Share

4. Panggil aku Ra Putra Airlangga

Dia memandangku dengan pandangan misterius.

“Aku tidak tahu ada nama desa Surabaya, Semarang atau Jakarta” katanya lirih, lebih ke dirinya sendiri.

Desa? Memang nggak ada nama desa Jakarta atau Surabaya cui, itu nama kota. Kota besar! Tapi seriusan nih orang nggak tahu Jakarta dan Surabaya? Apakah seberat itu amnesianya? Aku menyesal tidak membawanya ke rumah sakit langsung. Bagaimana kalau sampai terjadi apa-apa dengannya malam ini di sini? Meninggal? Aku akan berurusan dengan polisi, jadi tersangka utama. Aku dengan tinggi 155 cm ini, mencelakai lelaki yang cocok menjadi espionage sekelas Jason Bourne.

“Memang kamu benar tidak tahu Jakarta atau Surabaya?” tanyaku.

“Apakah kedua desa tersebut berada di wilayah negara Majapahit?”

Dari tadi orang ini ngomongin negara Majapahit terus, kita kan bukan berada di era Patih Gajah Mada!

“Kedua kota tersebut ada di wilayah Indonesia, negara persatuan republik Indonesia, nusantara, NKRI harga mati!” kataku asal.

“Nusantara … kalau begitu ini masih wilayah Majapahit” gumamnya.

Majapahit? Duuh bikin pusing kepala berby nih.

“Halooo … memang menurut kamu ini tahun berapa?” tanyaku mulai agak sabar, jelas-jelas orang ini ngelantur kelas akut dan entah kenapa aku bisa-bisanya terjebak dengan orang ngelantur kayak gini.

“1279 saka”

12 ... what?”

“1279 saka. Aku Pa …,” dia tidak meneruskan kalimatnya, air mukanya menunjukkan keragu-raguan. “Aku Ra Putra Airlangga” lanjutnya, seperti aku tahu saja siapa itu Ra Putra Airlangga.

Aku melongo dengan bentuk mulut membetuk capital O, setelah beberapa detik lalu aku menepuk pipi kanan dan kiriku sendiri.

“Ada yang salah dengan kedua pipi kamu?”

“Pipiku nggak bermasalah tapi mungkin pendengaranku yang bermasalah” sahutku cepat. “Maksud kamu tahun 1279 saka?”

“Wilayah ini sangat asing buat aku …”

Aku tidak menghiraukan ucapannya. “Ini tahun 2021, corona masih jadi pandemic, aku belum dapat vaksin, padahal sudah pengen banget dapet vaksin supaya hidup kembali agak normal” racauku tidak jelas. Lalu aku meraih laptop yang tergeletak di sudut meja “ini namanya laptop, dari sini kita bisa mengetahui apapun yang terjadi di seluruh dunia” dengan cepat aku mengetik laman berita international BBC, Al Jazeera, Telegraph. “Bisa untuk menonton apapun yang sedang trend di seluruh dunia” aku ketik laman youtube asal-asalan. Menunjukkannya ke arah M. Airlangga. Wajahnya dipenuhi tanda tanya.

“Kamu tau mengenal benda ini?”

“Apa ini?”

“Ini laptop … teknologi” lalu aku mengambil remot kontrol dan menyalakan televisi “ini namanya televisi, apa kamu kenal semua benda ini?”

Dia berbalik menatap ke arahku “sekarang bukan tahun 1279 saka?”

Aku menggeleng pelan. Kepalaku mendadak pusing “kamu benar berasal dari masa lalu? Maksudku tahun saka adalah masa lalu, sekarang kita memakai tahun masehi”.

“Aku berasal dari kerajaan Singosari dan di jamanku kami berpegangan dengan tahun saka”

Oh nooooo … aku melangsek ke dalam sofa yang aku duduki. Mencubit pahaku beberapa kali. Sakit! Jadi jelas aku bukan bermimpi.

“Bagaimana kamu bisa ke sini?” dengan cepat aku mengetik di mesin pencari untuk mencari tahu tahun saka 1279 ada di berapa tahun masehi. “1357 masehi, berarti kamu time traveled 664 tahun ke masa depan. Bagaimana mungkin”

“Jadi benar sekarang ini aku tidak berada di era Majapahit” gumamnya lebih ke diri sendiri.

“Yeee … era Majapahit mana ada televisi dan laptop” sahutku sewot. “Bagaimana kamu bisa tiba-tiba ada di sini, mmmm maksud aku kamu tiba-tiba muncul di depan mobilku tadi?”

Wajahnya seperti mengingat-ingat sesuatu “aku sedang dalam perjalanan menuju Majapahit,” dia terdiam seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu.  “Lalu tiba-tiba ada petir menyambar dan … aku berada di depan benda itu”

“Mobilku maksudnya?” tanyaku, memastikan sesuatu yang sudah jelas pasti.

“mo-bil”

Memang ada petir besar ketika tiba-tiba mobilku menabraknya. Tapi apa mungkin, for God sake ini tahun 2021. Covid 19 itu mungkin, sudah merajalela malah, tapi time traveled man? Aku membayangkan adegan film science fiction Hollywood, tapi masalahnya ini bukan Hollywood dan aku bukan actress, bintang iklan saja bukan apalagi actress hollywood.

“Aduh kepalaku jadi pusing….” Aku mendongak ke arahnya, tidak tahu mesti memanggil dia apa.

“Panggil aku Ra Putra Airlangga, aku Pangeran dari keraton Singosari”

Gila, tidak cukup dia bisa time travelled sekarang dia adalah seorang Pangeran juga. Kepalaku mendadak pusing.

“Ra Putra Airlangga … of course … iya” kataku dengan nada bingung, selintas aku membayangkan duduk bersimpuh dan menyembah. Atau aku harus kneel seperti sedang menghadap Khaleesi di Game of thrones? Masalahnya dia bukan Khaleesi, dia adalah Pangeran, prince, keturunan dari seorang raja, entah raja yang mana karena pengetahuanku tentang sejarah memang sangat minim.

“Saya mau tidur, sudah malam lagian capek sehabis nyetir jauh” tiba-tiba aku menemukan pencerahan. Tidur!

Solusi jitu! Besok pagi aku terbangun dan ternyata ini semua hanya mimpi, aku masih ada di bandung dan masih bebas menikmati batagor lagi. Sepuasnya!

A ha!

Aku berjalan ke arah kamar ketika menyadari ada makhluk bernama Ra Putra Airlangga masih duduk di sofaku. Kemudian aku kembali dengan membawa bantal dan selimut, biarpun ini cuman mimpi tidak mengurangi kebaikan hatiku yang memang sudah dari sononya.

“Ini bantal dan selimut, di jaman Majapahit mungkin berbeda … anyway, selamat tidur” kataku sembari memberikan bantal dan selimut yang diterima dengan terbengong oleh Mr. Airlangga, oh eh Pangeran … aaaarrrggghh … aku mau tidur saja.

Aku terbangun ketika cahaya matahari pagi mulai menggelitiki mukaku, seolah tidak rela aku bisa tertidur lelap. Menggeliat cantik untuk meregangkan otot-otot, aaahhh segarnya. Kata Tante Lia “nanti kalau kamu sudah umur 40 tahunan, bangun pagi badan itu malah terasa kaku-kaku”, aku masih tidak mengerti apa maksud perkataan Tante Lia, bangun pagi ya segar kok malah kaku. Seperti biasa aku melakukan rutinitas pagi dengan terbengong di tempat tidur, mencoba membangunkan seluruh jiwa raga yang masih menolak untuk turun dari kasurku yang empuk ini. Meeting dengan mbak Dila nanti jam 9, cemen pikirku sambil lagi-lagi mengulet cantik. Aku akan memakai dress biru mudaku saja, dengan stiletto cantik warna merah yang belum lama aku beli. Aku tersenyum membayangkan diriku bak Carrie Bradshaw berjalan cantik di jalanan New York, padahal aku belum pernah ke New York.

Pangeran Airlangga!

Ingatan tentang dia membuat aku sontak duduk tegak di tempat tidur. Apakah semalam hanya mimpi, aku menabrak seseorang yang mengaku sebagai seorang Pangeran dari Singosari dan dia aku bawa ke apartemenku.

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status