Share

BANTUAN YANG MENCURIGAKAN

"Elle ... aku tahu kamu itu pintar, aku juga tidak peduli kamu mau menganggapku apa. Aku hanya mau kamu balas budi sedikit, oke? Aku tunggu kabar baik darimu, teman tersayangku."

=====

Estelle Clarice mendebas keras setelah menghempaskan tubuhnya ke sofa tempat yang beberapa menit lalu Julia duduki. Duduk dengan tubuh sedikit membungkuk. Kedua tangannya ia letakan pada pelipis dengan siku yang bertengger di atas paha. Beberapa jemarinya bergerak memijat pelan area yang berdenyut. Setelahnya, Estelle mengusap kasar wajahnya.

Ucapan-ucapan tidak masuk akal dari Julia membuat kepalanya ingin meledak. Jika saja cincin itu hanyalah benda tanpa memiliki arti, tentu sekarang dirinya tidak akan berada di tempat gaduh ini. Pun tidak akan dimanfaatkan oleh wanita ular itu.

"Berengsek! Sial! Haruskah aku merelakan cincin itu?" gumam Estelle. Bibirnya tertutup rapat dengan mata yang menatap lantai. 

Tidak. Dirinya tidak boleh kehilangan benda itu. Cincin itu adalah cincin tunangannya. Benda yang menurutnya sakral seperti cincin pernikahan. Sudah setahun ia memakai benda itu. Estelle menyesal, harusnya tadi sore ia tidak melepas sembarangan dan harusnya, ia menaruh cincin itu di saku.

Wanita dengan bentuk mata almond itu menghela napas. Kini tubuhnya di sandarkan ke sofa. Dingin dari permukaan bahan kulit itu langsung menembus punggung yang tertutup kemeja dan blazer greynya. Alasan mengapa ia melepaskan cincinnya, adalah karena benda itu beberapa kali ingin terlepas dari jemarinya.

Berat badannya turun, membuat cincin itu jadi melonggar. 

Niatnya, ingin disatukan dengan kalung. Namun, karena ada telepon masuk yang menyebabkan ia berbincang lama dengan sang adik, Estelle jadi lupa dengan cincin yang sudah ia taruh di atas wastafel. 

"Argh! Julia itu, benar-benar gila! Bagaimana bisa aku mendatangi pria itu kemudian menanyakan hal pribadinya? Apa sih, yang dia rencanakan?!"

"Nona, boleh aku duduk di sini?"

Suara bass pria membuat gerutuan hatinya berhenti. Estelle melirik malas pada pria berambut pirang yang tersenyum hangat padanya. Sejenak, ia lupa kalau dirinya sedang berada di tempat paling berbahaya ke dua di dunia ini.

Pria itu tetap duduk meskipun belum diizinkan, bahkan terlihat tidak peduli pada tatapan tidak suka dari Estelle. 

"Sepertinya, Nona baru pertama kali datang ke sini," Basa basi sang pria.

Sebenarnya, sejak awal pria tersebut sudah memperhatikan Estelle dan Julia dari jauh. Namun, sayangnya ia tidak bisa mendengar percakapan mereka. Pakaian yang berbeda jauh dengan Julia, ditambah wajah merengut Estelle sejak masuk ke diskotek ini, membuat dirinya yakin kalau wanita dengan rambut ikat asal itu baru pertama kali datang ke tempat ini.

Estelle tidak menanggapinya. Matanya lurus melihat ke arah pria yang Julia incar. Pria itu sedang diam sambil meneguk minumannya, meski beberapa detik lalu Estelle melihatnya berbicara pada bartender yang kemudian entah sudah keberapa kali menuangkan minuman ke gelas cantik di sana.

"Hm, seleramu tinggi juga." Estelle melirik sinis pada pria yang baru saja kembali menatap dirinya. Bisa ia tebak kalau pria berjaket beledu gelap itu telah menelusuri arah pandangnya. "Yah, wajar saja ... Dave memang selalu menarik perhatian di sini tapi sayang, setiap wanita yang tertarik dengannya hanya bisa memandangnya seperti ini," lanjutnya diakhiri dengan senyum miring.

Refleks Estelle menegakkan punggungnya. "Kamu tahu pria yang duduk di konter bar sana? Pria yang lengan bajunya digulung ke atas itu? Siapa tadi namanya? Dave? Oh my God, kenapa tidak bilang dari tadi?!"

Si pria terbahak mendengar runtutan tanya Estelle setelah tadi terang-terangan mengacuhkan dirinya, sekarang bahkan berani, menyalahkannya? Wah ... untung saja ia pandai membaca situasi, jadi, telinganya bisa mendengar suara indah Estelle.

"Nona, tidak kenal siapa dia?" Estelle menggeleng pelan. "Mau aku beritahu soal, Dave?" Estelle mengangguk mantap. Pria itu terkekeh melihat tingkah Estelle. "Dia itu, tidak suka dengan wanita. Kalau Nona mau tetap berada di sini, sebaiknya urungkan saja niatmu yang ingin mendekatinya, dia--" 

Bibir tipis di sana kini terbuka membentuk bulatan sama seperti matanya, tangan yang sempat meremas sofa sekarang malah menutupi mulutnya. Estelle cukup kaget mendengar informasi tersebut. 

"Jadi, dia ... gay?" potong Estelle, rasa prihatin menjalar untuk Julia.

Gelegar tawa puas terdengar bersaing dengan dentuman musik di sana. "Ya tuhan, Dave memang tidak suka dengan wanita tapi, dia bukan gay! Ingat, bukan gay! Astaga, jangan sampai Dave mendengar ini, bisa-bisa jadi bumerang sendiri buatmu, Nona," sahutnya gemas. Estelle benar-benar lucu! Menyela ucapannya kemudian menyimpulkan seenaknya.

"Kalau begitu, aku bisa 'kan mendekatinya hanya untuk bertanya?"

"Nona benar-benar tidak tahu apapun, ya? Cari aman saja, sebaiknya jangan ganggu dia. Namun, lain cerita kalau Nona, seseorang yang cukup berkuasa."

Estelle mendebas frustasi. Ia benar-benar tidak mengerti, mengapa harus berbelit-belit seperti ini hanya untuk mendapatkan informasi? Sudah pusing dengan suara musik, pusing memikirkan harus bagaimana mendekati pria itu dan sekarang, pusing dengan orang yang berbicara setengah hati itu! Sebenarnya, pria itu ingin memberitahunya atau tidak, sih?! Kenapa harus bawa-bawa kekuasaan? 

"Aku hanya orang biasa, oke? Jadi, tolong katakan saja dengan jelas, kenapa aku tidak boleh mendekat? Apa dia orang yang cukup berbahaya? Yakuza? Gengster? Argh! Pokoknya, berikan aku semua informasi yang kamu tahu tentang dia. Please ...."

Sang pria menyugar rambutnya, lalu menyandarkan punggung dengan kedua tangan yang terbentang ke samping kemudian ditenggerkan ke sofa. Melihat Estelle memberikan wajah memelas seperti anak kucing, membuat hatinya sedikit goyah. Namun, ia juga tidak mau sembarangan memberikan informasi soal Dave. Ia masih mau hidup.

"Haah, tidak semudah itu, Nona ... sekali lagi aku katakan, ini juga demi kebaikanmu. Lakukan seperti apa yang aku katakan tadi, jangan men-de-ka-ti-nya. Kalau ingin bermain, ada aku. Aku, juga pintar bermain ...."

Estelle langsung menatap sinis. Sepertinya, tidak akan mudah menggali informasi dari pria yang duduk di sampingnya itu. Melihat si pria malah tersenyum menjijikan, Estelle langsung mengalihkan pandangannya. Menatap pria yang menjadi target Julia. 

"Apa dia sengaja minum sebanyak itu? Bagaimana kalau perutnya sakit? Apa dia sedang haus? Minuman yang baru dibuatkan, langsung habis dalam sekali teguk," batin Estelle, kini tubuhnya kembali bersandar. "Apa yang harus aku lakukan ... Julia sialan!" lanjutnya masih berbicara dalam hati.

"Apa yang ingin Nona ketahui dari Dave?"

Estelle melirik kemudian kembali memandang Dave. "Rahasia. Kamu tidak perlu tahu," balasnya, bagaimana bisa ia mengatakan kalau apa yang ingin dicarinya adalah, kesukaan, kelemahan dan tipe wanita Dave. Estelle tidak mau di anggap aneh.

"Hmm, Nona ingin membayar berapa jika aku bisa menyediakan waktu untuk Nona berbicara dengannya?"

Ini kesempatan bagus, harusnya Estelle senang ada yang menawarkan bantuan. Namun, wajah wanita itu malah terlihat muram. "Jangan bermain dengan uang. Aku tidak punya uang banyak untuk membeli informasi darimu." Estelle bangkit dari sofa. "Sudahlah, lupakan perbincangan kita tadi. Aku pergi."

"Hei." Sang pria menyambar lengan Estelle. "Aku tidak janji untuk membuatmu bisa berbicara dengannya tapi, akan aku usahakan. Juga, tidak semua kebaikanku dibayar dengan uang. Jadi, tunggu di sini sampai aku memberikan tanda."

Estelle tergugu, memandang pria pirang itu mendatangi Dave. Banyak pikiran yang harus segera ia analisis. Kenapa pria itu mau membantunya? Apa yang akan pria itu lakukan pada Dave? Dari obrolan mereka tadi sepertinya Dave orang yang berbahaya. Terlebih, apa maksudnya tidak semua dibayar dengan uang? Apa ia harus membayar dengan tubuh? Gila! Kalau begini, lebih baik ia kehilangan cincin itu!

Apa dirinya kabur, saja?

Bersambung ....


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status