Share

Mr. Gynophobia
Mr. Gynophobia
Penulis: DaisyLia

CINCIN

Hai readers yang baik hati, jangan lupa Rate bintangnya, yaa^^

thanks, happy reading!

Ingar bingar ruangan besar yang dingin. Namun, tetap membuat tubuh panas. Lampu-lampu redup berkelip di sana, memanjakan lautan manusia yang bergoyang mengikuti irama dari seorang disk jockey. Berdansa dengan ritme yang membuat panas seluruh tubuh. Bau minuman keras menjadi tambahan candu orang-orang di sana.  

Pakaian minim yang seksi, kebanyakan dipakai oleh pengunjung wanita-wanita di sana. Helaian kain yang membungkus mengikuti lekuk tubuh membuat para pria meneguk air liurnya. 

Semua menikmati suasana malam yang semakin ramai--salah--tidak semua menikmatinya.

Di ujung ruangan, ada seseorang memakai rapat long blazer grey dengan rambut tercepol asal, wanita yang berdiri dengan pandangan tajam, menatap tidak suka pada wanita lain yang sedang asik duduk bersandar menikmati wiski.

"Jadi, kamu yang mengambil cincinku, hm?" tanya dari wanita berambut cepol, suaranya sedikit dikeraskan sebab beradu dengan riuh musik di sana. Kedua tangannya mulai bersedekap di dada. Dirinya benar-benar tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat.

Mengirimkan pesan spam kemudian menyuruhnya datang ke NightBar. Jika Ia tahu kalau teman sekantornya yang mengambil cincin itu, tentu ia tidak akan pernah mau datang ke sini. Ia paling anti datang ke tempat-tempat minuman beralkohol. Menurutnya, alkohol itu gerbang pembuka pintu dari segala bencana! Juga, ia benci pada ruangan dengan suara yang menurutnya sangat memekakkan telinga ini.

Satu sudut bibir tertarik kecil. "Estelle sayang, jangan salah paham, aku tidak mengambil, melainkan menemukannya. Harusnya, kamu bersyukur cincin itu tidak jatuh ke tangan orang lain atau dibuang petugas pembersih," balas sarkastis wanita yang duduk sambil menggoyang pelan benda kaca berisi es batu dan wiski. Dibalik bibir gelas, senyum puas tercipta.

Estelle memutar bola mata seraya mendebas kesal. "Justru karena itu kamu, Julia! Kenapa dari sekian banyak orang, harus kamu yang menemukan cincinku!" Estelle mengulurkan tangan kanannya. "Mana sini, cepat berikan cincinku," lanjutnya, melihat Julia di kantor saja sudah membuat dirinya pusing. Sekarang, di luar kantor pun masih harus bertemu dengan wanita bermuka dua itu! Rasanya ingin muntah!

Estelle Clarice, wanita yang menginjak usia di angka dua puluh lima tahun. Bekerja di perusahaan GI yang berjalan di bidang asuransi. Estelle selalu mendapatkan predikat karyawan terbaik setiap bulannya. Hal sempurna yang mengundang kecemburuan sosial.

Julia, adalah rekan kerja Estelle. Tokoh antagonis yang selalu merasa tidak suka dengan kehadiran Estelle. Sejak bergabungnya Estelle di perusahaan GI, predikat karyawan terbaiknya selalu direbut oleh Estelle. Mendengar pujian dari atasan saja membuat Julia kesal setengah mati. Ditambah lagi, sikap sok suci Estelle yang selalu menolak jika diajak minum-minum oleh karyawan GI. Pokoknya, banyak sekali yang tidak Julia sukai dari Estelle!

"Elle, aku harap kamu tidak menjadi kacang yang lupa pada kulitnya."

Estelle berdecih. Sudah bisa ia duga kalau Julia menginginkan sesuatu darinya. "Apa kamu manusia yang pantas untuk diberikan kata terima kasih, hm?"

Julia tertawa renyah. "Jangan begitu, kalau orang lain dengar, nanti aku bisa di cap wanita jahat," timpal santai Julia, satu tangan terlipat di perut sedang tangan kanannya masih setia memegang gelas berisi air yang paling Estelle benci.

"Menukar bahan kerja rekan sekantor, menghapus file laporan di laptopku, selalu menolak ide-ide dariku. Dan juga, terus menerus membuatku terlibat masalah-masalahmu! Apa dengan begitu dirimu belum bisa disebut wanita jahat? Kamu beruntung aku tidak mengadukan semua tingkahmu pada Pak Ronald!"

Julia terkekeh. "Jangan sembarangan menuduh ... lagi pula, tidak ada bukti aku melakukan itu semua, bukan?" sambarnya, menyeringai dengan satu alis yang ditarik ke atas, tatapan matanya seakan sedang mengejek Estelle. 

Estelle mendengkus. Mau membalikkan ucapan Julia rasanya tidak bisa. Memang benar, selama ini tidak ada satu pun bukti yang bisa ia dapatkan atas kejahatan ataupun kecurangan Julia. Beruntungnya, Estelle itu cerdas. Jadi, selama ini usaha Julia yang ingin menjatuhkannya selalu berakhir sia-sia. Wanita bermata aswad itu juga bingung, kenapa Julia selalu bisa terbebas dengan mudah dari masalah-masalah yang terbilang bisa menjatuhkan perusahaan. 

"Tenanglah, cincinmu akan aku kembalikan, asal, kamu mau menunjukkan rasa terima kasihmu, mudah 'kan?" sambung Julia, kini kedua matanya beralih lurus memandang hamparan manusia yang berada di lantai dansa.

Estelle ikut membuang pandangannya. Sudah jenuh berlama-lama di sini apalagi berdebat dengan Julia. "Apa yang kamu mau."

Julia melirik, kemudian tersenyum miring. "Aku hanya ingin kamu melakukan sesuatu untukku."

"Sesuatu?" tanya bingung Estelle, kepalanya langsung menoleh kembali pada Julia, alis yang tertata rapi dengan ujung yang menekuk pas itu refleks ia tarik. Firasat tidak enak menguar di hatinya.

"Kamu lihat pria di sana?" Julia menggerakkan dagunya ke arah meja bar. "Pria tampan yang memakai baju kasual hitam, dia sedang berbicara dengan bartender." Julia menatap Estelle. "Aku ingin kamu mencari tahu tentang pria itu, soal apa saja kesukaannya, tipe wanitanya dan kelemahannya."

Apa? Estelle memandang tajam Julia. Permintaan yang gila! 

"Kenapa tidak kamu tanyakan saja sendiri, sekarang? Julia, kali ini, apa yang sedang kamu rencanakan?!" desis Estelle, menurutnya ini sangat mencurigakan. Pria tersebut berada dalam ruangan yang sama dengan mereka, kenapa harus ia yang melakukannya? Apa karena Julia itu malu? Hell no! Wanita seperti Julia itu urat malunya sudah putus, atau bahkan Tuhan lupa menciptakan hal itu untuk Julia! 

"Saranku, cari informasinya diam-diam dan juga, tolong ingat kalau aku tidak mau kamu membawa-bawa namaku saat berbicara dengannya. Hmm ... sebulan sepertinya cukup untuk mencari tahu segala hal yang aku inginkan. Bagaimana? pertukaran yang setimpal, bukan?" 

"Setimpal? Hah! Kamu gila! Aku tidak mau melakukan hal itu! Cepat kembalikan, cincinku!" tandas tegas Estelle. Sepertinya, suhu tubuhnya sekarang sama dengan orang-orang di sana. Hati bahkan kepalanya semakin panas setiap mendengar kalimat yang diucapkan wanita bergaun pendek ungu gelap itu.  

Julia menaruh gelas wiskinya kemudian berdiri. Melangkah pelan mendekati Estelle. "Sepertinya benda itu sangat penting buatmu, ya? Tapi, bagaimana ini? Aku lupa di mana menyimpan cincinmu. Ah ... kalau kamu mau melakukan apa yang aku suruh, mungkin kepala ini akan ingat ada di mana barang usang itu." Satu tangannya menepuk pelan bahu Estelle kemudian mengusapnya seakan ada debu di sana. "Elle ... aku tahu kamu itu pintar, aku juga tidak peduli kamu mau menganggapku apa. Aku hanya mau kamu balas budi sedikit, oke? Aku tunggu kabar baik darimu, teman tersayangku."

Julia membenturkan tubuhnya ke tubuh Estelle. Pergi dari sana dengan seringaian puas, ia sangat bersyukur dengan apa yang terjadi hari ini.

Ingatannya kembali saat jam kerja selesai. Sebelum pulang, Julia menyempatkan diri untuk mampir ke toilet. Di sana, tepatnya di atas wastafel, ia menemukan sebuah cincin emas yang warnanya terlihat sudah sedikit memudar. Awalnya ingin mendiamkannya. Namun, saat memikirkan kalau cincin adalah benda berharga bagi semua orang. Apalagi bentuknya yang polos seperti cincin yang biasa dipakai untuk bertunangan ataupun menikah.

Julia jadi mengambil benda itu. Niatnya ingin mengembalikan pada pemiliknya yang sudah bisa ia pastikan kalau si empunya cincin itu adalah karyawan GI.

Baru ingin mencari si pemilik, Estelle sudah ribut lebih dulu menanyakan soal cincin pada setiap orang di kantor dengan wajah paniknya, Julia pun langsung tersenyum lebar mengetahui hal itu. 

Ini keberuntungan yang sempurna untuknya. Sekarang, ia yakin rencananya akan berjalan lancar.

Pria yang ia targetkan tadi adalah orang pertama yang bisa membuat ia bertahan selama tiga tahun dengan label cinta sepihak. Sebenarnya, bisa saja ia datang mendekat kemudian menggodanya. Namun, sebuah rumor tentang pria itu membuat Julia berpikir ribuan kali untuk mendekatinya. 

Entah rumor itu benar atau tidak. Sekarang, Julia ingin memastikannya lewat Estelle. Toh, jika benar ... Estelle-lah yang akan menanggung akibatnya dan Jika rumor itu salah, Julia bisa mendekati pria itu dengan mudah karena mendapatkan informasi yang akan diberikan Estelle.

Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui!

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status