Share

Kamar Rahasia

 “Jadi untuk proyek berikutnya mungkin akan lebih baik kita ambil yang minuman kesehatan ini,” Kaisar berbicara sembari membandingkan dua berkas yang tadi diberikan Erika.

 

 Setelah tertunda beberapa saat, akhirnya rapat bisa dilaksanakan. Kaisar merasa beruntung karena Flora hanya menyita waktunya sebentar saja. Dan merasa beruntung karena tadi bisa lolos karena perempuan itu menerima panggilan telepon.

 

 “Saya minta sampel produknya bisa segera dibuat ya. Kalau bisa sebelum akhir bulan barangnya sudah ada.”

 

 Kaisar merasa sangat lega karena sebenarnya ini rapat yang cukup penting yang akan membahas produk baru perusahaan. Apalagi di situasi seperti sekarang ini.

 

 Perusahaan keluarga Kaisar bergerak dalam bidang farmasi dan mereka baru saja merangkak naik dari jurang kebangkrutan. Ini membuat Kaisar perlu memutar otak untuk mempertahankan perusahaannya, bahkan membuatnya lebih maju lagi.

 

 Yah, walau sebenarnya di sini Kaisar lah yang paling rugi karena harus merelakan masa mudanya. Sebenarnya pria itu juga tidak muda-muda amat, dia sekarang berusia 28 tahun. Usia yang sebenarnya cukup untuk menikah.

 

 Kaisar sebenarnya punya masalah dengan yang namanya ikatan pernikahan. Dia tak percaya hal-hal seperti itu, setelah melihat orang-orang disekitarnya. Tapi demi perusahaan, dia harus menikahi putri dari perusahaan saingan, sekaligus anak dari sahabat ayahnya.

 

 Saingan, tapi sahabat. Lucu sekali.

 

 “Setelah testernya jadi, kita akan rapat lagi ya. Untuk saat ini, rapatnya selesai sampai di sini.”

 

 Kaisar menyudahi rapat melelahkan itu dan segera berdiri. Erika yang menjadi sekretaris utamanya pun ikut berdiri dan dengan buru-buru membereskan barang-barang yang ditinggalkan bosnya di atas meja, kemudian segera mengejar pria itu.

 

 “Saya pikir anda akan menolak ide minuman kesehatan itu, Pak,” seru Erika ketika dia sudah berhasil mengejar atasannya itu.

 

 “Kenapa kau berpikiran seperti itu?”

 

 “Karena saya ingat Pak Kaisar pernah mengatakan tidak ingin punya produk jamu.”

 

 Langkah Kaisar langsung terhenti. Dia berbalik menatap sekretarisnya yang berada selangkah di belakangnya dengan raut kesal.

 

 “Itu minuman kesehatan kekinian. Buka jamu herbal.”

 

 “Okay,” jawab Erika memilih untuk setuju saja. Membiarkan Kaisar kembali melanjutkan langkah.

 

 Yeah. Untuk saat ini sih memang idenya adalah untuk susu nutrisi saja. Susu yang bisa digunakan sebagai pengganti makanan. Sudah banyak sih jenis susu seperti itu, tapi Kaisar ingin membuatnya lebih berbeda. Itu pun kalau berhasil.

 

 Masalahnya, Erika menginginkan ada bentuk minuman kesehatan lain. Dia ingin ada minuman untuk daya tahan tubuh. Yang mana menurutnya lebih dibutuhkan di zaman sekarang ini. Dan yang ada di otak Erika adalah sejenis jamu.

 

 “Tapi kan, ada kan jenis minuman kesehatan lainnya. Misalnya saja minuman yang membantu menurunkan kolesterol atau yang membantu nyeri haid.”

 

 “Itu jenis jamu,” hardik Kaisar kesal.

 

 “Tapi kan ada minuman yang membantu penderita kolesterol, tapi bukan jamu. Lagi pula kenapa Pak Kaisar tidak menyukai jamu?”

 

 “Rasanya tidak enak. End of discussion.”

 

 Kaisar sudah memegang gagang pintu ruangannya, tapi dia baru teringat sesuatu. Dan rasanya ini lah saat paling tepat untuk mengatakan hal ini. Karena itu dia berbalik menatap sekretaris cantiknya itu.

 

 “Berhentilah menjadi manusia sok tahu yang ingin mengatur segalanya. Kau hanya karyawan di sini aku yang bosnya.”

 

 “Tapi saya bisa memberikan masukan kan, Pak?”

 

 “Masukan tidak bersifat memaksa, Erika. Harusnya kau tahu diri di mana posisimu. Kau hanya sekretaris dan hanya wanita pemuas. Kau tidak lebih dari perempuan murahan.”

 

 Erika terdiam mendengar hinaan itu. Dia juga masih terdiam ketika atasannya membanting pintu tepat di depan wajahnya yang perlahan berubah ekspresi menjadi datar.

 

 

***

 

 Jam pulang kantor sudah cukup lama terlewati, namun  Erika baru beranjak keluar dari gedung kantornya. Perempuan yang baru beberapa hari lalu memangkas rambutnya sebanyak beberapa senti itu, melaju pelan menembus kemacetan ibukota menggunakan mobilnya.

 

 Erika sebenarnya sayang memotong rambutnya yang sudah mencapai pinggang, tapi entahlah. Dia merasa perlu melakukannya, terutama setelah dia punya hubungan dengan Kaisar.

 

 “Hah.”

 

 Hanya hembusan napas itu yang terdengar dari mulut Erika. Dia sedang mengutuk pilihannya untuk mendekati Kaisar Arya Jayantaka.

 

 “Tidak ada yang perlu disesali Erika. Ini semua untuk mereka,” gumamnya seorang diri.

 

 Erika terus meyakinkan dirinya sendiri, sampai dia tiba di parkiran gedung tempatnya tinggal.

 

 Perempuan cantik itu tinggal di kompleks apartemen mewah. Lebih tepatnya dia tinggal di lantai teratas dari gedung apartemen mewah. Kalau dalam istilah yang beredar di internet disebut dengan penthouse.

 

 Penthouse juga adalah sejenis apartemen, tapi beda kelas. Selain  mewah biasanya tipe ini menggunakan satu lantai full, sehingga tak ada yang namanya tetangga. Dan hal seperti ini membuat Erika merasa lebih nyaman, sampai dia punya dua unit.

 

 “Miss Erika.”

 

 Yang empunya nama menoleh ketika ada yang memanggil.

 

 “Ya, Pak? Apa ada kiriman untuk saya?” tanya Erika pada petugas keamanan yang memanggilnya.

 

 “Iya, Miss. Ada kiriman dua buket bunga untuk anda. Mau saya bantu bawakan ke atas atau gimana?”

 

 “Memangngnya sebesar apa sih sampai saya perlu bantuan?” Erika kembali bertanya dengan kedua alis terangkat.

 

 Erika tidak diberi jawaban. Sebaliknya dia langsung diminta mengikuti petugas keamanan itu ke lokasi buket bunganya di simpan, bersama dengan paket besar lain. Dan ternyata memang sangat besar.

 

 Ukuran kedua buket itu berbeda, tapi tetap saja  dia tak bisa membawa dua benda itu naik ke unitnya. Erika memang membutuhkan bantuan.

 

 “Makasih ya, Pak.” Erika tak lupa menyelipkan pecahan uang berwarna merah, ketika si petugas keamana sudah selesai membantunya membawa dua buket raksasa itu.

 

 “Sama-sama, Miss.”

 

 Erika hanya geleng-geleng kepala melihat semua petugas gedung masih kekeh memanggilnya dengan sebutan Miss. Tapi sudah lupakan saja hal itu, sekarang dia lebih penasaran dengan buket bunga yang tergeletak di atas lantai itu.

 

 “Ck. Kenapa sih dia masih terus mengirimkan hal tidak berguna begini? Padahal sudah tidak ada hubungan juga,” Erika bergumam ketika melihat kartu pada buket bunga yang lebih besar.

 

 Senyum perempuan dengan kemeja merah itu mengembang ketika melihat kartu yang ada pada buket bunga yang lebih kecil. Untuk yang satu itu dia cukup senang karena dia cukup berhasil.

 

Merasa cukup puas melihat buket bunganya, Erika memutuskan untuk segera pergi mandi. Tubuhnya sedang lelah dan sedang ingin berendam di air panas agar lebih rileks. Dia sedang ingin bersantai.

 

 Awalnya sih semua berjalan dengan lancar, sampai sebuah panggilan telepon membuat Erika berdecak. Dia malas mengangkatnya, tapi tahu kalau telepon itu harus dianngkat jika dia ingin tidur tenang.

 

 “Saya sudah terima buketnya, Pak.” Erika langsung memberitahu tanpa memberikan salam, setelah dia memakai bathrobe.

 

 “Ya, tentu saja aku suka. Perempuan mana sih yang tidak suka dengan seikat bunga yang sudah diberikan hiasan permata?” Erika kembali bersuara sembari melangkah keluar dari kamar mandinya.

 

 “Aku tahu tujuanku untuk pulang, Pak. Bapak tenang saja. Aku sama sekali tidak lupa.”

 

 Senyum Erika mengembang menemani suara lembutnya saat berbicara di telepon. Bukan senyum bahagia, tapi senyum sinis.

 

 “Hm. Saya sedang menyusun rencana yang baik. Nanti akan saya beritahu rencananya."

 

 Erika dengan segera mengakhiri percakapan teleponnya, ketika dia masuk ke dalam sebuah ruangan. Ruangan yang awalnya gelap itu menjadi benderang setelah lampu dinyalakan. Sebuah ruangan yang penuh dengan kertas yang ditempel di dinding, juga dengan beberapa foto.

 

 Di sana ada foto Kaisar Arya Jayantaka, beserta segenap keluarganya.

 

***To Be Continued***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status