Share

Bab 8. Bulan dan Kenangan

Aku tak menyangka akan bertemu Bulan secepat ini. Bulan terlihat sangat cantik, persis seperti yang ada dalam mimpiku.

"Kau tahu, terlalu banyak yang terjadi di desa ini saat itu. Akibat dari mereka yang terlibat dengan makhluk seperti kami." Ucap Bulan yang terus menatap sinar bulan di atas langit malam.

Aku memberanikan diri untuk bertanya padanya, "Lalu, kenapa kau masih di sini? Apa alasanmu masih berada di sini adalah orangtuamu?"

Bulan menggeleng, "Tidak. Aku sendiri tak tahu apa alasannya. Tapi, aku merasa belum bisa pergi dari sini."

"Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu? Aku benar-benar ingin membantumu, Bulan," bujukku pada Bulan.

Bulan menatapku nanar, "Entahlah. Aku sendiri tidak tahu apa penyebabnya. Orangtuaku sudah lama merelakanku dan aku pun begitu. Tapi, aku merasakan seperti ada yang mengganjal di hatiku. Seperti sesuatu yang belum tuntas."

Penjelasan Bulan itu sangat tak kumengerti. Mungkin itu alasan Bulan meminta tolong padaku waktu itu. Dalam mimpiku, sepertinya dia ingin memberitahukanku sesuatu.

Aku menatap kedua matanya yang sayu, mata hitamnya begitu bersinar saat cahaya bulan menerangi wajahnya.

"Aku juga kadang merasa heran pada diriku sendiri, entah bagaimana aku jadi seperti bukan diriku lagi. Aku jadi tak pernah terkejut atau pun takut melihat makhluk sepertimu. Mungkin aku mulai terbiasa dengan kemampuan yang aku miliki ini." Aku mulai berjalan ke arah Bulan yang tengah mengayunkan kakinya di atas tanah.

"Baguslah. Karena mungkin aku akan sering mengganggumu," jawab Bulan.

Aku terkekeh, ternyata hantu juga bisa bercanda, gumamku.

"Bulan, apa aku boleh bertanya sesuatu?"

"Tentu," jawab Bulan tanpa mengalihkan pandangannya dari gelapnya langit malam ini.

Aku mencoba berpikir, aku harus memulai dari mana untuk bertanya. Begitu banyak pertanyaan dalam benakku saat ini.

"Siapa orang yang mengejarmu dalam mimpiku tempo hari?"

Bulan memainkan kedua kakinya yang terlihat tak menapak ke tanah. Matanya masih tertuju pada langit malam di atasnya.

"Dia adalah orang suruhan kepala desa di desa ini."

Aku mulai memberanikan diri mendekati Bulan yang saat itu mulai bercahaya. Raut wajahnya kembali hidup saat aku mulai bertanya tentang kehidupannya di masa lalu.

"Apa yang terjadi, mengapa orang-orang itu mengejarmu?"

Bulan terdiam sejenak, seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Dulu, aku pernah bertemu dengan seorang pemuda bernama Razan. Dia adalah pemuda yang tinggal di kota."

"Razan dan aku bertemu di kebun karet milik ayahnya yang seorang kepala desa. Saat itu, aku tak sengaja berpapasan dengannya yang sedang melihat-lihat pekerja di perkebunan." Bulan tampak tersenyum, ingatannya mulai membuat dia merasa hidup kembali. Bulan terlihat sangat bersemangat saat menyebut nama Razan.

"Hari itu, aku sedang mengantarkan makan siang untuk Ibu yang bekerja di perkebunan. Razan rupanya sering memperhatikanku dari jauh. Razan bilang, dia menyukaiku pada pandangan pertama."

Bulan lanjut bercerita, sedangkan aku duduk di sebelahnya sambil menatapnya seakan tak percaya, bahwa aku bisa bertemu dan berbicara dengan Bulan.

"Setelah beberapa hari mengenalnya, kami menjadi sangat akrab. Aku sering diantar menggunakan motor saat hendak mengantar makanan untuk Ibu di kebun. Saat itu, tak ada yang aneh. Bahkan, kami berdua sering berjanji untuk bertemu di suatu tempat."

Tiba-tiba, raut wajah Bulan kembali redup, mungkin dia akan bercerita bagian yang sulit, pikirku.

"Sampai pada suatu hari, aku dikejutkan dengan kedatangan rombongan kepala desa ke rumahku. Aku pikir, mereka datang atas keinginan Razan untuk membawaku ke hubungan yang lebih serius. Tapi, ternyata tujuan mereka datang ke sini rupanya untuk memintaku menjadi istri ketiga dari kepala desa yang membuatku sangat terkejut. Hal yang sama juga di rasakan kedua orangtuaku. Semua itu tidak sesuai dengan perkiraan kami."

"Lalu, apa yang kau lakukan?" tanyaku memotong cerita Bulan.

"Tentu aku menolaknya. Aku bilang, aku belum ingin menikah," jawab Bulan santai.

"Saat mendengar penolakanku, kepala desa itu pergi dengan wajah yang marah."

Kini wajah Bulan kembali muram, dia tak lagi tersenyum seperti saat menceritakan pemuda yang bernama Razan.

"Kau tahu, keesokan harinya, muncullah berita yang diyakini warga desa. Bahwa aku telah menolak pinangan anak kepala desa, yaitu Razan. Hihihi ...," Bulan terkekeh.

"Saat itu, satu desa bergunjing. Mereka bilang aku terlalu sombong telah menolak pinangan dari anak kepala desa. Sejak saat itu, aku dan keluargaku mulai dikucilkan oleh warga. Setelah itu, aku tak ingat lagi apa yang terjadi padaku." Bulan kemudian terdiam, dia seperti sangat sedih saat mengingat kejadian di masa lalunya.

"Lalu, apa yang terjadi pada Razan? Apa kau sempat bertemu lagi dengannya?" Hatiku bergejolak saat menyebut nama pemuda itu. Entah kenapa aku merasakan amarah yang besar saat menyebut namanya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Syarif
Razan,itu nama anak ku. gadis kecil ku yg imut.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status