Beranda / Horor / Misteri Desa Purnama / Bab 8. Bulan dan Kenangan

Share

Bab 8. Bulan dan Kenangan

Penulis: TasTag
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-31 02:01:22

Aku tak menyangka akan bertemu Bulan secepat ini. Bulan terlihat sangat cantik, persis seperti yang ada dalam mimpiku.

"Kau tahu, terlalu banyak yang terjadi di desa ini saat itu. Akibat dari mereka yang terlibat dengan makhluk seperti kami." Ucap Bulan yang terus menatap sinar bulan di atas langit malam.

Aku memberanikan diri untuk bertanya padanya, "Lalu, kenapa kau masih di sini? Apa alasanmu masih berada di sini adalah orangtuamu?"

Bulan menggeleng, "Tidak. Aku sendiri tak tahu apa alasannya. Tapi, aku merasa belum bisa pergi dari sini."

"Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu? Aku benar-benar ingin membantumu, Bulan," bujukku pada Bulan.

Bulan menatapku nanar, "Entahlah. Aku sendiri tidak tahu apa penyebabnya. Orangtuaku sudah lama merelakanku dan aku pun begitu. Tapi, aku merasakan seperti ada yang mengganjal di hatiku. Seperti sesuatu yang belum tuntas."

Penjelasan Bulan itu sangat tak kumengerti. Mungkin itu alasan Bulan meminta tolong padaku waktu itu. Dalam mimpiku, sepertinya dia ingin memberitahukanku sesuatu.

Aku menatap kedua matanya yang sayu, mata hitamnya begitu bersinar saat cahaya bulan menerangi wajahnya.

"Aku juga kadang merasa heran pada diriku sendiri, entah bagaimana aku jadi seperti bukan diriku lagi. Aku jadi tak pernah terkejut atau pun takut melihat makhluk sepertimu. Mungkin aku mulai terbiasa dengan kemampuan yang aku miliki ini." Aku mulai berjalan ke arah Bulan yang tengah mengayunkan kakinya di atas tanah.

"Baguslah. Karena mungkin aku akan sering mengganggumu," jawab Bulan.

Aku terkekeh, ternyata hantu juga bisa bercanda, gumamku.

"Bulan, apa aku boleh bertanya sesuatu?"

"Tentu," jawab Bulan tanpa mengalihkan pandangannya dari gelapnya langit malam ini.

Aku mencoba berpikir, aku harus memulai dari mana untuk bertanya. Begitu banyak pertanyaan dalam benakku saat ini.

"Siapa orang yang mengejarmu dalam mimpiku tempo hari?"

Bulan memainkan kedua kakinya yang terlihat tak menapak ke tanah. Matanya masih tertuju pada langit malam di atasnya.

"Dia adalah orang suruhan kepala desa di desa ini."

Aku mulai memberanikan diri mendekati Bulan yang saat itu mulai bercahaya. Raut wajahnya kembali hidup saat aku mulai bertanya tentang kehidupannya di masa lalu.

"Apa yang terjadi, mengapa orang-orang itu mengejarmu?"

Bulan terdiam sejenak, seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Dulu, aku pernah bertemu dengan seorang pemuda bernama Razan. Dia adalah pemuda yang tinggal di kota."

"Razan dan aku bertemu di kebun karet milik ayahnya yang seorang kepala desa. Saat itu, aku tak sengaja berpapasan dengannya yang sedang melihat-lihat pekerja di perkebunan." Bulan tampak tersenyum, ingatannya mulai membuat dia merasa hidup kembali. Bulan terlihat sangat bersemangat saat menyebut nama Razan.

"Hari itu, aku sedang mengantarkan makan siang untuk Ibu yang bekerja di perkebunan. Razan rupanya sering memperhatikanku dari jauh. Razan bilang, dia menyukaiku pada pandangan pertama."

Bulan lanjut bercerita, sedangkan aku duduk di sebelahnya sambil menatapnya seakan tak percaya, bahwa aku bisa bertemu dan berbicara dengan Bulan.

"Setelah beberapa hari mengenalnya, kami menjadi sangat akrab. Aku sering diantar menggunakan motor saat hendak mengantar makanan untuk Ibu di kebun. Saat itu, tak ada yang aneh. Bahkan, kami berdua sering berjanji untuk bertemu di suatu tempat."

Tiba-tiba, raut wajah Bulan kembali redup, mungkin dia akan bercerita bagian yang sulit, pikirku.

"Sampai pada suatu hari, aku dikejutkan dengan kedatangan rombongan kepala desa ke rumahku. Aku pikir, mereka datang atas keinginan Razan untuk membawaku ke hubungan yang lebih serius. Tapi, ternyata tujuan mereka datang ke sini rupanya untuk memintaku menjadi istri ketiga dari kepala desa yang membuatku sangat terkejut. Hal yang sama juga di rasakan kedua orangtuaku. Semua itu tidak sesuai dengan perkiraan kami."

"Lalu, apa yang kau lakukan?" tanyaku memotong cerita Bulan.

"Tentu aku menolaknya. Aku bilang, aku belum ingin menikah," jawab Bulan santai.

"Saat mendengar penolakanku, kepala desa itu pergi dengan wajah yang marah."

Kini wajah Bulan kembali muram, dia tak lagi tersenyum seperti saat menceritakan pemuda yang bernama Razan.

"Kau tahu, keesokan harinya, muncullah berita yang diyakini warga desa. Bahwa aku telah menolak pinangan anak kepala desa, yaitu Razan. Hihihi ...," Bulan terkekeh.

"Saat itu, satu desa bergunjing. Mereka bilang aku terlalu sombong telah menolak pinangan dari anak kepala desa. Sejak saat itu, aku dan keluargaku mulai dikucilkan oleh warga. Setelah itu, aku tak ingat lagi apa yang terjadi padaku." Bulan kemudian terdiam, dia seperti sangat sedih saat mengingat kejadian di masa lalunya.

"Lalu, apa yang terjadi pada Razan? Apa kau sempat bertemu lagi dengannya?" Hatiku bergejolak saat menyebut nama pemuda itu. Entah kenapa aku merasakan amarah yang besar saat menyebut namanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ardesnol Rahman
seperti kota dibawa kemasa lalu
goodnovel comment avatar
Syarif
Razan,itu nama anak ku. gadis kecil ku yg imut.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Misteri Desa Purnama   Bab 69. Kisah Jaka : Pulang

    Aku berjalan setengah berlari menelusuri jalan setapak yang melewati kebun teh siang itu. Dari kejauhan tidak terlihat asap yang biasa mengepul dari rumah tua itu. Ya, rumah Mbok Sum itu setiap saat selalu mengeluarkan asap tipis dari tungku. Mbok Sum bilang, dia ingin rumah itu selalu hangat walau dia tinggal sendiri. Aku semakin bergegas meninggalkan Aiden jauh di belakangku. "Mbok! Mbok Sum!" teriakku, setelah sampai di depan rumah Jaka. Kulihat pintu rumah itu sedikit terbuka. Aku dan Aiden pun memaksa masuk. "Mbok Sum ... apa Mbok ada di dalam?" Tak ada jawaban. "Mbok! " Aku pun segera berlari saat melihat Mbok Sum yang tengah berbaring di kamar dengan gorden setengah terbuka. Nafasnya terdengar lemah, badannya dingin. Sepertinya sudah beberapa hari Mbok Sum terbaring. "Mbok ..., ini Janis. Janis sudah datang, Mbok!" ucapku sembari menitikan air mata. "Maafkan Janis, ya, Mbok." Aiden yang berada di sampingku pun berbisik, "Siapa dia, Janis?" Aku menyek

  • Misteri Desa Purnama   Bab 68. Kisah Jaka : Pertemuan Tak Terduga

    Kring!! Suara telpon yang berdering memecah kesunyian sore ini di rumahku. "Mbok, ada telpon!" teriakku tak sadar. "Astaga! Apa yang aku lakukan?" Aku pun bergegas bangkit dari tempat tidur dan meraih gagang telpon. "Halo," sapaku saat memulai obrolan. "Janis, apa kau baik-baik saja? Kudengar kau sakit. Apa sudah membaik?" Suara Aiden yang khas itu terdengar gelisah. "Ya. Aku baik," jawabku singkat. "Syukurlah. Aku sangat khawatir." "Besok pagi aku akan datang ke rumahmu, tunggulah aku!" "Tut ... tut ... tut ...!!" "Hei!" Aiden sepertinya buru-buru menutup telpon. Mungkin dia takut aku akan menolah kedatangannya lagi. Tapi, dari mana Aiden tahu kalau aku sakit? Apakah Kak Bagas atau Ibu yang memberitahu? *** "Kau bermimpi tubuhku dipenuhi belatung?" Aku mengangguk, mengiyakan ucapan Kak Bagas. Ya, mimpi itu sudah berkali-kali aku alami. Setiap malam menjelang subuh, perasaan takut itu terus muncul. "Kau tahu dari mana asal belatung itu?" tanya Kak

  • Misteri Desa Purnama   Bab 67. Kisah Jaka : Energi Jahat Itu Terus Kembali

    Suara isak tangis dari Ibu pun terdengar. Aroma minyak angin terasa menyengat. Cahaya lampu yang menyinari wajahku pun terlihat semakin terang. Aku telah sadar sepenuhnya. "Ibu?" Kata pertama yang keluar dari mulutku.Rasa takut itu kini kembali. Apakah aku mungkin akan menyakiti Ibu dan Ayah saat aku kembali tak sadar?"Ibu, Ayah, Aku takut." Tangisku pun pecah.Selama ini aku berpikir aku adalah gadis yang kuat. Tapi, aku salah. Aku sangat lemah. Aku takut, aku takut pada diriku sendiri."Ibu dan Ayah ada di sini bersama Janis. Janis tidak perlu takut," ucap Ibu sembari terus memeluk dan menciumku.Setelah kejadian itu, aku tak masuk sekolah selama satu minggu. Aku hanya beristirahat di rumah ditemani Ibu dan kakak laki-laki keduaku bernama Bagas.Dan benar saja aku sendirian kali ini, Jaka menghilang seperti yang lain. Apa ucapanku tempo hari sangat keterlaluan? Apa Jaka benar-benar tidak akan menemuiku lagi?"Ah ... kenapa aku terus mengingatnya. Padahal dia sama saja dengan hantu

  • Misteri Desa Purnama   Bab 66. Kisah Jaka : Akar Masalah

    "Kau sungguh bodoh? Atau pura-pura bodoh?" Aku terus berteriak pada Jaka yang terlihat menyesali perbuatannya. Sesekali dia mencoba bicara tapi aku tak membiarkannya. Amarahku terasa mencuat saat melihat wajahnya. "Lihat, gadis itu terus mengikutiku!" bentakku pada Jaka."Maafkan aku, Janis. Saat itu, aku tak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan temanmu," jawab Jaka."Kau tahu? Akibat dari perbuatan pahlawanmu itu, aku tak bisa lagi hidup sesuai keinginanku. Gadis itu akan terus mengikutiku," bentakku lagi.Jaka terdiam sesaat, lalu bersujud dan kembali berucap lirih."Apa yang harus aku lakukan untuk menebus dosaku padamu?" Matanya mulai berkaca-kaca."Jangan pernah lagi muncul dihadapanku. Aku sudah tak membutuhkanmu!" Jaka terdiam, kini air mata itu benar-benar menetes. "Janis. Apa kau bersungguh-sungguh?" Ucapannya sedikit membuatku merasa iba. Tapi, apa yang Jaka lakukan sudah sangat keterlaluan bagiku."Ha ... ha ... hantuuuuu!!" teriak Mbok Karsih dari dapur.Aku sege

  • Misteri Desa Purnama   Bab 65. Kisah Jaka : Jaka yang Ceroboh

    Matahari pagi mulai menunjukkan eksistensinya. Sorot cahaya dari lampu tidurku mulai meredup.Aku bangun dari tidurku yang nyenyak, disuguhi dengan Jason yang sudah menungguku di balik tirai kamar.Ketenangan itu berubah menjadi suara bising yang Jason timbulkan saat melihatku mulai membuka mata."Kakak. Ayo main ... " ajaknya seperti biasa.Aku meregangkan otot-ototku yang telah dipaksa untuk beraktivitas kembali. Mengumpulkan nyawa sembari menguap, begitu pula dengan Jason yang mulai terbawa suasana."Aku harus ke sekolah hari ini. pulang sekolah, Kakak berjanji akan bermain denganmu." Jason hanya mengangguk pasrah. Mengalah untuk kesekian kalinya."Oh ya, di mana, Jaka?" tanyaku pada Lastri saat hendak sarapan.Seperti biasa, sekolah adalah tempat yang paling menyebalkan bagiku saat ini. Bukan hanya gangguan dari Maria dan Intan, tetapi gangguan dari mereka yang merasakan aku memiliki kemampuan melihat mereka pun terus mengikutiku dari gerbang menuju gedung sekolah. Kebanyakan da

  • Misteri Desa Purnama   Bab 64. Kisah Jaka : Dunia Luar

    Beberapa hari setelahnya. Seperti biasa aku pamit pada Jason yang selalu menungguku setiap pulang sekolah untuk bermain. Di sana juga ada Lastri yang sudah bergelantungan di pohon manggis depan rumah. Ya, pohon besar itu sudah menjadi rumah untuk Lastri berpuluh-puluh tahun yang lalu. "Mba, Janis. Ini makan siangnya ketinggalan!" panggil Mbok Karsih. "Oh, iya. Terima kasih, ya, Mbok." Aku segera mengambil bekal itu dan berlari menuju mobil yang dikendarai ibuku. Beberapa hari ini aku mulai membawa bekal makan siang ke sekolah. Kejadian tempo hari membuatku jadi lebih waspada akan kehadiran mereka. Sesampainya di sekolah, aku keluar dari mobil setelah berpamitan dengan ibuku yang juga akan berangkat mengajar. "Hati-hati, ya. Kalau ada apa-apa, segera telepon Ibu," perintahnya. Aku hanya mengangguk. Itu adalah kata-kata yang selalu terucap dari mulut ibuku selama tujuh belas tahun. Ibu selalu terlihat khawatir sejak mengetahui bahwa aku memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status