kirim ke Wira!""Udah mbak aman."Aku terus memperhatikan mereka, sayangnya obrolan mereka tak terdengar, kalau ak
Hari ini, hari pernikahan mas Wira dengan Mila, aku masih ragu untuk datang atau tidak, pasalnya aku masih memendam perasaan yang begitu besar terhadap mas Wira. Jauh dalam lubuk hatiku, sebenarnya aku hancur.Setelah menimbang hingga berjam-jam, akhirnya aku memutuskan untuk datang diacara pernikahan mas Wira dan Mila, aku akan pergi bersama mbak Gita. Kami hanya berdua, Dimas aku titipkan dengan bik Yuli. Aku tak ingin Dimas bingung, anak baik itu masih terlalu kecil untuk memahami situasi saat ini.Polesan make up tipis kusapu setiap centi wajahku. Gamis warna pink soft kupadukan dengan pasmina grey menambah kesan natural make up - ku.Tas tangan berwarna abu-abu kujinjing serta high heels berwarna hitam kukenakan untuk menambah tinggi badannku yang hanya 150cm. Bisa dibayangkan dulu jika jalan beriringan dengan mas Wira aku terlihat seperti anak kecil dan bapaknya. Tinggi mas Wira yang mencapai 172 cm membuat aku tenggelam diketiaknya. Dulu dadanya yang tidak begitu bidang menjad
"Hei jal*ng jangan pernah ganggu mas Wira lagi". Teriaknya tanpa malu sedikitpun.Aku terhenyak dan terdiam menahan amarah yang menuncakAku yang sudah berada diambang tangga, berbalik badan dan mendekatinya lagi. Dada ini sangat bergemuruh. Plak.....tamparan kecil mendarat dipipinya. Diapun mengaduh kesakitan. Pesta mendadak gaduh dengan ulah mempelai wanita itu sendiri. Aku melawan karena tidak mau harga diriku di injak-injak."Hemila Mutiara, sesungguhnya apa yang keluar dari mulutmu itu lah dirimu, tidak ingatkah bagaimana kau mendapatkan mas Wira, dengan cara yang sangat licik, lupa kamu hal itu?" Sahutku berapi-api.Aku turun dari panggung pelaminan dengan diiringi tatapan dari para tamu undangan. Aku tak menyangka jika Mila akan berbuat seperti itu. Aku berjalan cepat menuju parkiran diikuti mbak Gita dari belakang. Tak kuhiraukan lagi orang-orang yang membicarakanku. "Mbak aku lapar, kita jemput Dimas dulu ya, dah tu makan diluar.""Ternyata menahan emosi bisa menguras te
"Siapa diluar ya?" Aku terus bertanya dalam hati, suaranya seperti tidak aku kenal karena memang tersamarkan dengan suara hujan yang masih deras.Akupun menghubungi mas Dion untuk memngecek CCTV didepan ruko. Aku khawatir jika orang diluar akan berniat jahat terhadapku dan Dimas."Assalamualaikum mas, mas aku bisa minta tolong cekkan CCTV didepan ruko, soalnya aku seperti mendengar suara ketok-ketok.""Oh iya Nay sebentar."Tak lama mas Dion mengirimkanku beberapa gambar hasil tangkap kamera CCTV didepan. Digambar terlihat mas Wira tengah bediri didepan pintu."Mas Wira". Bergegas aku membukakan pintu dan menemui mas Wira didepan."Assalamualaikum." Ulangnya lagi."Walaikumsalam, mas kenapa hujan-hujanan kesini?" Tanyaku setelah pintu kubuka."Maaf dek, tadi HP mas dibuka sama Mila, trus mas lihat ada pesan kalau Dimas rindu, makanya aku langsung kesini, takut Dimas kenapa-kenapa, selalunya kalau Dimas udah bila
Misteri Bedak Wa*dah di Mobil SuamikuPart 24Setelah semua selesai ganti baju, kami lanjut perjalanan menuju Pantai Panjang untuk makan sambil menikmati sunset, ternyata mas Dion sudah memboking tempat ini sebelumnya.Cafe dipinggir pantai yang nyaman, dihiasi dengan lampu berwarna kuning serta selambu berbahan tile yang bergantung mengelilingi tempat kami duduk.Mas Dion memesan makanan, sedangkan ketiga ponakan mas Dion dan Dara asyik bermain pasir.Mereka seolah sengaja meninggalkan aku berdua dengan mas Dion. Atau jangan-jangan ini yang Hani tanyakan tadi?Mendadak aku jadi canggung dan gugup setelah Hani bilang tadi. Aku sibuk memainkan sedotan diatas jus jambuku. Tiba-tiba mas Dion menatapku dalam, aku menjadi salah tingkah. "Nay." Panggil mas Dion masih tetap menatapku."Eemmm iya mas." Jawabku canggung."Ada yang mau aku bicarakan, aku tau ini mungkin terlalu cepat.""Apa mas?""Seandainya kamu jadi ibu sambung Dara apakah kamu mau Nay?" Mas Dion menatapku dengan penuh tanda
Misteri Bedak Wa*dah di Mobil SuamikuPart 25Aku bingung apa harus menyusul mas wira kekantor polisi atau tidak? Ada apa dengan mereka? Apa merek bertengkar dan mas Wira memukul Mila, tapi aku rasa tidak.Tut...tut...."Assalamualaikum mas, mas ada apa? Kamu di kantor polisi mana?""Panjang ceritanya Nay, nanti aja aku cerita, ini udah hampir selesai."Akupun melanjutkan aktifitasku, membuka ruko dan packing barang yang harus dikirim, dan juga memeriksa orderan. Sedangkan Dimas sudah ngacir main dengan Dara.Sebenarnya aku tidak enak, apalagi dengan kejadian kemaren. Aku tak menyangka jika perhatian mas Dion selama ini punya makna lain. Dan jujur aku aku belum siap untuk membina rumah tangga lagi.Memang mas Wira hanya korban. Dan sakitky tidak seberapa dibandingkan dengan perempuan lain yang suaminya nyata selingkuh diddepannya.Disisi lain aku masih sangat mencintai mas Wira. Itulah alasan kenapa aku belum ingin menjlain hubungan dengan laki-laki lain. Mulai siang pelanggan mulai