Share

Mom For Andrea
Mom For Andrea
Author: arkein

Guru Baru

Ig: @arkeiinn

Seorang bocah laki-laki berumur 4 tahun berjalan dengan langkah pelan. Bukannya dia masih baru berjalan, tapi bocah itu memang sengaja. Apalagi di depannya sudah ada seorang pria bertubuh besar sedang melayangkan tatapan tajam ke arah dirinya. Bocah itu tidak takut, tetapi malas berhadapan dengan pria itu karena ujung-ujungnya pria itu akan marah.

”Jika kau terlambat bangun lagi, aku akan meninggalkanmu!”

Beginilah terus setiap hari. Pasti ada saja keributan di mansion mewah ini. Dan yang menjadi pelakunya adalah daddy dan anak laki-laki-nya. Dua manusia berbeda generasi tapi terlihat seperti kembar identik itu saling menatap satu sama lain. Berusaha mengeluarkan tatapan paling menusuk yang mereka miliki.

“Tinggalkan saja! Aku bisa pergi dengan Ozan!” sahut bocah laki-laki itu. Walaupun masih tergolong balita, dia sudah punya nyali untuk mengeluarkan amarahnya, bahkan di depan ayahnya sendiri.

“Andrea,” geram sang daddy sambil menatap anaknya.

“Apa pedulimu, huh?” Andrea kembali bersuara. Dia semakin mendongakkan wajahnya agar bisa melihat wajah sang daddy. “Aku bisa pergi ke sekolah. Sendiri! Tidak butuh bantuanmu!” lanjutnya yang membuat sang daddy mengangguk tegas.

“Baik!” sahut sang daddy. Dia menunjuk Andrea. “Kau memang anak tidak tahu diri! Pembangkang!” Setelah mengeluarkan caciannya kepada sang anak, pria yang memakai setelan jas itu langsung pergi ke arah luar. Diikuti dengan seorang pria yang memakai pakaian serba hitam— sang tangan kanan sekaligus menjabat sebagai sekretaris.

Andrea meremas kedua tangannya. Merasa emosi dengan cacian yang diberikan sang Daddy. Bukan hanya sekali, melainkan berkali-kali. Pasti setelah terjadi keributan sang daddy akan meninggalkannya dengan cacian yang menyakitkan.

Seorang pria dengan rambut yang beberapa sudah mulai memutih hanya bisa menghela napasnya panjang. Dari tadi dia hanya bisa diam di belakang Andrea. Menyaksikan keributan antara daddy dan anak itu.

“Apa kita bisa pergi, Tuan Andrea?” Pria tua itu bertanya sesudah sampai di samping Andrea. Lalu bergerak mengambil tas yang diberikan oleh pelayan wanita yang baru saja datang dari arah kamar.

“Aku tidak ingin ke sekolah, Ozan!” jawab Andrea sambil menoleh ke arah Ozan.

Ozan tersenyum. Berjongkok lalu memegang kedua pundak sang majikan. “Lalu Tuan ingin daddy marah, huh?” tanya Ozan sambil menaikkan alisnya.

“Biar saja! Aku sudah tidak peduli dengan pria itu! Lagi pula aku bisa melawannya!”

Lihat. Inilah yang kadang membuat Ozan hanya bisa meringis dalam hati. Harusnya Andrea yang masih sangat kecil ini mendapatkan kasih sayang dari orang tua. Tapi semuanya hanyalah angan-angan. Dia tumbuh di keluarga broken home. Andrea malah mendapatkan didikan keras dari sang daddy. Didikan yang berisi peraturan yang banyak serta bentakan dan hukuman jika tidak menuruti peraturan. Dan sayangnya malah membuat Andrea menjadi seperti ini— berbeda dengan seumurannya.

Ozan kembali menatap manik abu-abu Andrea. Mencoba untuk meluluhkan hati Andrea yang keras. “Tuan, lebih baik kita pergi ke sekolah sebelum terlambat .... Apa Tuan tidak ingin bertemu dengan teman-teman?”

“Tapi aku tidak punya teman, Ozan,” sahut Andrea. Ozan salah langkah. Seharusnya dia tidak menyinggung teman-teman karena memang dia tidak punya teman. Semuanya menjauh dan mereka memberikan alasan kalau Andrea adalah orang yang keras dan suka marah. Dan bukannya merasa sedih, Andrea malah menanggapi hal itu seperti angin lalu. Lagi pula dia tidak membutuhkan sekolah, melainkan sang daddy .... Kadang Andrea berpikir, harusnya sang daddy yang bersekolah, bukan dirinya.

“Kalau begitu Tuan harus melihat kami.” Ozan tidak mau menyerah. Dia terus berbicara. “Bukan hanya Tuan yang mendapatkan amukan dari daddy. Tapi kami juga. Apa Tuan ingin melihat kami semua dihukum?”

Andrea menatap Ozan sembari berpikir. Apa yang Ozan katakan memang benar. Setelah Andrea dihukum oleh sang daddy, maka orang yang bekerja di mansion akan mendapatkan giliran selanjutnya. “Baiklah.” Andrea menjawab setelah beberapa saat hening yang membuat Ozan tersenyum lega.

Walaupun keras, Andrea tetap memiliki rasa kemanusiaan walau hanya ditunjukkan kepada orang terdekatnya.

***

Sebuah mobil limousine keluaran terbaru berwarna hitam mengkilap membelah jalanan kota New York City. Di dalam mobil sudah duduk dua orang pria yang saling menghadap satu sama lain. Seorang pria yang tak lain adalah majikan dan sang tangan kanan.

“Tuan Andrea akan pulang bersama Ozan, Tuan Emir.” Perkataan dari pria bersetelan hitam itu membuat lawan bicaranya— Emir Zufran, mendongak. Melihat ke manik pria itu yang berhasil membuatnya gugup.

“Awasi dia! Jangan sampai ada yang mengganggu anak pembangkang itu!” sahut Emir yang diangguki oleh sang tangan kanan.

Perintah itu bukanlah sebagai tanda kalau dirinya menyayangi putranya. Seperti kebanyakan orang tua lain lakukan, mereka akan berusaha menjaga anaknya dari gangguan demi kebaikan anaknya .... Tetapi bagi Emir bukan seperti itu. Tujuannya hanya untuk menjaga nama baiknya. Dia orang terkenal, dan gampang sekali membuat nama baiknya hancur. Salah satu penyebab utamanya adalah Andrea. Maka dari itu Emir menyuruh tangan kanannya untuk selalu menjaga gerak gerik Andrea.

“Deniz,” panggil Emir setelah keheningan melanda mobil beberapa saat yang ingin melaju ke Zufran’s Company.

“Iya, Tuan,” sahut Deniz.

“Bagaimana keadaan Andrea?” Dan pertanyaan yang Emir berikan sukses membuat Deniz terkejut. Ini bukanlah Emir .... Emir yang Deniz tahu adalah Emir yang masa bodoh dengan keadaan anaknya, Emir yang selalu menyerahkan masalah anaknya kepada orang lain, dan Emir yang tidak ingin waktunya disibukkan oleh Andrea.

“Dia ... baik, Tuan.” Walaupun masih dalam keadaan terkejut, Deniz tetap menjawab. Dia tersenyum ketika bisa membayangkan bagaimana wajah Andrea. Walau Andrea suka memerintah tapi dia memiliki sisi manisnya tersendiri .... Entahlah, apakah Emir merasakan itu atau tidak. “Tapi ....”

“Tapi apa?” tanya Emir yang pada akhirnya menjauhkan pandangan dari ipad yang ada di genggamannya ke Deniz. Menatap Deniz dengan pandangan mendesak— berusaha menyuruh Deniz melanjutkan kalimatnya.

“Seminggu yang lalu Tuan Andrea terlibat perkelahian dengan gurunya,” jawab Deniz setelah menelan salivanya dalam. Dia berusaha mengabaikan raut terkejut Emir dan melanjutkan kalimatnya. “Saya tidak mendapatkan informasi dari Tuan Andrea karena dia tidak mau bersuara .... Pada akhirnya saya bertanya dengan sang guru dan dia mengatakan kalau Andrea tidak menyelesaikan tugas dengan baik. Tuan Andrea membentaknya karena guru memberikan tugas tambahan sebagai bentuk hukuman ... itu yang saya dapatkan dari guru tersebut, Tuan.”

Mendengar penjelasan dari Deniz membuat Emir meremas tangannya. Emir sungguh tidak menyangka kalau Andrea bisa melakukan tindakan yang dapat membuat nama Emir tercoreng. Bisa-bisanya bocah 4 tahun berkelahi dengan gurunya .... sungguh membuat Emir emosi.

“Apa yang kau lakukan dengan guru itu?” tanya Emir sambil menatap ke luar— ke arah jalanan yang diisi dengan beberapa kendaraan.

“Saya memindahkan dia ke sekolah lain,Tuan,” jawab Deniz yang membuat Emir mengangguk dengan puas .... Bekerja dengan Emir membuat Deniz tahu akan banyak hal. Salah satunya adalah ketika terjadi masalah dengan Andrea. Emir selalu memerintahkan Deniz untuk menjauhkan orang yang terlibat perkelahian dengan Andrea. Dan itu yang dia lakukan kepada guru Andrea.

“Tutup mulut guru itu dengan uang,” timpal Emir. “Aku tidak ingin masalah ini sampai ke luar dan mencoreng nama baikku. Anak itu hanya bisa membuatku malu!”

Dan sayang seribu sayang .... Tindakan yang Emir lakukan bukan untuk Andrea sepenuhnya, tapi untuk Emir dan nama belakangnya. Jujur, ini bukanlah Emir yang Deniz lihat 2 tahun lalu. Emir yang dulu adalah Emir yang hangat, bukan Emir yang sekarang dengan sikapnya yang kejam— yang rela menutup segalanya dengan uang, termasuk masalah yang menyangkut darah dagingnya.

Sebelum turun dari mobil, Emir menyempatkan diri untuk bertanya. “Apa ada meeting lagi selain pagi ini?”

Dengan sigap Deniz mengangguk dan menjawab. “Ada, Tuan. Meeting di jam lima sore—”

“Kalau begitu batalkan,” potong Emir. “Aku akan pulang cepat dan memberikan anak pembangkang itu hukuman!” lanjutnya yang lalu melangkah ke luar dan memasuki gedung pencakar langit yang mewah.

Dan hal yang bisa dilakukan Deniz untuk pertama kalinya adalah memijit pangkal hidungnya. Sungguh, berat rasanya untuk menuruti perkataan Emir .... Membatalkan meeting adalah hal yang mudah, tapi hal yang sulit bagi Deniz adalah ketika melihat majikannya—Andrea— dihukum oleh Emir.

Ini salah ... ingin sekali Deniz meneriaki itu di depan Emir. Berusaha membuka pikiran Emir supaya dia memandang Andrea sebagai anaknya, bukan sebagai bawahan Emir yang harus menuruti setiap perkataan majikan.

“Ozan.” Deniz menyapa sesudah dirinya tersambung dengan Ozan di telepon. “Jangan bawa Andrea ke tempat lain sesudah pulang sekolah. Tuan Emir akan pulang dengan cepat .... Dan keributan akan terjadi di mansion. Kuharap tidak ada lagi kesalahan yang bisa membuat Tuan Emir lebih marah lagi.”

***

Author senang banget kalau ada yang kasih review, hehehe :)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status