Share

Monsieur OH
Monsieur OH
Penulis: Ranera

Bisikan?

   Namaku Kim Taevin. Umurku sekarang 26 tahun. Aku merupakan pewaris tunggal dari Simwoon grup, yang merupakan salah satu grup terbesar di Korea Selatan saat ini. Perusahaan kami bergerak di bidang Kontruksi, karenanya sejak kecil aku sudah dilatih untuk memahami kontruksi sekaligus cara mengelola bisnis. Ayahku, Kim Taeho merupakan seorang pria yang sangat ambisius dengan pekerjaannya. Baginya perusahaan merupakan hal nomor satu.

  Sifatnya itulah yang membuat ibuku menjadi kesepian hingga melampiaskan rasa kesepiannya dengan cara mabuk-mabukan. Dengan harapan ayahku akan memarahinya. Ya harapan wanita malang itu hanya agar ayah memarahinya dan menyuruhnya berhenti mabuk, sehingga rasa kesepiannya dapat sedikit terangkat.

   Tapi apa yang bisa diharapkan dari pria dingin itu? ayahku benar-benar tidak peduli dan malah meminta kamar terpisah karena tidak mau tidur dikamar yang sama dengan pecandu alkohol. hari itu, ibu pun memutuskan untuk berhenti minum. Naasnya, karena tindakan sesaatnya itu, hatinya sudah keracunan. Dokter memvonis ibu gagal ginjal.

   Saat aku berumur 7 tahun ibu menghembuskan nafas terakhirnya. Tanpa sempat merasakan cinta dan kasih dari ayahku. Selama prosesi pemakaman, ayahku tidak meneteskan setetes air mata. Dia benar-benar manusi dingin. Walau bagaimana pun dia sudah menghabiskan waktu selama 10 tahun terakhir dengan ibuku bukan?

   "Karena ibumu sudah tidak ada, maka mulai sekarang kau harus bisa mengurus dirimu sendiri. Jangan seperti ibumu, mengharapkan sesuatu yang tidak seharusnya dan malah berujung seperti itu. Memalukan sekali, sekarang orang-orang memandangku dengan tatapan suami yang ditinggal mati istri pecandu alkohol"

   Itu adalah kata-kata penyemangat yang diucapkan seorang ayah pada anaknya yang baru berusia 7 tahun disaat anak itu menangis histeris ketika melihat peti mati ibunya ditutup. Hari itulah saat aku membuang perasaan dan emosiku sepenuhnya.

.

.

.

   5 tahun berlalu setelah kematian ibuku, aku benar-benar hidup tanpa memedulikan sekitarku. Tidak tau kenapa emosi yang selama ini kupendam, belakangan ini membucah keluar. aku benar-benar diluar kendali. Anehnya aku hanya bisa merasakan amarah. Seperti ketika salah satu pelayanku salah manaruh saus ke dalam roti lapisku.

"pranggg!"

  Seketika ruang makan yang selalu hening karena memang hanya ada aku yang makan di dalamnya itu dipenuhi dengan suara piring pecah. Para pelayan di rumahku segera berlarian ke dalam ruangan.

"apa ada yang salah tuan muda?" tanya Bu Choi

   Bu Choi merupakan salah satu pelayan senior di rumah ini sekaligus pengasuhku sejak aku lahir.

"bukannya aku sudah bilang kalau aku benci mayones? kenapa di roti lapisku ada mayonesnya?" bentakku

   Sontak para pelayan memasang muka kaget. Tuan muda mereka yang selalu diam tiba-tiba mengamuk sampai memecahkan piring hanya karena hal sepele. Seorang pelayan lantas maju dan segera membereskan pecahan piring itu sembari berkata,

"mohon maafkan kesalahan saya, segera akan saya siapkan roti lapis baru tuan muda", ucapnya sembari memberikan senyuman diakhir kalimatnya.

   Apa-apaan ini, apa pelayan ini meremehkanku? padahal ini kesalahannya tapi dia dengan mudahnya meminta maaf sambil tersenyum? hei apa dia sedang meremehkanku? amarahku seketika memuncak.

"pranggg"

   Kembali ruangan ini dipenuhi dengan suara pecahan. Kali ini aku memecahkan gelas yang berisi susu. Raut wajah kaget kembali menghiasi wajah para pelayanku.

"makan saja sendiri roti lapisnya. Seleraku sudah hilang. Padahal ini kesalahanmu, tapi bisa-bisanya kau meminta maaf sambil tersenyum. Padahal hari ini aku saja belum ada tersenyum", ujarku kesal sembari meninggalkan ruangan itu menuju mobil pribadiku.

   Di mobil aku merasa aneh. Padahal biasanya tak peduli pelayanku berbuat salah aku tak pernah pernah marah, apa karena aku benar-benar lapar? tapi sebenarnya aku juga tidak lapar. Apa ada yang salah denganku?

   sesampainya di sekolah, aku segera turun dari mobil dan berjalan menuju kelasku. Di lorong dekat kelasku, seorang anak laki-laki menabrakku hingga aku terjatuh ke lantai. Ah palingan anak ini tidak sengaja atau sedang buru-buru pikirku. Saat hendak berdiri tiba-tiba aku mendengar suara. Suara berbisik yang mengerikan.

"apa kau mau pergi begitu saja?"

"hei anak ini sengaja menabrakmu!"

"lihat dia tertawa melihatmu di lantai, dia menghinamu"

"kenapa kau tidak memberikan pelajaran pada anak jahat itu?"

suara itu sangat nyata! Terdengar sangat dekat. Tapi tidak ada orang lain disini selain aku dan anak ini.

"Maaf, apa kau terluka? tadi aku sedang memikirkan hal lain jadi tidak melihatmu" katanya sembari menjulurkan tangannya ke arahku untuk membantuku berdiri. Saat hendak meraih tangan itu, tiba-tiba suara bisikan yang tadi terdengar lagi.

"jangan terima tangan itu! tangan itu kotor"

"lihat pakaiannya, dia pasti anak rendahan" sambung suara lain.

"cepat berdiri dan tabrak dia agara kalian impas" timpal suara yang berbeda lagi.

kepalaku pusing!

"argggg!" teriakku sembari menutup telingaku dengan kedua tangan. Anak laki-laki itu ikut kaget melihatku, kemudian dia berlari. Perlahan kesadaranku menghilang.

.

.

.

   Saat membuka mata, aku ada di ruangan putih dengan sekat tirai. Ini pasti ruang kesehatan, tapi kenapa aku ada di sini. Tiba-tiba seluruh kejadian tadi berputar di dalam kepalaku, membuat kepalaku kembali terasa sakit. Tolong hentikan! teriakku dalam hati.

"kau benar-benar payah! pantas saja ayah dan ibumu menelantarkanmu"

"lihatlah dia mau menangis"

"pemandangan yang menyedihkan"

   Aku benar-benar terkejut. Bukankah suara-suara yang kudengar di lorong tadi tidak nyata? tapi kenapa suaranya terdengar lagi. ada dua, ah tidak ada total tiga suara. Dari mana asal suara ini.

"hahaha lihat dia kebingungan"

"bukankah wajahnya sangat lucu?"

Suara-suara itu semakin jelas dan terasa semakin dekat.

"jangan takut, kau dengan kami tidak berbeda karena kita adalah satu"

   Mendengar suara itu aku lantas berteriak sekuat mungkin untuk memanggil siapa saja. Tolong siapa saja selamatkan aku. Suara-suara aneh itu terus berbisik kepadaku. Ruangan yang semula sangat hening itu kini dipenuhi dengan suara teriakanku dan juga suara langkah kaki para petugas yang berlari ke arahku.

"ada Taevin? apa ada yang sakit?" ucap salah satu petugas dengan nada cemas sembari menatapku.

Kubuka mulutku untuk menjawab, tapi suara bisikan itu kembali terdengar.

"Taevin jangan lakukan itu"

"Taevin apa kau mau dianggap gila?"

"Taevin hanya kau yang bisa mendengar kami"

"buka mulutmu kalau kau mau dilempar ke rumah sakit jiwa"

   suara mereka semakin kuat terdengar. Suara mereka kini tidak terdengar dekat lagi, tapi memang sudah berada didalam kepalaku. Air mataku perlahan mengalir. Kugelengkan kepalaku untuk merespon pertanyaan petugas tadi.

"tidak ada yang sakit. saya hanya merasa lelah dan mau pulang", ucapku lirih sambil menahan tangis.

"bagus dan berhentilah menangis"

"ingat ini adalah rahasia kita"

   Mereka kembali berbisik sembari tertawa. Suara tawa mereka yang kian membesar membuatku semakin takut. Tolong biarkan aku sendiri. Melihatku yang hanya terdiam sambil menutup telingaku dengan kedua telapak tangan, para petugas yang sebelumnya memandangku cemas kini mengubah raut wajahnya menjadi heran. Mereka pun segera menghubungi ayahku agar aku dijemput dan diantar pulang.

   Namun bukan ayahku namanya jika dia yang akan datang hanya untuk menjemputku. Tentu saja yang datang adalah salah satu pesuruhnya. Tanpa basa-basi aku langsung diantarpulang ke rumah.

   Di kamar, aku mulai memikirkan segala sesuatu yang terjadi hari ini, kenapa emosiku bisa meledak atau kenapa aku bisa mendengan suara bisik-bisk yang aneh itu? mengingat hal tersebut tiba-tiba kepalaku rasanya mau meledak.

   Bangkit dari tempat tidur, aku segera menuju meja belajarku dan segera aku melempari segala barang yang bisa kuraih. Tak sampai disana, aku memutuskan untuk mencari semua barang yang dapat kulempar. Kini dikamarku dipenuhi suara bantingan barang. Lantai kamar dipenuhi barang-barang yang berserak.

   Para pekerja di rumahku segera masuk ke kamar karena kebisingan yang kubuat. Tentu saja melihat kondisi kamarku mereka sangat terkejut.

"tuan muda apa anda baik-baik saja?" tanya pengasuhku cemas. Anehnya sakit kepalaku hilang setelah aku meluapkan emosi dan amarahku. Tidak kalau begini terus aku akan benar-benar gila pikirku.

"bukankah menyenangkan merusak barang-barang di kamarmu?"

"lihat wajahmu, kau benar-benar menikmatinya bukan."

"hei, kalau kepalamu sakit kau tinggal meluapkan amarahmu saja"

"kalau tidak ada benda kau boleh memukul orang lain juga. Hahaha"

   Saran macam apa itu? kenapa mereka begitu kejam. Tidak mungkin aku melampiaskan rasa sakitku dengan memukuli orang lain.

"kau memukul orang lain untuk menghilangkan rasa sakitmu, jadi kau tidak salah"

"benar. Ayahmu kan orang yang berkuasa dia pasti melindungimu jika terjadi masalah"

  Aku benar-benar sudah tidak tahan dengan suara mereka yang memenuhi kepalaku. Kututup telingaku dengan kedua telapak tangan sembari berteriak.

"kalian sangat berisik. Cepat pergi!!"

   namun hasilnya hanya para pekerja di rumahku yang semakin takut melihatku. Mereka pasti menganggapku gila. Suara di dalam kepalaku, kumohon berhentilah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status