Otakku terus berputar memikirkan rencana tercepat untuk menyelamatkan diri dari tereksposenya identitasku. Penyamaran yang terbongkar di tengah rapat adalah pilihan terburuk. Aku tidak ingin tertangkap hidup-hidup di tengah para penyamun buas, terutama dengan adanya sosok Benny Polim, si pengacara bertangan besi dan berdarah dingin.
Nama lengkap ayahku, Tora Benjamin, terpampang cukup besar pada layar hologram empat dimensi yang ditampilkan oleh A.I. Nana, tepat di samping lambang perusahaan kami Benjamin Law Firm.
“Tora Benjamin adalah pimpinan dari firma hukum Benjamin. Tingkat kemenangan kasus yang ditangani oleh firma hukum ini mencapai tujuh puluh persen. Kebanyakan kasus yang ditanganinya merupakan kasus-kasus yang menarik perhatian publik. Contoh kasus class action serupa yang mereka menangkan dan paling menarik perhatian publik adalah kasus gugatan class action investor pada Ernor Corporation, serta kasus class action masyarak
Di sisi lain Suryo tidak kalah gusar melihat tindakan tidak sopanku. Di dalam ruang meeting, kondisi peserta rapatpun sama gemparnya. Mereka saling berbisik-bisik resah melihat ketidaksopananku. Di tengah situasi kacau ini, Neil seketika menggebrak meja. “Berhenti! Sudah cukup! Sebagai pemimpin rapat, aku meminta seluruh peserta rapat untuk tenang. Saya bisa pastikan kepada Pak Benny dan Pak Suryo bahwa tindakan tidak sopan staf kami ini akan mendapatkan ganjarannya nanti, tapi sekarang saya berikan kesempatan dulu kepada dia yang tidak sopan ini untuk menyampaikan pendapatnya,” Neil mengarahkan seluruh tatapannya kepadaku sebelum dia berbicara lagi dengan nada yang lebih tinggi, “Waktumu lima menit, Sophie! Sebaiknya, apa yang akan kau sampaikan benar-benar berguna!” Neil kemudian diam sembari memajukan tubuhnya dan mengatupkan kedua lengan di atas meja. Ia menatap tepat pada kedua bola mataku sebagai isyarat agar aku mulai bicara. Terdapat ribuan emosi di dalam cah
“Bapak dan Ibu perhatikan ini, cekungan yang perlahan meluas pada setiap peta selama sepuluh tahun ke belakang, jika kita tidak memperhatikannya secara teliti mungkin tidak akan terlihat. Tapi lihat-“ potongku dengan telunjuk yang mengarah pada setiap perubahan cekungan di tiap peta. Kali ini semua orang mengikuti arah tanganku. “Fakta menunjukkan pada peta bahwa dua tahun terakhir telah terjadi pengikisan tanah yang cukup signifikan dan berdasarkan data BMKG, selama kurun waktu yang sama, curah hujan cukup tinggi. Sadarkah Bapak dan Ibu, selama periode itu pula terjadi fenomena gelombang atmosfer Rosby Ekuatorial dan gelombang Kelvin yang menyebabkan cuaca ekstrem, badai dan hujan es di sekitar kita,“ kucondongkan tubuh, kali ini kubiarkan seluruh tubuhku menghadap Neil. Lalu dengan satu tarikan napas, kulanjutkan analisisku. “Silahkan browsing di internet bahwa siklon tropis, badai El Nino dan La Nina juga mempengaruhi curah hujan yang tinggi. Hal-hal ini
Kembali aku mengambil jeda. Kubiarkan peserta rapat merenung mencerna informasi tadi. Bagaimanapun tidak semua hal kusampaikan terang-terangan. Ada detail kecil yang harus kusembunyikan. Sebab aku yakin, Benny si pengacara memiliki insting tajam yang dapat mengendusnya. Apabila tidak hati-hati, Ia akan menyadari bahwa aku seang menggiring agar kasus ini bisa berubah dari force majeure menjadi kasus kelalaian yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Jika terbukti bahwa Orin tidak mengawasi dan tidak melakukan pengecekan pada tanah dan batuan tepi sungai, terlebih tidak melakuan pengecekan pada rembesan limbah. Seperti yang dikatakan oleh Sun Tzu dalam seni berperangnya: bahwa untuk menguasai wilayah yang telah dikuasai dan di blokir oleh musuh, kita harus memaksa musuh untuk keluar dari wilayah persembunyiannya. Sebelum musuh menghancurkan kita, kita harus menyiapkan jebakan demi jebakan. Pancing dan jebak, berikan sedikit informasi untuk mendapatkan lebih ban
Ketika berpapasan dengan kursi Neil, pandangan mataku sempat terpaku kepadanya dan Neil bersikap acuh tak acuh. Ia bergeming pada kursi eksekutifnya dan mengoperasikan flash-C miliknya. Sekilas aku dapat melihat berbagai rumus dan kode algoritma sangat rumit pada layar Cyter dan A.I. Nana. Melihat pergerakan Neil, mendadak aku merasa harus mencari tahu apa yang sedang ia lakukan. Bisa saja aku mendapatkan informasi mengenai cara menerobos perlindungan program A.I. Nana jika mengamati Neil. Begitu sampai pada pintu keluar ruang meeting, Anita langsung mengapit dan bergelayut di lengan kiriku. “Gila, kau gila juga ya? Hahaha, hebat sekali kau bisa punya nyali sebesar itu untuk mengutarakan pendapat. Bukan cuma itu, kau bahkan memotong pembicaraan para pimpinan!” Kedua mata Anita tampak berbinar-binar, “Selama lima tahun aku bekerja di perusahaan ini, aku baru pertama kali lihat kejadian seperti tadi. Aku saja tidak berani melakukan itu. Kau tahu tidak
“Hei, Kau, tidak dengar? Apa yang sedang kau lakukan?” untuk kedua kalinya pemilik sepatu pantopel hitam itu berkata padaku. Aku mendongak dan nyaris terkena serangan jantung ketika melihat sosok di hadapanku. “Pak...Neil..” ucapanku tertelan, nyaris tidak dapat terdengar oleh telingaku sendiri. Apes betul aku ini, semua yang kulakukan tidak berjalan sesuai kehendak. Baru saja keluar dari pertempuran para bromocorah, sekarang harus menanggung kehancuran akibat tertangkap basah mengintip oleh orang yang kuintip. “Jawab, sedang apa, Kau?” tanyanya sekali lagi dengan alis terangkat dan mata menyipit. Apa? Aku harus menjawab apa? Tidak mungkin aku mengatakan sedang mengintipmu! Atau berusaha jujur kalau aku mau membobol Nana untuk menghilangkan foto dan identitasku! batinku terus-menerus menggema. Seakan batinku sedang berduel dengan otak dan mulai menyalahkan kelakuan si otak yang bergerak tanpa berpikir. “Mengintipmu!” Ini gawat, mulutk
“Selesai.... Tapi stockingmu sepertinya sudah rusak parah.” Aku bergegas berdiri dan mundur beberapa langkah, lalu membungkuk dan mengucapkan, “Terima kasih sudah membantuku, aku harus kembali bekerja.” Aku harus kabur secepat mungkin dari situasi ini. “Tunggu, kau pikir urusan kita sudah selesai? Kau tidak bisa kabur begitu saja setelah apa yang kau perbuat!” tukas CEO yang memiliki jejak biru pada area kumis dan janggutnya yang tercukur habis. “Ah, maafkan aku, karena sudah mengintip anda, Pak CEO.” Aku membungkuk dua kali dengan sangat dalam. “Aku terima permohonan maafmu yang ini, tapi kau masih berhutang dua maaf lagi. Pertama, atas kejadian di tengah rapat tadi. Kedua, kau pasti sudah tahu apa kesalahanmu yang lain. Lalu aku sudah berjanji untuk menghukummu. Jadi, mari kita bicarakan perihal ini di ruang meeting.” Neil berjalan mendahuluiku memasuki ruang meeting. Sedangkan aku melangkah dengan sangat berat, mengikuti pria yang sudah berdiri di dalam ru
“Aku berhutang maaf dan penjelasan karena meninggalkanmu begitu saja malam itu? Kau bertanya apakah aku merasa bersalah?” gumamku dengan nada yang nyaris hanya terdengar oleh telingaku sendiri. Rasa bersalah? Aku merasakannya, tapi bukan kepada dirimu. Aku merasa bersalah sekaligus takut pada diriku sendiri. Takut pada kenyataan bahwa aku telah melakukan perbuatan yang tidak bermoral. Takut pada fakta bahwa aku menikmatinya. Gelisah dengan keadaan bahwasanya aku tidak dapat mempersembahkan cintaku yang utuh kepada Gerald lagi, karena kesucianku telah hilang. Aku merasa marah pada keadaan, pada dirimu, pada Jimmy yang membuatku menjadi seperti ini, terlebih pada diriku sendiri. Aku merasa frustasi. Kau pikir tubuhku saat ini terasa baik-baik saja? Aku merasakan perih hingga selalu kesakitan ketika berjalan. Hanya saja aku bertingkah seolah semua baik-baik saja. Aku, bukanlah seorang perempuan cengeng, dan aku adalah seorang pengacara. Ada begitu banyak orang yang meng
Neil mendesiskan tawa. Di sela tawanya, Neil berkata, ”Baiklah, aku akan berterima kasih dan memberimu reward, asalkan kau tetap menjalankan satu hukuman dariku.” Aku memperhatikan pria di hadapanku dengan saksama, napasku memburu untuk memakinya dengan segala sumpah serapah. Segala bentuk antisipasi bangkit dalam tubuhku hingga tanganku mengepal dan bergetar. “Bernyanyilah,” ujar Neil pelan, namun dengan nada yang memancarkan kekuasaan. “Itu hukuman atas sikap tidak sopanmu saat rapat, dan karena telah meninggalkanku tanpa pesan apapun di klub,” sambungnya. “Apa?” Seluruh emosiku meledak, aku nyaris berteriak. “Kau ingin aku menyanyi? Aku harus menyanyi apa?” Mataku berkedip-kedip. Wajahku memerah, tidak memercayai apa yang baru saja kudengar dari mulut Neil. Alih-alih kaget melihat kemarahanku, Neil justru terlihat tenang. Ia mengedipkan matanya persis seperti yang kulakukan. “Terserah, yang penting menyanyilah. Otakku sudah terlalu suntuk,