Share

Bab 7

Penulis: Ichageul
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-24 15:01:03

"Aku tidak punya keluarga. Hanya Kang Angga satu-satunya keluargaku."

"Dia mengaku sebagai pamanmu."

Kening Fauzia mengerut. Masih belum ada gambaran siapa yang sudah mengaku sebagai Pamannya. Setahunya sang ayah tidak memiliki saudara, begitu pula dengan Ibunya. Suara petugas membuyarkan lamunannya, mengajak wanita itu segera menuju ruangan yang diperuntukkan bagi tahanan untuk bertemu dengan penjenguknya.

Ketika pintu ruangan terbuka, nampak dua pria tengah duduk menunggunya. Ini pertama kalinya Fauzia bertemu dengan kedua pria itu. Pelan-pelan Fauzia mendekati meja lalu menarik kursi di depannya. Matanya masih belum lepas dari dua orang di hadapannya.

"Kalian siapa?" tanya Fauzia setelah cukup lama mereka terdiam.

"Aku Pamanmu, namaku Daffa."

Salah satu pria menjawab pertanyaan Fauzia. Dipandanginya wajah pria yang mengaku sebagai Pamannya. Usianya belum terlalu tua. Mungkin hanya berbeda lima sampai enam tahun saja dengannya.

"Aku tidak punya keluarga lagi setelah kedua orang tuaku meninggal. Aku juga tidak mengenalmu. Kenapa kamu mengaku sebagai Pamanku?"

"Yang terpenting bukan itu sekarang, tapi masalahmu," balas Daffa.

"Kenalkan ini Pak Krishna, dia adalah pengacara yang kusiapkan untuk membelamu."

Kini pandangan Fauzia tertuju pada pria di sebelah Daffa. Pria bernama Krishna itu terlihat lebih tua. Sebagian rambutnya sudah mulai ditumbuhi uban dan ada kacamata menghiasi wajahnya. Wajahnya terlihat ramah dan tenang, berbeda dengan Daffa yang nampak dingin.

"Nama saya Krishna, mulai saat ini saya yang akan menjadi pengacara mu. Bisakah kamu menceritakan semuanya? Kenapa anda sampai dituduh membunuh suami anda sendiri? Dan tolong ceritakan dengan jujur agar saya bisa menolong anda."

"Apa benar kamu sudah berselingkuh dan membunuh suamimu sendiri?"

"Ngga! Itu ngga benar! Aku tidak berselingkuh dan aku tidak membunuh suamiku!"

"Polisi tidak akan asal menahan orang tanpa bukti dan saksi. Apa ada hal yang bisa membuktikan kalau kamu tidak melakukan itu semua?"

Fauzia langsung terdiam mendengar pertanyaan Daffa. Setiap mengingat kepergian Angga dengan cara yang tragis, Fauzia tidak pernah bisa menahan airmatanya. Dia juga tidak bisa membuktikan kalau dirinya tidak bersalah. Semua bukti dan saksi menunjuknya sebagai pelaku pembunuhan.

Daffa hanya berdecak saja melihat Fauzia yang malah menangis. Krishna mengeluarkan tisu dari dalam tas kerjanya lalu memberikannya pada wanita di hadapannya. Pria itu juga mengeluarkan alat perekam digital lalu menaruhnya di meja.

"Tenangkan diri anda. Sekarang ceritakan apa yang sudah terjadi. Ceritakan semuanya tanpa ada yang tertinggal, supaya saya tahu apa yang harus saya lakukan untuk membela anda."

Fauzia menghapus airmatanya dengan tisu lalu menarik nafas dalam-dalam. Dengan suara terbata, dia mulai menceritakan apa yang terjadi pada dirinya dan suaminya. Semua peristiwa aneh dimulai ketika ada pegawai baru di koperasi yang bernama Andika. Pria itu dengan terang-terangan mengakui perasaan sukanya padanya dan sering membuat trik seolah-olah ada hubungan antara dirinya dan Andika.

"Malam sebelum suamiku meninggal, aku masih berbincang dengannya. Dia bahkan memberikanku kalung. Kami membicarakan soal masa depan. Karena aku dan suami belum dikaruniai anak, kami bermaksud melakukan promil."

Dengan sabar Krisha dan Daffa mendengarkan cerita Fauzia. Alat perekam juga masih menyala. Menyimpan percakapan mereka.

"Saat kami akan tidur, tetangga kamu datang. Namanya Bu Kokom. Dia datang membawakan bandrex untuk kami. Tidak lama setelah kami menghabiskan bandrex, tiba-tiba saja aku merasa mengantuk. Aku tidur lebih dulu sementara Kang Angga memeriksa pintu dan menguncinya. Aku tidak ingat apa-apa lagi. Tidurku begitu nyenyak. Hingga pagi harinya aku terbangun ketika mendengar suara Bu Kokom memanggilku. Saat aku bangun, di tangan dan pakaian yang kukenakan terdapat noda darah yang sudah mengering. Aku benar-benar tidak tahu saat itu kalau itu adalah darah Kang Angga."

Kembali Fauzia terisak. Krishna dan Daffa saling berpandangan. Setelah keadaannya sedikit tenang, Fauzia melanjutkan ceritanya. Saat malam menjelang, Angga masih belum kembali ke rumah, Fauzia pun berinisiatif mencarinya. Saat itulah ditemukan jasad Angga terkubur di kebun pisang milik tetangganya.

Polisi datang dan mulai menggeledah rumah. Sebuah pisau terkubur di halaman belakang. Di pisau tersebut terdapat noda darah dan juga sidik jari Fauzia.

"Aku berani sumpah, bukan aku yang membunuh Kang Angga. Aku sangat mencintainya, tidak mungkin aku membunuhnya. Dia adalah keluargaku satu-satunya."

"Pakaian anda yang berlumuran darah, anda kemanakan?"

"Karena panik, aku menyembunyikan di laci lemari pakaianku. Ketika para tetangga berkumpul, entah bagaimana Bu Kokom menemukan pakaian itu."

"Bagaimana cara dia menemukan pakaian itu?" tanya Daffa.

"Aku tidak tahu karena aku tidak terlalu memperhatikan. Sejak datang sikapnya memang mencurigakan. Aku merasa dia seolah tahu apa yang kusembunyikan."

"Lalu Andika, apa anda tahu dia di mana?"

"Tidak. Sebelum suamiku ditemukan tidak bernyawa, dia sudah pergi dari sana. Pria itu juga sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya. Aku yakin sekali kalau Andika yang sudah membunuh suamiku. Tapi aku tidak punya buktinya."

"Apa anda punya teman atau siapa saya yang bisa mendukung pernyataan anda?"

"Teh Murni. Dia rekanku di kantor. Dia tahu permasalahan ku dengan Andika."

"Ada informasi lain yang bisa anda katakan soal Andika. Mungkin aja dia mengatakan pada anda di mana dia tinggal, di mana rumah orang tuanya."

"Tidak. Aku selalu menjauh saat dia ingin mengakrabkan diri dehganku. Aku tidak tahu apa-apa tentangnya."

"Baiklah. Untuk sekarang cukup sampai di sini. Saya akan menggali lagi lebih dalam tentang kasus ini dan mencari celah agar bisa membuat anda dibebaskan."

"Terima kasih."

Krishna mematikan alat perekam lalu memasukkan kembali ke dalam tasnya. Fauzia melihat pada Daffa. Pria itu tidak mengatakan apa-apa lagi. Sebenarnya ada yang ingin ditanyakan pada pria itu. Tapi melihat wajah dingin Daffa, membuat Fauzia ragu.

"Saya akan menemui anda lagi nanti."

Kedua pria itu segera bangun dari duduknya. Saat hampir mendekati pintu, terdengar suara Fauzia. Dengan mengumpulkan keberaniannya, dia bertanya pada Daffa.

"Apa benar anda Paman saya?"

Sadar pertanyaan Fauzia ditujukan padanya, Daffa membalikkan badannya. Matanya menatap lurus pada Fauzia namun bibirnya masih terkatup rapat.

"Anda Pamanku dari pihak mana? Papaku atau Mamaku? Maaf aku sama sekali tidak tahu kalau masih memiliki paman. Kedua orang tuaku tidak mencerikana apa pun padaku."

"Tunggu sampai kasusmu menemui titik terang, aku akan menceritakan semuanya padamu. Jaga dirimu baik-baik, dan jangan berbuat bodoh!"

"Maksudmu bunuh diri? Sebelum aku mengetahui siapa orang yang sudah membunuh suamiku, aku tidak akan berbuat bodoh."

"Baguslah."

Daffa membalikkan tubuhnya lalu keluar dari ruangan bersama dengan Krishna. Seorang petugas masuk lalu membawa Fauzia kembali ke selnya.

Selesai bertemu dengan Fauzia, Krishna tidak langsung meninggalkan kantor polisi. Lebih dulu dia berbicara dengan petugas yang menangani kasus Fauzia. Pria itu langsung memperkenalkan dirinya sebagai pengacara Fauzia.

Sementara Daffa keluar dari kantor polisi. Dia bergabung dengan Reza dan Gunawan yang juga ikut dengannya. Keduanya sengaja tidak ikut masuk karena hanya dua orang saja yang diperbolehkan menemui Fauzia.

"Bagaimana? Apa kamu bisa membebaskan Fauzia?" tanya Reza tak sabar.

"Agak sulit. Semua bukti dan keterangan saksi mengarah padanya."

"Apa kalian merekam keterangan Fauzia?" tanya Gunawan.

"Sudah. Rekamannya ada pada Pak Krishna. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menemukan Andika. Dia saksi utama kasus ini. Fauzia mencurigai kalau pria itu yang sudah membunuh Angga. Oh ya, Bapak bisa memulai dengan bertemu dengan Bu Kokom. Wanita itu terlihat mencurigakan."

Percakapan ketiganya terhenti ketika Krishna keluar dari kantor polisi. Pria bersahaja itu segera mendekati Daffa dan yang lain.

"Bagaimana? Apa Fauzia bisa dilepaskan dengan jaminan?" tanya Reza.

"Tidak bisa. Saat ini Fauzia masih menjadi tersangka utama. Dari semua bukti yang ditemukan di TKP, ada satu yang memberatkannya, yakni pisau yang terdapat sidik jarinya. Pisau itu diyakini sebagai senjata pembunuhan Angga karena terdapat darah Angga di sana."

"Tapi semua yang ditemukan dirasa begitu kebetulan. Kalau benar Fauzia yang membunuh Angga, untuk apa dia menyimpan pakaian penuh darah di dalam kamar. Begitu senjata pembunuhan. Lebih baik dibuang ke tempat yang jauh."

Daffa mengemukakan analisanya. Krishna menyetujui apa yang disampaikan pria itu. Banyak keganjilan yang dirasakan dari kasus ini. Polisi yang menangani kasus ini juga mengatakan hal sama. Tapi mereka sedang diburu waktu untuk menyelidiki kasus ini. Orang tua Angga meminta mereka secepatnya menjebloskan pembunuh anaknya ke penjara.

"Lebih baik kita mulai bekerja sekarang. Pak Gunawan, bisakah Bapak mengerahkan anak buah Bapak untuk mencari keberadaan Andika?"

"Bisa. Apa ada foto laki-laki itu?"

Krishna mengeluarkan ponselnya lalu memperlihatkan foto Andika yang didapatnya dari petugas polisi. Pria itu lalu mengirimkan foto tersebut pada ponsel Gunawan. Krishna juga menyerahkan hasil rekaman suara Fauzia.

"Saya akan menemui Ibu Kokom. Perempuan itu terlihat mencurigakan," ujar Krishna.

Gunawan bergegas menuju mobilnya sambil menghubungi dua anak buahnya. Krishna langsung berpamitan pada Daffa. Dia akan menuju desa Banjarsari untuk bertemu dengan Kokom dan Murni.

"Kamu mau kemana?" Daffa melihat pada Reza.

"Aku mau ke rumah sakit. Papa masih belum tersadar dari komanya. Aku mau menungguinya."

"Baiklah. Kamu tidak usah ke kantor dulu. Urus saja dulu Om Faisal."

Dengan menggunakan kendaraan masing-masing, Daffa dan Gunawan segera meninggalkan pelataran parkir kantor polisi. Kedua mobil itu mengambil arah yang berbeda setelah melewati lampu merah.

***

Fauzia duduk melamun di dalam selnya. Kedatangan Daffa seolah memberikan angin segar untuknya. Semoga saja Krishna bisa menemukan Andika dan membebaskannya dari sini. Selain itu, Fauzia masih penasaran dengan sosok Daffa. Tiba-tiba saja pria itu muncul dan mengaku sebagai Pamannya.

Lamunan Fauzia terhenti ketika rambutnya ditarik oleh seseorang. Dua orang penghuni sel lainnya mendekatinya. Salah satunya menarik rambutnya sampai kepalanya terdongak.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Heh pembunuh! Aku tidak suka melihat wajah jelekmu itu!"

"Aku juga tidak suka melihat wajahmu!" balas Fauzia.

Apa yang dikatakan Fauzia sontak membuat wanita itu berang. Namun Fauzia tidak menunjukkan ketakutan sama sekali. Dia sudah muak terus menerus mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari rekan satu selnya. Fauzia menarik tangan wanita bertubuh bongsor itu ke dekat mulutnya lalu menggigitnya.

"Aaaaa!"

Jambakan wanita itu di rambut Fauzia langsung terlepas. Temannya yang satu langsung membantu dengan memberikan tamparan di pipi Fauzia. Tak terima mendapat tamparan, Fauzia berdiri lalu menyerang wanita itu. Pergumulan tiga wanita langsung terjadi. Petugas segera datang untuk memisahkan mereka.

"Jangan membuat keributan! Kamu! ikut saya!''

Fauzia berdiri lalu mengikuti petugas itu. Fauzia dipindahkan ke sel sebelah yang kosong. Wanita itu masuk lalu duduk di pojokan sambil memeluk lututnya.

***

Krishna sudah tiba di Desa Banjarsari. Orang yang pertama ditemuinya adalah Murni. Dia ingin mencocokkan cerita Fauzia dengan wanita itu. Apa yang dikatakan Fauzia dibenarkan oleh Murni. Wanita itu juga mencurigai Andika ada di balik kematian Angga.

"Rumah Ibu Kokom di mana?"

"Tidak jauh dari rumah Uzi. Mari saya antar."

Murni mengantar Krishna menuju rumah Kokom. Rumah milik janda anak dia itu terlihat sepi. Krishna mempersoalkan Murni untuk pulang, dia sendiri yang akan menemui Kokom. Tak lama setelah Murni pergi, Kokom keluar membukakan pintu.

"Selamat siang. Dengan Ibu Kokom?"

"Iya benar."

"Perkenalkan saya Krishna," pria itu mengeluarkan kartu namanya lalu memberikannya pada Kokom.

"Saya adalah pengacara dari Ibu Fauzia."

"Pengacara? Uzi punya uang darimana menyewa pengacara?" gumam Kokom pelan namun masih bisa tertangkap oleh telinga Krishna.

Kokom menilai penampilan Krishna. Pakaian yang dikenakan pria itu terlihat mahal. Belum lagi jam tangan merk ternama yang melingkar di pergelangan tangannya. Pasti Krishna bukanlah pengacara sembarangan.

"Apa Ibu punya waktu untuk berbicara? Ada hal yang ingin saya tanyakan pada Ibu."

Walau enggan, akhirnya Kokom mempersilakan Krishna untuk masuk. Pria itu langsung bertanya tentang hubungan rumah tangga Angga dan Fauzia dan juga hubungan Andika dengan Fauzia. Keterangan yang diberikan Kokom berbeda dengan yang diberikan oleh Murni.

"Uzi itu perempuan tidak tahu diri. Angga itu suami yang baik, malah diselingkuhi. Bukan cuma itu saja, dia sudah membunuh suaminya sendiri."

"Bagaimana Ibu bisa yakin kalau Ibu Fauzia yang membunuh Bapak Angga? Polisi saja masih menyelidiki kasusnya sampai sekarang."

"Semua bukti sudah jelas mengarah padanya. Pisau yang dipakai membunuh Angga ditemukan di belakang rumahnya. Belum lagi pakaian Uzi yang penuh darah ditemukan di kamarnya Uzi."

"Saya dengar Ibu yang menemukan pakaian itu."

"Iya," jawab Kokom bangga.

"Bagaimana Ibu bisa tahu Ibu Fauzia menyembunyikan pakaian yang berlumuran darah di kamarnya?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 37

    Sebuah koper berisi pakaian dan barang pribadi Daffa sudah siap di dekat lemari. Fauzia sudah selesai mengepak pakaian untuk sang suami. Daffa keluar dari walk in closet. Pria itu sudah berpakaian dan siap untuk pergi. "Berapa lama Mas di Sydney?" "Seminggu, tapi bisa juga lebih." Nada suara Daffa terdengar dingin. Fauzia seperti terlempar ke masa awal perkenalannya dengan Daffa. Tidak ada kehangatan lagi dalam nada bicaranya. Hati Fauzia mencelos melihat sikap suaminya yang jauh dari biasanya. Lamunan Fauzia buyar ketika Daffa menarik koper lalu keluar dari kamar. Wanita itu segera mengikuti suaminya. Supir yang hendak mengantarkan Daffa ke bandara, mengambil koper lalu memasukkan ke dalam bagasi. "Mas, apa aku boleh main ke rumah Om Faisal?" "Boleh. Kamu boleh kemana saja sesukamu. Aku tidak melarang mu." "Apa Mas marah padaku?" "Tidak. Aku mengerti kalau pernikahan kita terlalu cepat. Sepertinya kamu masih butuh waktu untuk menjalani pernikahan kita. Aku mau kepergi

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 36

    Ditemani Daffa, Fauzia mendatangi lapas di mana Anita ditahan. Wanita itu datang dengan membawa kebenaran menyakitkan untuk Anita. Selain mereka, Salim juga ikut datang bersama Reza. Keyla berinisiatif menemani kekasihnya, dan tidak ada penolakan dari Reza. Daffa meminta pada kepala lapas untuk menyediakan ruangan khusus bagi mereka untuk menemui Anita. Selain Anita, Imron juga ikut dipanggil. Mereka mem.av berada di lapas yang sama, hanya berbeda blok saja. Setelah menunggu selama sepuluh menit, akhirnya orang yang ditunggu tiba juga. Anita dan Imron masuk ke dalam ruangan dalam waktu yang hampir bersamaan. Ketua lapas mempersilakan keduanya untuk duduk lalu meninggalkan ruangan tersebut. "Mau apa kalian ke sini? Apa kalian mau menghinaku?" tanya Anita dengan sorot mata tajam. "Aku hanya ingin memberitahukan sebuah kebenaran padamu," ujar Fauzia. "Kebenaran apa?" "Ini lihatlah sendiri." Fauzia menyerahkan sebuah amplop bertuliskan nama laboratorium ternama. Tanpa merasa curiga

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 35

    "Apa kamu menemui Salim dan mengakui identitasmu yang sebenarnya?" Pertanyaan Faisal tidak bisa langsung dijawab oleh Reza. Pria itu nampak berpikir sejenak. Kenyataan soal identitas yang baru diketahuinya, tak ayal membuat pria itu sedikit shock. Selama ini Reza menang tidak mencari tahu keberadaan orang tua kandungnya. Menurut Melly, sejak lahir dia sudah berada di panti. Itu artinya kedua orang tuanya memang tak menginginkan dirinya. Namun kebenaran ternyata tak sesuai pikirannya. Dia harus dipaksa percaya kalau dirinya adalah anak tunggal Salim dengan Mitha. Itu artinya dia masih sepupu dari Angga, mendiang suami Fauzia, adik angkatnya. "Aku ngga tahu, Pa. Aku masih perlu waktu untuk memikirkan semuanya." "Papa tahu jni semua pasti mengejutkan untukmu. Pikiran baik-baik. Apapun keputusanmu, Papa akan mendukungnya." "Setelah Papa tahu semua kenyataan ini, apa Papa masih menganggap ku anak? Apa Papa akan tetap menyayangiku?" Faisal memandangi Reza tanpa berkedip. Dia bing

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 34

    "Siapa orang tuaku, Bu?" "Nama Ibumu adalah Mita dan ayahmu adalah Salim.""Mita," gumam Fauzia pelan.Nama Mita sama dengan nama Ibu dari Angga. Begitu pula dengan nama ayah yang disebutkan Melly. Mendengar nama yang disebut terdengar familiar, Fauzia pun penasaran."Apa nama lengkapnya Salim Wiguna?" tanya Fauzia sambil menatap dalam pada Melly."Iya, dari mana kamu tahu?"Jawaban Melly membuat Fauzia tersentak. Bukan hanya wanita itu, tapi Daffa, Faisal bahkan Reza sendiri ikut terkejut. "Ibu Mita dan Pak Salim adalah orang tua dari Kang Angga. Mereka hanya punya satu anak, bagaimana mungkin kalau Bang Reza anak mereka.""Kamu mengenal Angga?" kali ini giliran Melly yang terkejut."Angga ada mendiang suami Uzi," jawab Reza."Apa? Kenapa bisa ada kebetulan seperti ini," gumam Melly tak percaya."Ibu.. saya minta tolong ceritakan dengan jelas. Apa benar Reza adalah anak Pak Salim? Lalu bagaimana dengan Angga?" Daffa yang sedari tadi diam, tak bisa menahan rasa penasarannya lagi.

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 33

    Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Sepasang pengantin baru masih terbaring di atas kasur berukuran king size. Tubuh polos keduanya hanya tertutup selimut saja. Sehabis shubuh tadi, keduanya kembali mengulang percintaan panas mereka. Daffa seolah tengah memuaskan rasa dahaganya, pria itu langsung tancap gas melampiaskan hasratnya yang sudah lama tertahan. Terhitung sudah tiga kali dia menggarap tubuh istrinya. Kelopak mata Fauzia bergerak-gerak, sesaat kemudian kedua matanya mulai terbuka. Wajah tampan Daffa langsung menyapa indra penglihatannya. Fauzia terus menelusuri wajah pria yang saat ini masih terlelap dalam tidurnya. Pipi Fauzia merona ketika mengingat malam panas mereka dan percintaan mereka tadi shubuh. Ternyata Daffa yang kerap bersikap dingin, begitu panas di ranjang. Saat ini memang masih belum ada perasaan cinta di hati Fauzia. Namun wanita itu berusaha menjalankan perannya sebagai seorang istri, termasuk memberikan pelayanan ranjang pada suaminya. Tapi rasa

  • Misteri Kematian Suamiku   Bab 32

    "Saya terima nikah dan kawinnya Fauzia Safarina binti Ahmad Faidhan dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan logam mulia seberat 500 gram dibayar tunai!" "Bagaimana saksi?" "SAH!!" Semua yang menyaksikan akad tersebut langsung mengucapkan hamdalah. Tanda syukur kalau akad nikah sudah berlangsung lancar tanpa hambatan berarti. Daffa melirik Fauzia yang duduk di sampingnya. Segurat senyum tercetak di wajah Daffa. Kebahagiaan begitu terasa ketika akhirnya dia membayar tunai wanita yang perlahan memasuki dan menempati ruang tersendiri di hatinya. Lamunan Daffa terhenti ketika Reza memberikan kotak beludru berisi cincin pernikahan mereka. Daffa mengambil sebuah cincin putih bertahtakan berlian lalu memasangkannya di jari manis Fauzia. Wanita itu pun melakukan hal sama, memasangkan cincin dengan bahan berbeda ke jari manis suaminya. Kemudian Fauzia mencium punggung tangan Daffa dengan takzim. Hati Daffa bergetar mendapatkan ciuman tanda bakti seorang istri pada suami. Sud

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status