Share

Pindah Kamar

Jasmine setidaknya bisa bernapas lega kali ini. Pasalnya sehabis mereka turun dari mobil, sudah ada Deniz yang berada di depan, menyambut mereka. 

“Oh, Deniz, ada apa? Apa kau mengambil dokumen yang tertinggal?” Teresa mengeluarkan pertanyaannya sesudah mendekat. 

Deniz menggeleng. “Tidak, Nyonya. Saya mendengar kabar dari Nyonya Jasmine kalau Nyonya hari ini mulai tinggal di mansion … jadi saya sudah menyiapkan segalanya, termasuk juga dengan kamar yang biasa Nyonya gunakan.”

”Benarkah? Padahal Mommy tidak melihat Jasmine menghubungimu tadi,” sahut Teresa sambil melirik Jasmine. 

“I—iya, Mom. Tadi aku mengirimkan pesan di jalan,” jelas Jasmine yang terkejut karena Deniz mengatakan yang sejujurnya. Jasmine pikir Deniz akan berbohong. 

Teresa mengangguk paham. Dia mengecek ponselnya yang berdering lalu kemudian melirik mereka bergantian. “Mommy harus pergi. Ada pertemuan dengan teman-teman Mommy … sampai jumpa nanti. Oh iya, Jasmine, kau bisa menyusun pakaian yang dibawa pelayan tadi dengan bantuan Fazilet. Dia cukup ahli dalam hal ini.”

Jasmine mengangguk paham. “Iya, Mom. Mommy tenang saja. Aku akan menyusunnya,” jawab Jasmine. Wanita itu menghela napasnya panjang sesudah mobil yang Teresa naiki sudah menghilang dari mansion. Segera dia menatap Deniz meminta penjelasan. 

“Jadi apa yang kau lakukan?”

Deniz tersenyum sopan. “Saya sudah memindahkan barang-barang Nyonya ke kamar Tuan Emir. Jadi Nyonya bisa menyusun barang Nyonya di kamar dan walk-in closet Tuan Emir.”

Mata Jasmine membulat kaget. “M—maksudmu kami akan tidur sekamar? Apa aku tidak bisa tinggal di kamar lain? Ada banyak kamar di mansion ini, lalu kenapa harus kamar Emir?”

Deniz menghela napasnya. Pria tanpa ekspresi itu segera mengeluarkan jawabannya. “Nyonya Teresa akan curiga jika Nyonya tidak tidur bersama Tuan Emir. Bahkan pintu penghubung itu sudah ditutup. Untung saja Nyonya cepat mengabari saya.”

“Lalu … bagaimana dengan Emir? Apa dia mengetahui masalah inu?”

Deniz menggeleng. “Tidak, Nyonya. Tuan Emir saat ini sedang meeting. Jadi saya belum memberi kabar apapun. Lebih baik Nyonya memberitahunya langsung saat Tuan sudah datang … kalah begitu saya permisi kembali ke perusahaan, Nyonya.”

Kekhawatiran mendadak menyelimuti Jasmine. Sekarang tidak ada pilihan lain baginya selain mengikuti skenario Deniz. 

Tinggal bersama Emir adalah hal yang tidak pernah Jasmine pikirkan, apalagi sekarang, mereka akan berada dalam satu kamar … sungguh membuat tubuh Jasmine merinding seketika. 

Dan bagaimana caranya menjelaskan masalah ini kepada Emir?

Setelah sibuk berperang dengan hati dan logikanya sendiri, barulah Jasmine melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Dia menuju tangga, menaiki tangga satu per satu, lalu berjalan ke arah kamar Emir yang berada di lantai dua. 

Ceklek. 

Sesudah pintu itu terbuka, barulah Jasmine dapat melihat dengan matanya sendiri bagaimana keadaan kamar Emir. 

Ruangan ini sangatlah besar. Kasur big size terletak di tengah dan bersentuhan langsung dengan dinding putih gading, berhadapan langsung dengan balkon yang tembus pandang karena terbuat dari kaca. Di depan sana juga ada meja marmer yang mewah dan menampung televisi besar beserta peralatan yang Jasmine tidak ketahui, di bawahnya terdapat tempat api unggun. Sofa-sofa juga ikut menghiasi kamar. 

Bergeser ke sisi kiri ruangan, di sana ada terdapat satu pintu dengan gantungan berupa jas siluet— menandakan walk-in closet. Pindah ke sisi kanan, ada juga satu pintu. Jasmine menduga kalau itu adalah kamar mandi. Hanya ada dua pintu saja, dan pintu yang dulunya sebagai penghubung kamar Jasmine sudah tidak kelihatan. Kerja yang sangat bagus, pasalnya seperti tidak ada bekas di sana, semuanya terlihat sangat rapi. 

Setelah cukup mengamati ruangan tersebut, lantas Stephanie bergegas masuk ke walk-in closet. 

Sama seperti walk-in closet miliknya di kamar sebelah, tetapi kali ini jauh lebih luas dan jauh lebih tertata dikarenakan terisi banyak barang-barang Emir. 

Pakaian sehari-hari, pakaian formal, sepatu, aksesoris berupa jam tangan, dan lainnya— tertata sangat mewah di dalam bilik-bilik kaca. 

Barulah Jasmine menjatuhkan pandangannya ke paper bag yang ada di sofa. Dia menghela napasnya panjang. Membutuhkan banyak waktu baiknya untuk menata banyak pakaian tersebut. Walaupun begitu, Jasmine tetap melakukannya tanpa meminta bantuan Fazilet. Biarlah wanita tua itu melakukan pekerjaannya, Jasmine tidak ingin membebankan dengan pekerjaan ini. 

“Selesai!” pekik Jasmine girang sesudah pakaiannya tertata rapi di bilik-bilik yang semuanya kosong. Tetapi, raut girang Jasmine langsung berubah secepat kilat. 

Sungguh, Jasmine tidak tahu akan keputusan apa yang sedang dia ambil. Mendengar Teresa yang sakit membuat Jasmine langsung menyetujui tanpa memikirkan jangka panjang dan konsekuensi akan keputusan yang dia buat. 

Lihatlah sekarang, dia hidup bukan seperti Jasmine yang dulunya dengan kesederhanaan, melainkan dengan kemewahan. 

Wanita itu menatap pantulan dirinya di kaca. Memuat tubuh seksinya yang sekarang sudah diselimuti oleh gaun terusan berwarna merah muda yang selaras dengan kulit putih bersihnya. Rambutnya yang ia ikat satu tinggi, menampakkan lehernya yang jenjang. Jauh berbeda dengan Jasmine yang dulunya dikenal dengan kaus sederhana. 

“Mommy!”

Jasmine seakan ditarik ke dunia nyata karena panggilan itu. Itu suara Andrea, dan dia mengatakan mommy … seperti ada getaran hangat yang Jasmine rasakan. Langsung saja dia keluar dari walk-in closet dan langsung bertemu dengan Andrea yang sudah duduk di sofa. 

“Kenapa Mommy disini?” Andrea bertanya. Dia mengganti panggilannya karena mendengar teman-temannya memanggil mommy kepada ibu mereka, membuat Andrea juga mengikuti mereka. “Apa Mommy tidak tinggal di kamar sebelah?”

Jasmine melangkah sambil tersenyum. Berjongkok di lantai yang menghadap Andrea. “Mulai hari ini Mommy akan tinggal di sini, dan kamar sebelah sudah ditempati Grandma. Ya, Grandma mulai hari ini tinggal disini.”

Andrea terdiam. “Kalau begitu aku pasti jarang menemui Mommy.”

“Kenapa?” Alis Jasmine terangkat. 

“Pria itu—“

“Daddy, Andrea.”

Bocah itu menghela napasnya. “Ya, daddy tidak akan mengizinkan aku menginjak tempatnya. Bahkan ini pertama kalinya aku masuk ke kamar ini.”

Jasmine menarik bibirnya yang tadinya sudah tidak tertarik karena mendengar pernyataan Andrea. “Kau tentu bisa masuk semaumu ke kamar ini, Mommy menjaminnya.”

Jasmine berdiri, mengulurkan tangannya ke Andrea. “Ayo, kita harus ke dapur membuat donat!”

“Ya! Donat!” Andrea memekik girang yang lalu menyambut tangan Jasmine.

***

“Fazilet, kenapa kau tidak membiasakan Andrea untuk tidur siang?” tanya Jasmine sesudah dia menidurkan Andrea di kamar. 

Fazilet yang sedang berperang dengan alat-alat dapur memberhentikan kegiatannya. Dia menunduk takut. “M—maaf, Nyonya. Tuan Andrea tidak pernah mau tidur siang.”

Jasmine menghela napasnya panjang, berusaha mengontrol emosinya. “Baiklah … mulai sekarang, dia harus tidur siang. Dan kalau kau menyadari Andrea malah bermain dengan komputernya di waktu tidur siang, segera beritahu aku.”

“Baik, Nyonya.” Fazilet mengangguk paham. “Dan … ini, apa saya yang menggoreng donatnya?” tanya Fazilet sambil menoleh ke donat-donat yang sudah tercetak sempurna. 

Jasmine tersenyum menatap donat tersebut. Itu adalah hasil kerja keras Jasmine dan Andrea. Bahkan di kepala Jasmine masih bisa terbayang bagaimana semangatnya Andrea membentuk donat tersebut. 

“Tidak, biar aku saja yang menggorengnya sendiri— tidak ada bantahan, Fazilet,” jelas Jasmine tegas saat Fazilet ingin membantah. “Nanti aku akan menggorengnya, biarkan saja dulu agar donatnya mengembang dengan sempurna.” 

Setelah itu Jasmine naik ke atas, menuju kamarnya. Dia ingin mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Tubuhnya terasa lengket setelah berperang di dapur. 

Setelah memakai jubah handuk yang hanya melindungi tubuh atasnya sampai di atas lutut, barulah Jasmine keluar dari kamar mandi. 

“Kau!” Jasmine memekik kaget sambil menunjuk ke arah Emir yang sudah duduk di atas kasur sambil bermain tablet. 

Melihat tatapan membunuh Emir, membuat ketakutan juga timbul dalam diri Jasmine. Dia memeluk tubuhnya sendiri, seolah melindungi tubuhnya dari Emir. 

Boleh Author minta komentar review kalian? Hehehe!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status