Share

Kedatangan Teresa

Jasmine menyesal karena mengiyakan ajakan Andrea. Mereka sekarang sudah berada di depan mansion. Mendadak dirinya bingung. Apa yang harus Jasmine lakukan? Apa dia langsung memberikan surat itu? Apa dia langsung berbicara? Atau bagaimana? Bahkan dirinya tidak lagi fokus dengan bangunan mewah yang pertama kali dirinya lihat langsung. Semuanya tergantikan dengan pertanyaan itu.

“Miss Jasmine, kau bisa masuk. Fazilet akan mengantarkanmu.”

Fazilet yang memang tugasnya menyambut Andrea mengangguk bingung. Ingin sekali dia membawa Ozan pergi dari sini untuk mengeluarkan segala macam pertanyaannya. Tetapi melihat pria itu yang dari tadi membuang wajah, membuat Fazilet tidak bisa melakukan apapun selain menuruti Andrea.

Setelah kepergian mereka, Andrea kembali memfokuskan dirinya ke Ozan. “Ozan,” panggil Andrea membuat Ozan menoleh. “Caramu menatapnya membuatnya tidak nyaman,” seru Andrea kesal karena melihat bagaimana Ozan bersikap.

Ozan menghela napasnya gusar. “Tuan Andrea, kenapa guru Tuan bisa berada di sini? Dan bagaimana jika Tuan Emir datang dan melihatnya? Pasti akan ada keributan nantinya.”

Andrea mengangguk paham. “Tenang saja. Itu tidak akan terjadi. Miss Jasmine datang kemari hanya karena ajakanku. Aku mengajaknya untuk melihat komputer dan program yang kubuat,” jelas Andrea menutupi alasan sebenarnya. Andrea melangkah masuk tanpa menunggu Ozan kembali bersuara.

“Andrea, aku tidak datang ke sini untuk hal ini. Aku ingin bertemu dengan daddy-mu. Kemana dia?” Jasmine terus saja mengoceh saat mereka melangkah naik ke atas melalui tangga besar yang melingkar bak seperti dongeng kerajaan. Dan langkah Jasmine terhenti disaat mereka sudah berada di depan pintu sebuah ruangan.

“Ayo masuk, Miss Jasmine. Ini kamarku,” kata Ozan sambil menarik tangan Jasmine. Jasmine mengedarkan pandangan. Mengamati ruangan besar yang didominasi oleh warna abu-abu. Untuk sesaat,dia menyadari kalau ini bukan seperti kamar anak-anak yang sering Jasmine temui. Dimana kamar mereka pasti akan berisi mainan, dinding berwarna, atau gambar-gambar lukisan mereka. Kamar Andrea sangat bersih dan juga besar. Lebih besar dari tempat yang dia tinggali.

Jasmine menggeleng. Bukan saatnya dia mengamati tempat ini. Dia harus fokus akan tujuannya, dengan begitu dia bisa segera pergi dari sini. Entahlah, Jasmine merasa tidak nyaman saja. Apalagi melihat bagaimana sikap orang-orang mansion ini ... itu membuatnya ingin segera kabur dari rumah besar ini.

“Ayo. Ajak aku bertemu dengan daddy-mu. Aku ingin menyelesaikan masalah ini dengan cepat.”

Andrea memutar bola matanya jengah. Bagaimana bisa jika Emir saja tidak ada di mansion? Maka dari itu Andrea mengajak Jasmine ke sini. Berusaha mengalihkan fokus Jasmine walau nyatanya tak berhasil. “Ck. Tenanglah, Miss Jasmine. Kau akan bertemu dengan dia, tapi bukan sekarang.”

“Huh?”

Andrea mengangguk. “Tunggu di sini. Aku ingin turun ke bawah. Mengambil beberapa cemilan ... itu harus dilakukan jika ada tamu, ‘kan?”

Jasmine mengernyit bingung. Tak biasanya Andrea seperti ini. Perlakuan bocah itu sangat kontras dibandingkan pertama kali mereka bertemu. Andrea masa bodoh dengan apapun, itulah yang Jasmine ketahui ... tetapi mengatakan dia akan pergi membawa cemilan, itu bukan masa bodoh lagi namanya.

***

Emir berjalan sambil memegang kepalanya yang terasa pening. Dia baru saja menghabiskan setengah harinya dengan banyak kejadian yang sukses menguras emosi. Tetapi saat dia melewati satu ruangan yang pintunya terbuka kecil, itu membuat Emir urung bergerak. Dia berhenti, berpikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam sana.

Entah apa yang Emir pikirkan, yang jelas hati dan pikirannya mengajak masuk ke dalam sana. Dia tersenyum masam, menyadari kalau dirinya tidak ingat kapan masuk ke ruangan itu.

“Andrea, kau sangat lama sekali.”

Deg.

Pandangan Emir jatuh kepada seorang perempuan dengan rambut yang digerai. Perempuan itu membelakanginya. Jasmine membalik tubuh sebelum Emir mengeluarkan suaranya yang mahal itu. Dan manik abu-abu milik Emir langsung bertemu dengan manik amber Jasmine. Saling menatap satu sama lain sampai Emir tersadar dan segera mengeluarkan pertanyaan.

“Apa yang kau lakukan disini?” Suara dingin itu masuk ke telinga Jasmine. Dia menelan salivanya. Takut karena suara Emir. Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Emir melangkah maju. Hingga Jasmine dapat melihat kalau rahang pria itu mengeras. Menandakan kalau pria itu marah. “Berani sekali kau masuk ke dalam mansionku!”

“T—tunggu!” Jasmine memberontak disaat Emir menarik tangannya untuk keluar dari sana. Dia mengeluarkan segala tenaganya. “A—aku guru Andrea!”

Emir melepaskan tangannya. Tapi itu tak urung membuat tanda-tanda kemarahan dari wajahnya pergi. Hal yang ada tepat di wajah Emir sukses membuat Jasmine ketakutan. “Lalu dengan begitu kau bisa masuk ke mansionku? Lancang sekali kau! Apa kau tahu sedang masuk di wilayah siapa? Kau masuk di wilayah Emir Zufran!” bentak Emir tepat di wajah Jasmine.

Emir tidak menyukai wanita. Itulah yang terjadi setelah perceraiannya dengan sang mantan istri. Bahkan dia hanya mempekerjakan seorang wanita yang memang sudah mengabdi lama padanya, Fazilet.

Dan menemukan satu fakta bahwa seorang wanita menginjakkan kaki di rumahnya sukses membuat Emir tak terima. Persetan dengan fakta kalau dia adalah guru Andrea!

Emir menyeramkan jika marah. Ah, bukan hanya marah, pada kondisi biasa saja dia sudah menyeramkan. Ditambah lagi dengan bulu-bulu tipis yang menyelimuti daerah pipinya sukses membuat pesonanya terlihat mengerikan. Tapi entah kenapa banyak wanita yang mengaguminya. Ck. Ada apa dengan wanita jaman sekarang?

Sedangkan Jasmine, dia sulit mengeluarkan kalimatnya. Pita suaranya mendadak lenyap entah kemana. Mungkin pergi ke lututnya. “A—”

Tanpa mendengar lebih lama, Emir langsung menarik lagi tangan Jasmine. Menyeretnya melawati ruangan demi ruangan hingga tangga demi tangga untuk mencapai lantai dasar. Tetapi selama itu, Emir harus rela membiarkan telinganya dikotori oleh suara Jasmine yang memohon untuk melepaskan dirinya.

"A—aku datang ke sini untuk berbiara denganmu!” kata Jasmine sesudah mengumpulkan keberaniannya. Tetapi Emir tidak mendengar. Dia terus menyeret Jasmine. Jangan pikir Jasmine tinggal diam. Dia terus melawan. Tapi coba pikir, bagaimana dirinya bisa menang melawan Emir yang memiliki tubuh bak seorang atlet. Bahkan jas yang menyelimuti tubuhnya tidak berhasil menyembunyikan tubuhnya yang dipenuhi oleh otot-otot sempurna.

“T—tunggu. Kakiku— aaaaa—”

Jasmine jatuh dalam pelukan Emir sesudah mereka sampai di bagian tangga paling akhir. Pria itu menyeretnya terlalu cepat. Dia tidak lagi memikirkan bagaimana jauhnya jarak tangga satu dengan tangga yang lain. Hingga Jasmine harus jatuh dan untungnya tidak bertemu dengan lantai, melainkan bertemu dengan dada Emir.

“Miss Jasmine?”

Suara bocah terdengar di telinga Jasmine dan Emir. Membuat mereka saling mendorong satu sama lain. Entah sudah berapa lama mereka saling menatap satu sama lain. Tapi yang pasti itu sangat lama, sampai-sampai Jasmine tak kuasa menunjukkan wajahnya yang sudah merah merona .... Oh ayolah, Jasmine wanita normal. Wanita yang sama dengan wanita pada umumnya jika bertemu dengan pria tampan. Apalagi pria itu memeluknya!

“Mommy,” gumam Emir syok saat menemukan Andrea berada tepat di samping Teresa. Tunggu, tunggu ... sejak kapan Teresa berada di sini? Apa mereka melihat adegan tadi? Bagaimana Jasmine jatuh dan dengan sigapnya Emir menangkap Jasmine ... Oh tidak. Ini akan menjadi masalah kedepannya. Ditambah lagi Teresa memiliki ambisi untuk menikahkan Emir dengan wanita lain ... sialnya kau, Emir!

“Jadi karena ini kau menolak setiap wanita yang Mommy unjuk, Emir?” tanya Teresa yang pura-pura syok. Dia menggeleng tak menyangka lalu berjalan mendekati Jasmine. Membelai wajah Jasmine yang terlihat bingung. “Selamat datang, Sayang ... Mommy baru bertemu denganmu dan itu karena Emir yang menutupi semuanya. Oh, Tuhan, bagaimana bisa diriku tidak tahu kalau putraku sudah sering membawa dirimu ke mansion ini?”

Emir menggeleng. “Mom, itu salah paham—”

“Salah paham, bagaimana?” tanya Teresa tak suka. Dia berjalan ke Emir. Memukul dadanya berkali-kali sebagai bentuk hukuman. “Ayo, katakan, bagaimana bisa kau menutupi ini semua? Bagaimana kalau orang lain yang memergoki kalian? Berpelukan di tangga. Oh, Emir ... kau sudah banyak berubah!”

Jasmine hanya melihat mereka berdua dengan raut wajah bingung. Dia masih belum tahu kejadian apa yang sedang terjadi di hadapannya. Tumben sekali otak Jasmine lambat mencerna sesuatu.

Emir mengusap wajahnya kasar. Bingung harus menjelaskan apa. Terlebih lagi Teresa yang terus histeris. Itu membuatnya sangat bingung. Dia hanya bisa menatap Jasmine dengan tatapan yang tidak suka.

“Emir, kau sudah keterlaluan. Kau membohongi Mommy. Kau bilang kau tidak akan menikah lagi, tapi nyatanya apa? Kau malah menyimpan wanita cantik di mansionmu!”

“Dia guruku di sekolah, Grandma,” timpal Andrea yang membuat Teresa kembali syok, tepatnya dibuat-buat. Sejujurnya dia sudah tahu itu semua dari Andrea karena mereka bertemu di dapur. Andrea menceritakan semuanya, dan tentu saja itu membuat Teresa sangat senang sekali ... Setidaknya Jasmine dan Andrea memiliki hubungan yang baik. Bukan seperti wanita lain yang hanya menyayangi Emir, tapi tidak untuk Andrea.

Tapi disini Teresa tidak mengerti! Dia menganggap kalau Emir dan Jasmine punya hubungan! Padahal mereka baru pertama kali bertemu dan Jasmine sudah diusir dari mansion ini.

“Mommy ... Mommy tidak tahu lagi harus apa.”

“Mom, ini semua salah paham,” tutur Emir yang kesal. “Ayo, pergi dari sini!” perintah Emir kepada Jasmine yang masih dalam kondisi bingung.

“Tidak ... dia tidak boleh pergi,” tolak Teresa. Wanita paruh baya itu menarik napasnya dalam sebelum mengeluarkan kalimatnya yang sukses membuat Emir dan Jasmine terbelalak terkejut. “Kalian harus menikah! Secepatnya!”

“Mommy tidak ingin kabar ini menyebar dan malah mencoreng kalian berdua. Maka dari itu Mommy akan menyiapkan pernikahan kalian! Tidak ada bantahan sama sekali!” lanjut Teresa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status