Share

Dunia yang asing

Ira terbangun dari tidur singkatnya ketika sinar matahari diawal musim panas merambat di jendela asramanya, menggeliatkan tubuh dengan pelan berusaha menyerap energi positif dikamarnya. Dibuka jendela kamar di CnD dormitory yang pemandangannya langsung menghadap fakultas teknik Universitas Surya Cendekia. Ini adalah hari pertama dia bangun dari kasur asramanya setelah pindahan kemarin.

Ira memilih tinggal di dormitory demi menghemat pengeluaran, sebenarnya ada tiga pilihan dormitory yang bisa dipilih, pertama elite dormitory, fasilitasnya paling lengkap dibanding dorm yang lain, untuk kamar mandi dan dapur menyatu dengan kamar yang cukup luas, ada juga fasilitas wifi, laundry, minimarket, mushola, kamar untuk tamu, gim mini, dan ruangan dengan cctv, menyesuaikan dengan fasilitasnya, dorm kampus ini dipatok dengan harga tertinggi, sekiar 1.500.00-2.000.000 perbulan. Yang kedua ada Midly Dormitory, fasilitasnya lumayan lengkap dengan kamar mandi dalam, namun untuk dapur terpisah setiap bloknya menjadi dapur umum, ada juga tambahan fasilitas lain seperti wifi, ruangan dengan cctv, laundry, dan minimarket, dan harganyapun standar untuk kantong mahasiswa, yaitu berkisar 800.000-1.200.000 ribu. Ira memilih untuk menetap di CnD Dormitory, karena harganya yang terjangkau sekitar 400.000-600.000 perbulan, dengan fasilitas yang cukup seperti kamar, dapur dan kamar mandi umum, laundry, wifi, dan cctv.

Setidaknya dengan harga dorm yang murah, ia bisa mengalokasikan sisa uang pada kebutuhan lain yang mendesak Aliran udaya yang masuk melalui celah jendela dorm memang sejuk, lebih menghemat biaya pengeluarannya karena tidak perlu membeli kipas angin meskipun saat ini cuaca sedang panas-panasnya, angin yang merambati tubuhnya lantas membuat adel betah berlama-lama berdiri didepan jendela menikmati pemandangan dikamarnya yang terletak diblok C lantai tiga kamar 310.

Ira mengumpulkan tenaga dan berlanjut untuk mempersiapkan diri di acara ospek hari pertama. Tidak banya properti yang digunakan, memakai atasan batik dan celana hitam, memakai pantofel hitam, juga tas yang berisi guidebook ospek dan buku catatan, ira sudah sangat siap menuju gedung auditorium USC. Disepanjang perjalanan banyak terlihat kakak tingkat yang memakai almamater kampus berwarna krem, dengan logo USC dibagian dada kanan, juga memakai topi dengan logo USC dibagian depan. Mereka berjalan searah dengan mahasisa baru menuju auditorium, ada juga yang sedang membawa dan mempersiapkan properti untuk kebutuhan ospek. Para kakak tingkat terlihat keren sekali, sampai-sampai ia tak bisa menyembunyikan rasa kekagumannya, tampilan mereka rapi dan classy namun tetap memperlihatkan senyum yang ramah kepada mahasiswa baru, ini diluar dugaan Ira yang biasanya kegiatan ospek terlihat suram dengan tampiran kakak tingkat yang garang dan suka melakukan perpelancoan, berbeda dengan image yang terbentuk di ospek USC, semoga saja berjalan dengan menyenangkan, pikir Ira.

Wow, ruang auditorium melingkar yang ukurannya setengah lapangan bola itu megah sekali, kebanyakan properti yang tersedia memiliki ornament berwarna silver, yang paling menonjol adalah kursi duduk berwarna merah menyala sontak kontras dengan properti yang lain. Memang auditorium ini seringkali digunakan untuk wisuda, conference, seminar, dan kegiatan akademik lainnya. Perasaan Ira diliputi kekaguman dan berdebar-debar, untuk duduk saja dia kebingungan karna banyak sekali kursi kosong yang belum diisi, rasanya sangat kikuk, lalu ia ingat kalau mereka harus duduk di kursi sesuai dengan kelompok yang ia dapatkan. Dibukanya pesan w******p group semalam yang menunjukkan kalau ira ada di kelompok 7, untuk mengetahui posisi kelompoknya, ira harus melihat papan petunjuk yang terpasang di tiap sekat barisan kursi, dan ketemu! Ira berjalan cepat menuju kelompoknya dibarisan depan panggung. Ada sekitar 26 orang dikelompoknya, ira bergabung di gerombolan itu sembari menyunggingkan senyum manis, berusaha memberikan kesan pertama yang baik untuk teman-teman barunya.

“permisi, ini acaranya belum mulai ya?”

Ira bertanya basa-basi. Semua orang disampingnya menoleh serentak, dengan mata membulat dengan ekspresi yang rumit diterjemahkan. Seketika wajah Ira memerah, badannya terasa kikut menunggu respon dari teman kelompoknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status