Share

Mistress: Dendam Wanita Simpanan
Mistress: Dendam Wanita Simpanan
Penulis: 5Lluna

Hubungan Tidak Sehat

“Pak Kaisar, sebentar lagi kita harus rapat.”

 

 Suara perempuan yang terdengar lembut dan manja itu tak terbalas. Yang ditanya sedang sibuk melakukan hal lain yang membuatnya tak bisa berkata banyak. Melakukan sesuatu yang menimbulkan suara decapan dan memancing lenguhan lawannya.

 

 “Fine. Lima belas menit saja,” akhirnya pemilik nama lengkap Erika Wiratama itu mengalah.

 

 “Lima belas menit tidak cukup kurasa,” Kaisar akhirnya membalas dengan suara serak.

 

 Pria itu kemudian mendonggak. Menatap mata sekretarisnya sejenak, sebelum memagut bibir perempuan cantik itu dengan sangat menggebu-gebu.

 

 “Lima belas menit, Pak. Kalau tidak rapatnya akan terlambat dimulai,” Erika membalas dengan suara sedikit serak dan napas terengah.

 

 “Aku bosnya, Erika. Rapat tidak akan mulai jika aku tidak ada.”

 

 Erika masih sempat memutar bola matanya, sebelum menggigit bibir bawahnya. Dia terpaksa melakukan itu agar suara rintihannya tidak sampai terdengar keluar. Bagaimana pun mereka sedang ada di kantor.

 

 Kaisar menggeram pelan. Dia baru saja memulai. Baru sekitar lima menit dan ponselnya sudah berbunyi dengan sangat nyaring. Sangat mengganggu, namun dia enggan mengangkatnya.

 

 “Angkatlah, Pak. Itu dari Nyonya kan?”

 

 Erika dengan susah payah menyuarakan pertanyaannya. Dia hapal dengan nada dering yang dipasang khusus oleh bosnya itu. Membuat mereka berdua langsung tahu siapa yang menelepon.

 

 “Halo.”Akhirnya Kaisar menjawab teleponnya dengan suara yang dibuat senetral mungkin.

 

 “Kau di mana?” Terdengar suara Kaisar sedikit meninggi dengan raut wajah terkejut. Membuat sang sekretaris ikut mengerutkan kening karena penasaran.

 

 “Aku akan ada rapat lima belas menit lagi dan sedang mendiskusikannya dengan Erika. Kau...”

 

 “Astaga Kai. Kau kan bosnya di sana. Kalau kau bilang jadwalnya mundur, semua orang akan mendenggarkanmu. Kalau kau tidak datang, rapatnya bahkan bisa batal. Pokoknya kita akan makan siang bersama.”

 

 Suara yang agak melengking dari ponsel Kaisar, masih bisa didengar cukup baik oleh Erika. Pria itu sampai mengernyit, telinganya pasti terasa berdengung sekarang.

 

 “Demi Tuhan Flora, aku tidak bisa mengundur jadwal rapatnya seenak hatiku. Lagi pula semua orang juga punya jadwal lain, mana mungkin aku meminta mereka menunda jadwal hanya karena harus makan siang denganmu. Ini sudah lewat jam makan siang.”

 

 Erika hampir saja tertawa di sela-sela kegiatan mereka. Siapa sih yang tadi mengatakan rapat bisa diundur kalau bosnya meminta? Dan lagi pula ini terasa agak tidak masuk akal.

 

 Siapa yang menyangka kalau benar-benar ada orang yang bisa bercinta, sambil berbicara di telepon. Mana suara Kaisar terdengar cukup netral, walau emosinya meluap-luap.

 

 “Sialan,” maki Kaisar membuang asal ponselnya ke atas meja. “Flora akan datang dalam waktu lima menit lagi mungkin. Dia sekarang sudah sampai di depan lift.”

 

 “Oh, itu waktu yang... sangat... singkat...”

 

 Erika tidak bisa lagi menahan suaranya karena Kaisar bergerak makin liar. Mereka dikejar waktu karena orang yang bernama Flora akan segera muncul. Tentu saja pemandangan seperti ini tidak untuk ditunjukkan pada semua orang, apalagi Nyonya Bos.

 

 Yeah. Kaisar yang merupakan atasan Erika memang pria beristri, walau baru sekitar dua bulan lalu pria itu menyandang status sebagai suami orang. Lebih tepatnya suami teman Erika sendiri.

 

 Dan ya, tentu saja hubungan ini tidaklah sehat dan tercela. Tapi Erika punya alasan sendiri untuk menawarkan hubungan tak sehat ini.

 

 “Astaga, Pak.”

 

 “Sorry tadi lupa pakai pengaman.”

 

 “No problem. Saya akan minum pil,” balas Erika mulai meluruskan tubuhnya, dia harus bergerak cepat.

 

 Bukan hanya Erika sebenarnya yang perlu bergegas, tapi Kaisar juga. Mereka mengurus diri masing-masing dengan gerakan cepat, merapikan dan mengancing pakaian mereka. Kaisar tidak lagi menunggu Erika mengancingkan kemejanya, mereka tidak punya waktu. Untung saja kain-kain itu tidak sepenuhnya ditanggalkan dari tubuh mereka.

 

 

“Oh, Tuhan. Ke mana anda melempar dalaman saya sih, Pak?” gerutu Erika tidak menemukan segitiga pengamannya.

 

 “Mana kutahu. Tadi aku asal lempar saja,” balas Kaisar ikut kelimpungan mencari kain kecil menyebalkan itu.

 

 Sebenarnya kejadian ini tidak semenyebalkan itu, tapi di situasi seperti saat ini tentu jadi menyebalkan. Bisa-bisanya benda itu menghilang dari pandangan mereka.

 

 “Lupakan saja dulu benda itu. Pergilah membuka kunci pintu sebelum Flora sampai,” Kaisar menggeram sambil terus mencari benda menyebalkan itu. Bisa gawat kalau ada yang melihatnya.

 

 Erika segera bergerak sesuai perintah bosnya. Dia berjalan cepat ke arah pintu dan memutar kunci yang terpasang pada tempatnya dua kali. Sedetik setelahnya, gagang pintu itu bergoyang.

 

 “Selamat siang, Nyonya.” Erika refleks membungkuk melihat perempuan yang masuk ke dalam ruangan yang cukup besar itu.

 

 Erika yang masih sedikit kehabisan napas, terpaksa menahan napasnya. Peluh dipelipisnya saja belum menghilang, tapi Nyonya sudah datang. Dia jadi tak punya waktu lagi untuk mengusap wajahnya dan hanya bisa berharap tidak ketahuan.

 

 “Apa sih yang kau cari?” Flora bertanya pada suaminya, setelah menepuk pelan pundak Erika. Tanda agar sekretaris itu sudah bisa menegakkan punggungnya.

 

 Walau sudah diberi kode, Erika menegakkan diri dengan perlahan. Dia menunggu Nyonya Bos dua langkah di depannya barulah dia mengusap pelan pelipisnya.

 

 “Tidak tadi sepertinya aku menjatuhkan pulpen,” jawab Kaisar tentu saja bohong.

 

 Yang bertanya hanya menaikkan sebelah alisnya. Jawaban itu terasa sangat aneh karena biasanya Kaisar akan meminta Erika untuk melakukan hal paling sederhana sekali pun.

 

 “Biar saya carikan, Pak.” Erika yang menyadari itu, langsung maju. Berpura-pura mencari pulpen imajiner yang disebutkan bosnya.

 

 “Good. Kalau begitu ayo kita pergi.”

 

 “No. Aku harus pergi rapat,” Kaisar segera menolak. “Tapi baiklah, berikan aku waktu lima menit untuk memberitahu semua orang kalau rapatnya diundur.”

 

 Dengan ekspresi kesal minta ampun karena tidak bisa menolak permintaan istrinya, Kaisar terpaksa mengiyakan. Dia bisa kehilangan investasi jika menolak, apalagi tatapan istrinya sangat memaksa.

 

 Kaisar yang tadinya berdiri di depan meja kerjanya kini berbalik. Dia perlu mengambil ponsel yang tadi dia lempar sembarang ke atas meja. Untung saja benda itu tidak rusak.

 

 “Tunggu dulu. Kenapa kantong celana bagian belakangmu terlihat lebih menggembung dari biasanya?” tanya Flora dengan mata memicing.

 

 “Hah?” Kaisar dengan bingung merogoh kantong celana yang dimaksud.

 

 Begitu tangannya meraba tekstur kain katun, mata Kaisar membesar dan ekspreisnya berubah jadi pucat. Dia melirik Erika dan hanya dibalas dengan tatapan bingung sekretarisnya itu.

 

 “Apa sih yang ada di dalam kantongmu itu? Coba perlihatkan padaku.”

 

 Suara ketus Flora membuat Kaisar makin panik. Kenapa juga kain kecil yang sedari tadi mereka cari ada di dalam kantongnya? Mana Flora sadar dengan keberadaan benda itu lagi. Mana Erika tidak kunjung sadar dan tidak bisa membantu lagi.

 

 “Kenapa lama banget sih? Coba keluarin isi kantongnya.”

 

***To Be Continued***

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status