Share

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku
Penulis: Ricny

Part 1

Penulis: Ricny
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-05 15:04:18

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku

Part 1

"Ada uang sebanyak 500 ribu yang udah ketiga kalinya Mamah temuin di tas sekolah kamu dalam sebulan ini Lala, jujur, ini uang kamu dapat dari mana sebenarnya?" Aku menggebrak meja makan dan menatapnya tajam.

Anak sulungku yang masih berusia 15 tahun dan masih duduk di kelas 3 SMP itu hanya terdiam di depan piring makan siangnya.

"Kalau Mamah lagi nanya itu dijawab, punya mulut 'kan kamu?"

"Lala gak tahu itu uang dari mana, kalau Mamah butuh ambil aja," katanya kemudian.

Mataku melotot. "Mamah gak butuh uang ini, Mamah cuma pengen tahu, dari mana asal muasal uang yang selalu Mamah temuin di tas sekolah kamu ini, Lala?!" Aku makin geram. Pasalnya, setiap kali kutanya perihal uang yang akhir-akhir ini kutemukan di dalam tasnya itu, dia selalu menjawab dengan jawaban yang sama. Siapa yang gak naik darah?

"Ada uang di dalam tas sekolah kamu, kok bisa-bisanya kamu gak tahu? Jangan sampai Mamah berpikir yang nggak-nggak, ya!" lanjutku dengan suara yang semakin meninggi.

Dia yang tak terima refleks menjatuhkan sendoknya. "Emang Mamah berpikir yang nggak-nggak gimana sih, Mah? Lala 'kan udah jawab gak tahu, ya gak tahu, kok Mamah gak percaya?"

"Jelas aja Mamah gak percaya, jawaban kamu gak menyakinkan. Ada uang 500 ribu dan ini udah ketiga kalinya, masa iya kamu gak tahu. Punya pacar kamu, hah? Atau maling? Atau-"

"Atau apa? Mamah mau nuduh Lala apa lagi?" potongnya, lalu bangkit dan melengos pergi dengan raut kecewa.

Astaghfirullah anak itu. Dia yang salah dia juga yang merasa tertuduh. Stres banget rasanya aku, makin besar Lala makin susah aja diatur.

Tring!

Ponselku dering. Panggilan telepon dari Mas Darma, suamiku.

"Hallo, Pah. Kenapa?"

"Lala udah balik, Mah? Mau Papah jemput dia kalau belu, sekalian Papah balik dari toko."

"Udah, nih barusan Mamah marahin dia."

"Loh kenapa dimarahin, Mah?"

"Mamah nemu uang lagi di tasnya."

"Astaga Mah, tapi 'kan gak perlu Mamah marahin dia tiap hari. Coba bicara baik-baik dulu. Sabar ngadepin dia itu."

"Auk ah."

Tut!

Malas meladeninya aku langsung mematikan sambungan telepon. Kepalaku makin pusing rasanya kalau suamiku nyuruh aku sabar, sabar dan sabar ngadepin si Lala.

Udah tahu itu anak makin hari makin ngeyel, tapi suamiku selalu aja nyuruh aku sabar. Apa gak gila lama-lama aku di sini?

"Biarin aja, bodo amatlah mau mereka apa." Sambil menggerutu aku kembali membuka ponsel, menyekrol media sosial untuk menghilangkan kepenatan dengan sedikit mencari hiburan.

Tapi yang kutemukan justru berita-berita yang membuat kepala ini makin terasa pusing dan berat.

Barusan aku lihat berita seorang siswi SMP di Gorontalo yang jadi korban Grooming dan tindak asusila gurunya sendiri sejak 2022 lalu.

"Astaghfirullah, gak ada berita yang bikin seneng emak-emak apa? Kalau gak soal sembako naik, ini berita pasti soal tindakan asusila, pele*han, kekerasan, terus ...." Tiba-tiba mulut ini berhenti mengomel, baca berita siswi SMP barusan aku jadi teringat pada Lala.

"Astaghfirullah apa jangan-jangan Lala ...? Duit itu duit dari ...."

Tok tok tok.

Aku mengerjap, seseorang mengetuk pintu di depan.

"Siapa yang dateng? Si Papah apa?"

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," balasku, seraya gegas beranjak ke depan.

Seorang pria usia paruh baya, berambut klimis dan memakai kemeja batik panjang ternyata yang datang.

"Iya, cari siapa ya?"

"Benar ini rumah Lala?" Dia balik bertanya.

"Iya. Bapak ini siapa ya?"

"Oh saya wali kelasnya Lala, Bu." Dia mengulurkan tangan kanannya.

Teg teg teg!

Entah kenapa, perasaanku mendadak tak karuan. Wali kelasnya Lala, buat apa dia datang kesini?

"Mohon maaf kalau saya mengganggu waktunya. Saya cuma mau mengembalikan ini pada Lala, Bu." Pria itu menyodorkan ponsel berwarna pink dengan lambang apel tergigit.

"Hah? Maksudnya ini milik siapa, Pak?" Aku yang terkejut refleks bertanya. Terkejut karena aku tahu, Lala tidak punya ponsel seperti itu.

"Loh, bukannya ini milik Lala? Saya lihat tadi ponsel ini jatuh dari dalam tas Lala saat dia buru-buru pergi dari mejanya."

"Hah? Apa iya?" Pelan kuambil benda itu, lalu menelitinya dengan seksama.

"Coba saja Ibu buka, kalau itu benar punya Lala pasti ada foto Lala di dalamnya," usul guru tersebut.

Aku tak membuang waktu, cepat kutekan layar ponsel seharga puluhan juta tersebut.

"Astaghfirullah!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 95

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 95"Sudah Maura, yang penting sekarang kamu aman di rumah Uwa."Maura mengangguk dan tiba-tiba suara teriakan menggema dari luar rumah."Maura! Aku tahu kamu ada di dalam! Keluar, Maura!"Jantungku langsung berdegup kencang. Aku menoleh ke arah Maura yang duduk di kursi dengan wajah pucat pasi. Tangannya mencengkeram ujung bajunya dengan erat, tubuhnya gemetar hebat."Wa ... tolong, Wa. Tolong Maura. Maura takut!" isaknya dengan suara bergetar.Dari luar, suara pria itu semakin menjadi. "Aku melihat sendiri kamu lari ke sini! Jangan pikir bisa sembunyi dariku! Keluar! Dasar perempuan tidak tahu diri! Berani berselingkuh di belakangku, maka harus berani menerima akibatnya!"Maura menutup telinganya sambil menangis. "Wa, dia bakal masuk nggak? Jangan biarkan dia masuk, Wa! Maura takut!"Aku menggenggam tangannya yang dingin. "Tenang, Ra. Uwa nggak akan biarkan dia menyentuh kamu."Mas Halbi yang duduk di sebelahku langsung berdiri, wajahnya meneg

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 94

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 94Mas Halbi menghela napas lagi. "Iya, mereka nggak tahu yang sebenarnya. Itu sebabnya kamu nggak perlu ambil hati. Percuma. Kita nggak akan bisa mengubah cara mereka berpikir."Aku menggeleng. "Tapi sakit, Mas. Mereka ngomong tentang Lala seakan-akan dia itu barang bekas yang nggak pantas buat siapa-siapa."Mas Halbi menatapku penuh empati. "Lala bukan barang. Lala anak kita. Dan kita tahu siapa dia sebenarnya. Kita tahu bagaimana dia berjuang. Kita tahu dia bukan seperti yang mereka katakan."Aku terdiam, mencoba mencerna kata-kata suamiku."Yang penting kita ada buat dia. Jangan biarkan mereka membuat kita kehilangan kepercayaan pada anak kita sendiri," lanjut Mas Halbi.Aku menyandarkan kepala ke bahunya, berusaha mengambil kekuatan dari kehadirannya. "Aku cuma capek, Mas. Aku udah capek dengar orang ngomongin anak kita seolah-olah anak kita itu nggak ada harganya.""Aku tahu." Mas Halbi membalas dengan suara rendah. "Makanya kita gak usah

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 93

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 93Aku menarik napas dalam-dalam. Rasanya dada ini semakin sesak mendengar obrolan-obrolan yang terus diarahkan pada Lala. Kenapa sih orang-orang ini seperti tidak bisa berhenti membahas pernikahan? Seolah-olah hidup seseorang hanya akan dianggap sempurna kalau sudah menikah."Iya Ndri, lihat tuh si Maura, anak Bibi. Dia udah nikah di usia 17 tahun, sekarang anaknya usia 7 tahun, udah kayak bestie. Siapa yang bakal nyangka kalau dia ternyata udah punya anak," kata salah satu saudaraku lagi, seolah menambahkan beban di suasana yang sudah cukup berat.Aku melirik Maura yang sedang duduk di pojok ruangan. Dia tampak asyik dengan ponselnya, sesekali tertawa kecil sambil mengetik sesuatu. Sementara anaknya yang berusia 7 tahun tampak sibuk melahap sepiring nasi di dekatnya."Maura, coba kamu ceritakan sama saudaramu ini, Nak. Mbak Lala, biar dia cepat mau nikah," Bibiku menimpali lagi, seolah sengaja ingin mempermalukan Lala di depan banyak orang.M

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 92

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 92"Maaf loh, bukannya menghina. Tapi kan ini kenyataannya, Ndri."Aku mengangguk pelan, meskipun dalam hati aku merasa muak. "Iya, Bu. Nanti coba saya bicara sama Lala."Bu Atun tersenyum puas. "Iya. Mumpung Juragan Danu juga masih belum ada yang srek tuh. Kali aja kalau sama Lala, dia mau.""Iya, Bu," jawabku seadanya.Setelah membayar belanjaan, aku segera pulang dengan hati yang berat. Langkahku terasa lebih lambat dari biasanya, pikiranku dipenuhi dengan percakapan tadi di warung.Sesampainya di rumah, aku langsung menemui ibu yang sedang duduk di ruang tengah rumahnya, mengiris bawang untuk persiapan memasak."Kata mereka, apa lebih baik Lala dijodohin aja, Bu?" tanyaku, meletakkan belanjaan di meja.Ibu menghentikan kegiatannya dan menatapku dengan ekspresi tak percaya. "Dijodohin sama siapa?"Aku menghela napas. "Ya, sama siapa aja. Sama Juragan Danu misalnya."Ibu langsung melotot. "Husssh! Ngaco kamu, Ndri! Tua bangka begitu, masa mau

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 91

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 91Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia berbalik dan pergi dengan langkah tergesa-gesa. Warga yang menyaksikan kejadian itu langsung saling berpandangan."Astaghfirullah, kok masih aja ada orang kayak gitu?" gumam salah seorang ibu yang berdiri tak jauh dariku."Iya, ya. Bukannya introspeksi, malah makin menjadi," timpal yang lain.Aku menarik napas panjang dan menoleh ke arah ibu. Jujur, aku selalu kepikiran kalau soal anak. Aku yang punya masalah dengan Bu Een, kenapa jadi Lala yang kena sumpah serapah? Ya Allah semoga saja, Engkau jauhkan anak hamba dari segala mata jahat.Mas Halbi, yang sedari tadi memperhatikan, akhirnya ikut bersuara. "Sudah, Ndri. Lanjutkan saja pembagian sembakonya. Jangan sampai hal tadi mengganggu niat baik kita."Aku mengangguk dan kembali fokus ke apa yang sedang kulakukan. Aku tidak ingin kejadian barusan merusak suasana.Satu per satu, warga kembali maju untuk mengambil sembako."Indri, kamu benar-benar perempua

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 90

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 90Aku terperangah dan menggeleng-gelengkan kepala. "Astagfirullah Bu Een. Jangan menuduh orang lain tanpa bukti Bu, fitnah keji itu namanya. Memangnya kapan saya pernah bicara seperti itu?" "Halah bilang aja kamu mau nyangkal.""Saya bukannya menyangkal Bu Een," sanggahku tegas. "Bahkan kalau Bu Een bersedia, ayo kita bersumpah atas nama Tuhan, siapa yang sumpahnya palsu, maka dia siap mendapatkan konsekuensinya."Bu Een menelan ludah. Sementara orang-orang yang hadir di sana makin ramai berbisik-bisik. "Kalau Bu Een berani bersumpah atas tuduhan yang dilontarkan oleh Bu Een itu, maka semua orang boleh percaya pada Bu Een dan semua orang boleh mengobrak-abrik toko saya. Tapi seandainya Bu Een bohong, maka konsekuensinya adalah berupa penderitaan hidup dan nikmat yang siap dicabut oleh Tuhan. Bagaimana?" tantangku.Semua orang saling lirik. Mereka lalu setuju tampak dengan usulku. Sampai akhirnya aku pun melakukan sumpah di bawah Alquran. Ka

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 89

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 89Pagi itu, aku duduk di depan toko bersama Mas Halbi. Matahari masih rendah, tapi udara sudah terasa hangat. Toko kami masih sepi. Tak ada satu pun pelanggan yang datang sejak kemarin. Semalam aku sudah cerita pada ibu, soal ini, aku pikir ibu tahu kira-kira kenapa penyebab toko kami bisa sepi seperti ini, tapi ibu bilang namanya jualan pasti ada masa rame dan sepinya. Tapi entah kenapa aku tetap merasa ada yang tak beres dengan tokoku ini.“Mas, aku kepikiran sesuatu."Mas Halbi menoleh. “Apa?”“Gimana kalau hari ini kita bagi-bagi sembako gratis lagi seperti awal kita buka?”Kening Mas Halbi berkerut. "Ya, anggap aja ini sedekah. Selain itu, ini bisa jadi cara buat narik orang-orang supaya mereka kembali belanja di toko kita.”Mas Halbi terdiam sebentar, lalu tersenyum kecil. “Boleh juga idenya. Ya udah, ayo kita siapin sekarang.”Tanpa menunda lagi, kami mulai mengemas sembako. Aku dan Mas Halbi bekerja dengan penuh semangat, berharap u

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 88

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 88Ah aku tidak peduli. Yang penting aku ingin yang terbaik untuk anakku.***Pagi-pagi sekali, aku sudah bersiap untuk pergi ke rumah Asep. Mas Halbi menyarankan agar aku tak pergi sendirian, tapi aku yakin ini adalah urusanku sebagai ibu. Aku ingin menyampaikan keputusan Lala dengan baik-baik. Bagaimanapun juga, hubungan baik harus tetap dijaga, meski harus membawa kabar yang mungkin mengecewakan mereka.Saat tiba di rumah Asep, aku melihat Asep sedang duduk di teras rumah, sepertinya baru saja selesai sarapan. Ia tersenyum sopan saat melihatku."Bibi. Silakan masuk, Bi," katanya ramah.Aku mengangguk dan melangkah masuk. Di ruang keluarga, Bu Een duduk di kursi roda dengan wajah yang jauh lebih segar dibandingkan terakhir kali aku melihatnya. Ia sudah bisa berbicara meskipun pelan, dan nenek Asep juga ada di sana, duduk bersisian sambil merajut sesuatu.Setelah berbasa-basi sebentar dan menanyakan kondisi Bu Een, aku pun menghela napas. Aku

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 87

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 87Aku menarik napas dalam, "Bu Een sakit, La. Dia kena stroke sekarang, setelah mengalami stres berat akibat luka bakar yang dilakukan oleh majikannya di Arab. Sekarang dia cuma bisa duduk di kursi roda, dan Asep yang merawatnya."Mata Lala membulat. "Serius, Mah? Ya ampun ... Lala baru tahu. Kasihan banget. Lala harus jenguk Bu Een. Bisa antar Lala ke sana sekarang, Mah?"Aku mengangguk. "Tentu. Yuk, kita pergi sekarang."Kami segera berangkat ke rumah Bu Een. Saat sampai, aku melihat Bu Een duduk di kursi roda di halaman rumahnya, ditemani Asep. Dia tampak jauh lebih kurus dari sebelumnya, dan wajahnya penuh dengan kesedihan yang mendalam. Asep yang berdiri di sampingnya terlihat lebih dewasa dari terakhir kali aku melihatnya.Lala melangkah mendekat dengan hati-hati. "Assalamualaikum."Asep menoleh dan langsung tersenyum kecil. "Waalaikumsalam, La."Bu Een hanya menatap kami dengan mata yang tampak lelah. Aku bisa melihat ekspresi di wajahn

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status