Share

6. Kantor kecamatan 2

Kantor kecamatan seperti sebuah bangunan perkantoran pemerintah daerah pada umumnya. Di tengahnya terdapat gerbang masuk perkantoran. Halamannya nampak gersang, bagian pinggirnya ditumbuhi pohon pinang yang buahnya sudah banyak yang masak. Di depan kantor, terdapat beberapa motor yang terpakir.

Kami di sambut salah satu pegawai yang memakai baju olah raga, sepertinya kalau hari jumat mereka memakai seragam olah raga semua, sebelum memulai tugas mereka melakukan senam SKJ dahulu. Namun ada beberapa orang memakai pakaian biasa sedang duduk di bangku panjang yang disediakan, sepertinya mereka warga mau mengurus surat menyurat seperti KTP atau kartu keluarga.

Kami menyalami para pegawai di sana, mereka menyambut kami dengan ramah. Selanjutnya kami diarahkan ke sebuah ruangan, di sana kami di sambut oleh seorang bapak, kumis tebalnya membuat bapak tersebut penuh wibawa.

"Pak Camat ada urusan di kabupaten, rumah dinasnya ada di belakang kantor ini, tapi kalau akhir pekan beliau pulang ke rumah pribadinya di kota kabupaten," kata bapak tersebut memulai percakapan.

Akhirnya urusan kami diskusikan dengan bapak tersebut, bang Joseph mempresentasikan garis program kerja KKN kami, sesekali meminta pendapat teman-temannya. Bapak tersebut menyimak obrolan kami dengan antusias, sesekali diselingi candaan membuat kami tertawa. Tiba-tiba rasanya aku pingin pipis, dan tidak bisa tertahan. Akhirnya aku permisi keluar dan mencari toilet.

Lega rasanya habis membuang air kecil, aku segera kembali keruangan tadi.

"Ngapo anak KKN tu tinggal di situ?"

Mendengar seseorang menyebut tempat tinggal anak KKN spontanitas kuhentikan langkahku, aku berusaha mengintip ke dalam ruangan asal pembicaraan tersebut. Di sana terdapat empat orang pegawai laki-laki dan tiga orang pegawai perempuan yang terlibat pembicaraan.

"Entahlah, datuk kepala desa yang menempatkannya."

"Dak ado tempat lain apo?"

"Manalah ada rumah kosong di kampung ni, cuma rumah dua itu yang kosong."

"Mano orang baru lagi, mereka tu anak muda, biasanya suka cakap baseng."

"Anak mudo biasanya lakunya sembrono pulak."

Haaa? Mereka ngomongin rumah posko kami, ada apa emangnya di rumah posko kami?

"Sedang apa?"

"Ha!"

Aku terkejut, tiba-tiba di belakangku ada seorang lelaki paruh baya, wajahnya dicondongkan kearahku dengan posisi menguping.

"Bapak lagi ngapain?"

"Lah, kamu lagi ngapain?" jawab lelaki dengan kumis baplang dan rambut yang sudah ditumbuhi uban itu

 "Lagi nguping apa?" lanjutnya.

"It _ itu pak ... bapak-bapak itu lagi ngomongin rumah posko kami," kataku sambil berbisik

"Oh?" katanya sambil berlalu

 "Eh, ngapain masih disitu?" ujarnya sambil menoleh kearahku yang masih bertahan pengen menguping pembicaraan para pegawai tersebut.

"Ayo," ajaknya lagi

"Tap_ tapi pak__"

"Hmm, mau tahu tidak?" tanyanya dengan mata membulat

"Ha? Ya,ya!" jawabku cepat sambil mengikutinya.

Aku berharap bapak itu mau memberi tahukan, what wrong with the house? Rasa penasaran ini, butuh jawaban. 

Kami berdua masuk keruangan di mana anak-anak KKN berada, aku terus membuntuti bapak tadi dan menatapnya dengan harapan bapak tadi mau menceritakan segalanya, namun nampaknya bapak tadi cuek saja, bahkan sempet-sempetnya memelintirkan kumis baplangnya. 

"Nanti proposal dan rencana kegiatan kalian di urus sama pak Sumarlin," kata bapak yang diawal kami temui menunjuk bapak kumis baplang.

"Hmm, antar saja proposalnya ke rumah saya ya, rumah saya dekat kok dari posko kalian," kata pak Sumarlin tersebut sambil mengerling mata padaku. 

"Jangan lupo antar ke rumah sayo, nanti di sana kita ngobrol-ngobrol yo?"

Pak Sumarlin menghadap padaku, hmmm sepertinya ini kode untuk memberitahukan apa yang pengen kutahu. 

"Okeh, Pak!"

Aku tersenyum sumringah kearahnya sambil mengacungkan dua jempol di dada, girang banget seperti mendapat undian berhadiah saja, orang-orang di dalam ruangan terlihat menatap  keheranan dengan reaksiku. Ah, sepertinya reaksiku terlalu berlebihan.

***

Sepulang dari kantor kecamatan aku langsung mengerjakan proposal kegiatan, biasanya kalau sudah di depan komputer aku sering lupa waktu. Aku bisa betah berjam-jam di warnet atau di rental komputer untuk mengerjakan laporan atau membuat karya ilmiah sewaktu masih di kampus. Tidak heran skripsiku sudah selesai seminar proposal, selepas KKN ini aku tinggal penelitian, seminar hasil, dan sidang skripsi, sudah itu kelar tinggal wisuda deh. Kuliah di jurusan ekonomi keuangan dan akuntansi membantuku  dalam merancang anggaran acara. 

"Orang salat jumat sudah turun itu, Lid. Salat zuhur dulu," tegur Widya yang sedang melepas mukena selesai salat

"Hmmm."

Aku hanya berdehem, nanggung ni nyelesaikan  bab pendahuluan.

"Jam berapa sekarang?" tanyaku.

Mataku melirik tampilan  jam yang ada di sudut monitor layar komputer.

"Ha? Jam 2, salat dulu, ah."

Aku bicara sendirian sambil menyimpan data ketikan, tanpa mematikan komputer.

Sehabis salat dan makan siang kulanjutkan mengetik hingga sore. Sayang komputer Gina diletakkan di posko cowok, jika di posko cewek kugarap proposal ini lembur hingga malam hari.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status