“Zea sudah tidur?” tanya Oma Titi yang beru keluar dari kamarnya dan berpapasan dengan Edwin.Edwin belum mengatakan apa-apa pada keluarganya soal masalah yang terjadi antara dirinya dan Melody. Tapi nanti ia juga akan bicara karena tidak akan mungkin terus disembunyikan. Apalagi jika Edwin berlama-lama di sini pasti akan dicurigai.“Sudah, Oma. Kenapa Oma jam segini masih belum tidur?”“Air di kamar Oma habis, Oma mau minum.”“Kembali saja ke kamar, biar Edwin yang ambilkan Oma.” Edwin langsung pergi ke dapur.Setelah mengambilkan air, Edwin kembali ke kamarnya. Ia menatap Zea yang terlelap, sebenarnya merasa kasihan juga karena Zea sampai harus minum susu formula karena Edwin membawanya ke sini tapi besok ia akan menyuruh art di rumahnya untuk mendatangi Melody meminta asi untuk Zea.“Maafkan Papa ya.” Tangan Edwin dengan hati-hati mengelus lembut pipi Zea yang gembil.Berat tapi ia juga tidak mau terus memaksa Melody untuk bersamanya jika memang Melody tidak mau. Awalnya Edwin mema
“Eh, Non Melody. Kenapa berdiri di situ? Mari masuk.”Melody berjengit mendengar suara Bi Idah dari belakangnya.“Ya ampun, Bibi bikin kaget saja.”“Maaf, Non. Bibi tidak tahu Non Melody sedang melamun. Permisi, Non. Bibi duluan mau menyimpan belanjaan.” Bi Idah berlalu sambil membawa belanjaan.Sudah terlanjur datang, Melody tidak mungkin kembali apalagi ia sudah tidak bisa menahan sakitnya. Untuk saat ini harus membuang rasa malu. Dengan pasti melangkah menuju tempat ibu mertuanya berada.“As-Selamat pagi.” Melody langsung menyapa dengan senyum tipis. Hampir saja ia mengucapkan salam.“Melody.” Oma Titi menyambut, “sini duduk, Nak.”Sangat berbeda dengan Bu Sanjaya yang tampak masam. Enggan untuk menerima tamu apalagi Melody, mungkin kesal karena mendengar Melody tidak peduli pada Zea padahal Bu Sanjaya juga tidak beda jauh dengan Melody, ia juga pernah ada di posisi Melody, tidak memperdulikan anaknya sendiri.Dengan perasaan ragu, Melody mendekat dan duduk di samping Oma Titi.“Be
Semenjak hubungannya dan Edwin berakhir, Melody lebih pendiam jika di depan orang lain. Ia bahkan tidak bertingkah seperti dulu lagi, pergaulannya dibatasi. Melody hanya keluar untuk pergi ke kampus atau ke rumah ibunya, sesekali jalan-jalan untuk menyegarkan pikirannya. Bertemu Zea hanya seminggu sekali, itu pun Sus Mia yang membawanya ke rumah Melody.Jadi memang Melody tidak pernah lagi bertemu dengan Edwin bahkan mereka tinggal di kota yang sama.Dengan Andrew saja Melody sudah tidak berkomunikasi lagi. Melody hanya ingin fokus pada pendidikannya saja. Hidupnya sudah hancur, tidak mau ia buat hancur lebih parah lagi.“Kakak Meyi.”Melody langsung menoleh saat pipinya ditepuk-tepuk oleh tangan kecil yang gemuk dan menggemaskan itu.Saat ini Melody sedang berada di rumah sang ibu karena beberapa hari lalu baru saja selesai wisuda, ia ingin bersantai di sini.“Apa gendut?” sahut Melody masih fokus menatap layar televisi sambil memakan mie dengan level pedas paling tinggi, caranya men
Perkataan Edwin berhasil mengiris hati Melody. Tidak salah memang apa yang dikatakan mantan suami Melody itu, Melody yang dulu tidak mengharapkan Edwin tapi kini malah menyesal setelah lelaki itu tidak lagi dimilikinya.“Maaf,” ujar Melody dengan suara lirih, ia bahkan tidak berani menatap mata Edwin.“Semua sudah terjadi. Tidak usah mengungkit masa lalu.” Edwin berucap begitu tegas seolah tidak suka jika apa yang sudah berlalu diungkit kembali, lukanya masih belum benar-benar sembuh.“Tidak bisakah sikapmu seperti dulu, Ed?”“Kamu yang membuatku begini jadi jangan harap aku bisa seperti dulu.”Jika lelaki sudah patah hati beginilah jadinya. Tidak bisa berpura-pura bersikap biasa saja saat hatinya selalu berdenyut nyeri saat bertemu dengan Melody. Salah satu alasan Edwin enggan untuk bertemu Melody bahkan ke sini pun karena keinginan Zea.Kalau bukan Zea yang memaksanya pasti Edwin tidak akan mau. Ia juga ingin pergi jalan-jalan bersama Melody hanya untuk kebahagiaan Zea. Zea sama sep
Tanpa memedulikan mereka Melody beranjak ke kasir setelah mengambil sosis yang diambilkan Edwin tadi. Melody merasa muak melihat Amanda.“Aku tidak menyangka Edwin dijodohkan dengan perempuan ular begitu.” Melody geleng-geleng kepala. Ia tidak akan membiarkan Zea nanti bertemu dengan Amanda takutnya malah Zea disakiti.Melihat Amanda yang bermuka dua membuat Melody yang sempat mundur untuk mendapatkan kembali hati Edwin kini malah terpacu. Ia tidak mau Edwin memiliki pasangan seperti Amanda, bukan merasa dirinya paling baik setidaknya Melody sudah berubah.Mungkin jika pasangan Edwin adalah wanita baik maka Melody tidak akan berani mengusik hubungan Edwin.“Mel!”Melody tidak memedulikan panggilan Edwin dan memilih keluar dari tempat itu setelah membayar belanjaannya.“Mel!”Berhasil. Edwin meraih pergelangan tangan Melody membuat langkah perempuan itu terhenti.“Apa sih? Mau menyalahkanku juga karena kekasihmu itu terlalu lemah didorong sedikit sampai jatuh.”“Pulang duluan ya, aku a
“Kalau mau mesum ya nikah dulu!” Nino geleng-geleng kepala, ia berdiri tidak jauh dari tempat Melody dan Edwin.Edwin langsung bangkit dari atas tubuh Melody, pun dengan Melody yang ikut berdiri. Keduanya merasa sangat canggung dengan jantung yang sama-sama berdegup kencang.Untung saja Nino menutup mata kedua bocah yang tadi pamit bawa pelampung itu. Saking kesalnya Nino sampai melempar sandal yang dipakainya hingga mengenai kepala Edwin tadi.“Siapa juga yang mesum.” Edwin mengelak.“Kau pikir biji mataku ini tidak melihat apa? Kalau masih cinta tidak usah sok-sokan saling menjauh, menikah lagi sana daripada muncul adiknya Zea sebelum kalian menikah,” ujar Nino seenak jidat, ia bicara seenaknya tanpa memperdulikan kini wajah Melody merah padam karena malu.“Papa, tadi kakak dan Abang sedang apa, kenapa dimarahi?” tanya Izel polos.“Bocah tidak usah tahu. Ayo main lagi.” Nino sudah melepaskan tangannya yang tadi menutup mata Izel dan Zea.Melody yang sudah terlanjur malu kini beranja
“Sayang!” Amanda berteriak saat melihat Edwin masih berbaring di ranjang sambil memeluk Zea.Edwin terperanjat dan langsung duduk membuat Zea pun menangis karena kaget. Tadi Edwin memanggil Melody karena Zea merengek saat tidak mendapati sang ibu tidur di sampingnya. Zea sangat manja sekarang, tidur pun harus bersama ayah dan ibunya.“Kamu kenapa ada di sini?” tanya Edwin sambil menggendong Zea mencoba membuat anak itu kembali tertidur.“Ternyata begini ya kelakuan kamu. Bilangnya liburan bareng Zea tapi kenyataannya kamu malah selingkuh!”“Keluar! Jangan teriak-teriak di sini, kamu membuat Zea takut.” Edwin malah mengusir Amanda.Wanita itu terbelalak merasa tidak percaya, “Kamu mengusirku, Ed?”“Kamu di sini juga masalah tidak akan selesai, tidak lihat Zea menangis begini.” Edwin tidak peduli lagi dengan pemikiran Amanda, saat ini ia hanya sibuk menenangkan Zea yang malah menangis semakin kencang.“Pintu masih terbuka, silahkan keluar!” Melody buka suara.“Kenapa harus aku yang kelu
Seperti anak kecil yang tidak mau ada yang mendahului, Edwin berlari tanpa kata membuat Amanda dan Andrew melongo melihat apa yang dilakukan oleh Edwin.“Edwin, berhenti!” teriak Andrew yang ikut mengejar Edwin.Sedangkan Amanda menghentakkan kakinya kesal, “Aish! Mana bisa aku berlari mengejar mereka, aku tidak bisa. Yang ada nanti kakiku sakit,” gerutunya. Ia memutuskan kembali ke dalam kamarnya untuk menelepon Bu Sanjaya dan melaporkan apa yang terjadi.Sementara Edwin masih tetap berlari memasuki lift.Saat ini tujuan Edwin adalah kamar Melody, tidak ingin ia jika ada yang mendahului bertemu dengan Melody apalagi Andrew. Kedua lelaki ini memang terlihat sangat kekanakan.Saat sampai di lantai kamar Melody, dengan tergesa-gesa Edwin kembali berlari menuju kamar mantan istrinya itu namun berkali-kali menekan bel tidak ada yang menyahut dari dalam.“Dia kemana? Perasaan saat tadi aku keluar dia masih di kamar bersama Zea?” gumam Edwin sambil mencari kontak Melody untuk menghubungi wa