Share

Moonlight Kiss
Moonlight Kiss
Author: Scarlette

BAB 1 : TERSESAT

Sampai kapanpun cinta pertama akan menjadi cinta yang tidak pernah terlupakan. Hal itu berlaku bagi hampir seluruh penduduk dunia, begitupun bagiku, jelas aku tidak akan pernah melupakannya. Bahkan sampai saat ini, aku masih terus mengejar cinta pertamaku.

Aku yakin, baik wanita maupun pria yang tidak memperjuangkan cinta, selamanya akan menyesal karena cinta.

Maka dari itu, aku selalu menyimpan baik-baik kenangan cinta pertamaku hingga setiap detail kejadiannya. Terutama aroma manis, lembut, dan segar cherry blossom yang menggelitik hidung dan degup kencang di dalam dadaku pada pertemuan kami di musim semi kala itu. Semua terpatri jelas dalam benakku seperti sebuah fosil. Meskipun cintaku bersemi secara sepihak, saat itu, tiga belas tahun yang lalu.

Usiaku baru dua belas tahun ketika bertemu dengan anak laki-laki itu. Sedangkan usianya baru enam belas tahun.

 Jujur saja, tahun itu adalah perjalanan keluar negeri pertamaku. Aku langsung menyebut Jepang ketika kedua orang tuaku menanyakan tujuan liburan kami.

Ayahku adalah seorang kolektor kartu pos, dan aku sangat terkesan pada salah satu koleksi kartu pos milik ayah yang memuat sebuah foto taman dengan bunga-bunga cherry blossom bermekaran. Pada kartu pos itu tertera sebuah tulisan, Ueno Park, Japan.

Tentu saja, sejak saat itu aku selalu terobsesi untuk dapat melihat bunga cherry blossom secara langsung di Ueno Park. Jadi ketika kesempatan itu datang, aku tidak menyia-nyiakannya. Ayahku memesan paket wisata dari agen wisata kenalan ayah untuk kami bertiga.

Pada awalnya perjalanan itu berlangsung lancar, namun pada sore di hari kedua perjalanan kami permasalah cukup pelik terjadi secara tiba-tiba. Kunjunganku di Ueno Park menjadi petaka. Aku terpisah dari rombongan pemandu wisata dan kedua orangtuaku. Malapetaka itu disebabkan oleh euforia berlebihan sebagai siswa sekolah dasar yang terlalu bersemangat menangkap kelopak-kelopak bunga cherry blossom hingga tanpa sadar telah berlari terlalu jauh dari rombongan.

Kejadian selanjutnya dapat ditebak dengan mudah. Aku tersesat dan menangis histeris. Siswa SD berusia dua belas tahun, yang hanya tahu satu kata berbahasa Jepang, yaitu arigato, dan menyadari betul bahwa Bahasa Inggris yang dikuasai hanya seputar berhitung, menyebut huruf, nama-nama warna, buah, sayur, dan pengenalan diri sebatas, “My name is Sophie-” serta satu lagu berjudul Old MacDonald. Tentu saja, aku atau anak manapun pasti akan menangis histeris bak kerasukan.

Meskipun penduduk Jepang yang melihat keadaanku berusaha singgah dan membantuku dengan menanyakan berbagai hal. Kalimat-kalimat yang mereka ucapkan terdengar seperti bahasa alien di telingaku.

Aku semakin histeris.

“Mama...Papa...Tolong!” Hanya kata-kata itu yang berulang kali terucap di sela-sela tangisanku. Semakin banyak orang mengerumuni, semakin panik dan kencang suara tangisku. Aku hanya dapat menangis sambil menggenggam cincin berbentuk bunga cherry blossom, hadiah ulang tahun dari ayah dan ibu yang selalu kupegang erat ketika ketakutan.

Saat itulah sebuah teriakan terdengar cukup lantang dari arah bangku taman.

“Hei, berisik. Bisa berhenti nangisnya ga sih!”

Suara seorang anak laki-laki tampan dengan rambut belah tengah bergerak anggun oleh tiupan angin musim semi terdengar sangat sinis. Kelopak-kelopak bunga cherry blossom berguguran lembut menerpa kulit halus anak laki-laki yang memandang langit sore berselimut gumpalan kelopak merah muda. Dari jauh, aku dapat melihat bulu mata lebat panjangnya yang terlihat semakin indah ketika ia berkedip.

Gambaran anak laki-laki di bawah pohon cherry blossom sambil duduk menghadap danau kebiruan dihiasi teratai, mengingatkanku pada lukisan tiongkok bergaya guohua yang pernah kulihat di salah satu kartu pos milik ayahku. Kalau mau digambarkan, ketampanan anak laki-laki itu tidak kalah dengan wajah aktor-aktor tampan dalam poster-poster yang dipajang sepupu-sepupu perempuanku di dinding kamar mereka.

Seketika dadaku berdetak kencang ketika mata anak laki-laki itu tertuju padaku. Tanpa sadar sebelah tanganku sudah berada di atas dada, berharap dapat menenangkan debarannya.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. mau follow akun sosmed nya dong kalo boleh?
goodnovel comment avatar
budhikafein
terus menulis ya, Sis. ceritanya bagus.
goodnovel comment avatar
Craft Dede
salah satu bakal novel terbaik dengan potensi development yang cerah. tinggal ditunggu bagaimana progress karakrernya aja
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status