All Chapters of Mr. Gynophobia: Chapter 1 - Chapter 10
101 Chapters
CINCIN
Hai readers yang baik hati, jangan lupa Rate bintangnya, yaa^^ thanks, happy reading!     Ingar bingar ruangan besar yang dingin. Namun, tetap membuat tubuh panas. Lampu-lampu redup berkelip di sana, memanjakan lautan manusia yang bergoyang mengikuti irama dari seorang disk jockey. Berdansa dengan ritme yang membuat panas seluruh tubuh. Bau minuman keras menjadi tambahan candu orang-orang di sana.   Pakaian minim yang seksi, kebanyakan dipakai oleh pengunjung wanita-wanita di sana. Helaian kain yang membungkus mengikuti lekuk tubuh membuat para pria meneguk air liurnya.  Semua menikmati suasana malam yang semakin ramai--salah--tidak semua menikmatinya. Di ujung ruangan, ada seseorang memakai rapat long blazer grey dengan rambut tercepol asal, wanita yang berdiri dengan pandangan tajam, menatap tidak suka pada wanita lain yang sedang asik duduk bersandar menikmati wiski. "Jadi, kamu yang mengambil cin
Read more
BANTUAN YANG MENCURIGAKAN
"Elle ... aku tahu kamu itu pintar, aku juga tidak peduli kamu mau menganggapku apa. Aku hanya mau kamu balas budi sedikit, oke? Aku tunggu kabar baik darimu, teman tersayangku."=====Estelle Clarice mendebas keras setelah menghempaskan tubuhnya ke sofa tempat yang beberapa menit lalu Julia duduki. Duduk dengan tubuh sedikit membungkuk. Kedua tangannya ia letakan pada pelipis dengan siku yang bertengger di atas paha. Beberapa jemarinya bergerak memijat pelan area yang berdenyut. Setelahnya, Estelle mengusap kasar wajahnya.Ucapan-ucapan tidak masuk akal dari Julia membuat kepalanya ingin meledak. Jika saja cincin itu hanyalah benda tanpa memiliki arti, tentu sekarang dirinya tidak akan berada di tempat gaduh ini. Pun tidak akan dimanfaatkan oleh wanita ular itu."Berengsek! Sial! Haruskah aku merelakan cincin itu?" gumam Estelle. Bibirnya tertutup rapat dengan mata yang menatap lantai. Tidak. Dirinya tidak boleh kehilangan benda itu. Cinc
Read more
WANITA ITU, MENAKUTKAN!
"Aku tidak janji untuk membuatmu bisa berbicara dengannya tapi, akan aku usahakan. Juga, tidak semua kebaikanku dibayar dengan uang. Jadi, tunggu di sini sampai aku memberikan tanda."====="Dengarkan aku Alan! Sekali saja, jangan tanyakan aku ada di mana. Aku meneleponmu karena takut kamu menungguku. Sudah, aku harus segera menyelesaikan urusanku. Jangan khawatirkan aku."Estelle menutup ponselnya kemudian menaruh di saku blazer. Memandang lantai dansa yang penduduknya semakin berkurang. Wajar, ini sudah jam tiga pagi. Ia juga sudah menunggu selama enam jam di tempat itu. Beruntung hari ini dirinya sedang mendapat jatah libur. Yah ... sejak kemarin hanya bagian itu yang bisa ia sebut beruntung. Julia benar-benar wanita pembawa sial.Rasanya mau muntah, padahal ia tidak minum apa pun di sana. Sejak lahir sampai sekarang, kakinya baru menginjak lantai diskotek, tempat yang teramat ia benci. Estelle mendengkus kesal. Menonton pria pirang yang e
Read more
GYNOPHOBIA
“Pergi. Pergi kalian semua!” ===== Pagi yang terasa dingin. Cahaya mendung masuk dengan lembut menembus tirai-tirai putih di sana. Pancaran langit yang meredup itu membaur satu dengan cahaya lampu tidur di ruangan itu. Rasa hangat menyebar dalam kamar. Mengingat di luar masih turun salju, penghangat ruangan menjadi salah satu penyelamat pria yang sedang terbaring di ranjang. Menyelamatkan tubuhnya dari kedinginan yang membekukan semua benda di luar.Rasa puas bermain di alam mimpi, membuat kelopak mata berbulu lentik yang terpejam itu bergerak. Jam persegi panjang kecil di atas nakas sudah menunjukkan pukul sebelas siang.Dave membuka perlahan matanya, iris emerald yang indah langsung disambut cahaya dari luasnya langit, membuat sang pria mengerjapkan mata, terkejut dengan cahaya terang yang padahal tidak terlalu menyilaukan.Melenguh berat seraya merasakan denyutan tidak nyaman di sekitar pelipis serta ubun-ubun kepalanya. Posis
Read more
BLOOM FLORIST
"Kurang ajar! Dasar ular! Argh! Kenapa jadi sulit begini, sih?! Itu cincinku! Milikku! Kenapa harus susah payah hanya untuk mengambilnya kembali?" gerutu Estelle, tubuhnya terbungkus rapat dengan coat merah bata dan mafela yang melingkar di leher.Tujuan memakai pakaian hangat agar dirinya tidak kedinginan di tengah hamparan salju, tetapi rasanya percuma karena sepertinya, tanpa baju-baju itu pun tubuh Estelle bisa tetap hangat bahkan kepanasan sebab bara amarah di hatinya semakin meningkat. Entah sudah berapa kali wanita dengan tinggi badan 164 sentimeter itu menghembuskan napas demi meredakan amarahnya. Namun, rasa geram hatinya tidak juga kunjung mereda ... dan semua itu karena ulah Julia. Hari ini, Estelle datang menemui Julia untuk meminta kembali cincinnya, sekaligus menolak permintaan yang menyuruhnya untuk mencari informasi tentang Dave, tetapi semua itu sia-sia saja. Julia tidak mau mengembalikan barang miliknya sebelum ia memberikan informa
Read more
PENGAGUM RAHASIA
"Bukankah akan lebih cepat kalau tuan mau menyebutkan nama daripada bermain tebak menebak seperti ini?"=====Bloom Florist, Queens-New York."Ah ... maaf, Elle, ini aku--" Bibirnya langsung merapat ketika melihat Estelle yang tiba-tiba saja menjulurkan lengan kanannya. Telapak tangannya terbuka dan berdiri tegak, tanda agar dirinya berhenti bicara."Em, Sam?" Sam mengangguk membenarkan, hati yang senang tidak bisa ia sembunyikan. Binar dari mata yang bernaung di bawah dua alis tebal sudah menampakkannya dengan jelas. Sam senang Estelle bisa mengingatnya. Tebakkannya dibenarkan, Estelle pun langsung membekap mulutnya. Sedikit tidak percaya kalau orang di hadapannya adalah orang yang membantunya semalam. Auranya benar-benar berbeda."Ya Tuhan, ternyata benar ya, kesan pertama seseorang itu tergantung dari penampilan."Sam hanya bisa tersenyum mendengarnya. Apa segitu berbedanya? Dan lagi, kesan pertama seperti apa, dirinya
Read more
DIA, IBLIS YANG TERLUKA
“Aneh sekali mendengarmu berkata seperti itu,” ujar Dave yang baru keluar dari lift kemudian berjalan ke tempat mobilnya terparkir. Sejak kemarin ia sudah kembali ke Winter penthousenya setelah menyelesaikan beberapa tugas pekerjaaan yang diberikan Sam.   Kira-kira sudah satu menit tangan kirinya itu menggerayangi area belakang leher, memberikan pijatan singkat untuk otot-otot yang terasa kaku. Jujur saja, sekarang badannya terasa sangat lelah, padahal ia sudah tidur selama lima jam.   Semalam, Dave masih harus menyelesaikan beberapa berkas laporan yang berakhir hingga pukul dua dini hari dan paginya, ia juga masih harus mengerjakan urusan lain. Kesibukannya bukan tanpa alasan, bukan hanya karena ia seorang calon pewaris Hotel Polaris. Namun, karena ada sesuatu yang harus ia lindungi.   “Jangan terlalu berpikir rumit, aku ‘kan hanya bertanya, apa obatmu sudah diminum atau belum?”
Read more
INISIAL J.E
Estelle menggenggam erat tali tas yang tergantung pada bahu kirinya. Menggigit bibir dalam, bukan karena dingin dari bekas hujan salju yang turun deras semalam, melainkan karena sedang menahan rasa lelah dan kesal. Sudah beberapa hari ini ia dihadapkan masalah sepele yang menguras emosinya dan semua itu hanya karena sebuah cincin.“Ya Tuhan, semuanya benar-benar menyebalkan ... dari awal semua ini memang tidak masuk akal!” gerutu Estelle.Wanita bermake up tipis itu berjalan dengan cepat sambil mengingat kejadian kemarin. Di mana dirinya ditinggal begitu saja oleh Dave setelah menunjukkan reaksi yang membuat dirinya sedikit tersinggung, pria itu pergi membawa mobil besarnya.Entah kenapa akhir-akhir ini, ia merasa seperti orang bodoh. “Apa sih yang sedang aku lakukan? Menambah masalah hidup saja!” lanjutnya, kemudian menyeruput kopi hangat yang ia beli di kafe dekat halte bus.Tidak lama kemudian, Estelle berhenti di depan sebuah g
Read more
SALAH PAHAM
“Apa? Operasi?” ===== “Sudah kubilang, aku tidak melakukan apa pun padanya! Jadi, berhenti memikirkan wanita itu dan bekerjalah dengan benar!” geram Dave pada ponselnya. Berdiri bertumpu pada kaki kiri dengan satu tangan bertolak pinggang, pria itu mendebas kesal. Entah sudah berapa kali Sam meneleponnya hanya untuk menanyakan hal yang sama. Sam bertanya, apa yang sudah ia lakukan pada teman wanita yang bahkan namanya saja tidak ia ingat meski sudah diucapkan berkali-kali dalam perbincangan mereka. “Sial, memangnya jadi salahku kalau wanita itu tidak mau menerima teleponmu,” lanjutnya menggerutu, menatap layar ponsel yang masih menyala. Ini sudah yang keempat kalinya ia memutuskan sepihak panggilan dari Sam. Kemarin, saat bertemu mereka tidak membahas hal ini. Dave tidak bilang apa pun pada Sam tentang apa yang terjadi di basementnya. Toh, itu tidak penting, pikirn
Read more
KERICUHAN RUMAH SAKIT
 “Dengar Tuan, aku sungguh tidak tahu apa yang membuatmu marah, tapi aku harus pergi sekarang, permisi,” ujar Estelle=====“Mau pergi ke mana kamu, hm? Kamu pikir aku akan diam dan melepasmu lagi, hah?!” tukas Dave, tangannya langsung ditepis Estelle.“Terserah Anda mau berpikir atau berbicara apa,  aku-tidak-peduli!” balas Estelle, kemudian berbalik pergi. Sungguh, dirinya sedang tidak ingin menghadapi pria itu, meski sejak beberapa jam lalu hatinya terus mengutuk Dave. “Hei penguntit! Apa sekarang kamu mau berpura-pura suci karena  sudah tertangkap basah olehku, hah?!” teriak Dave, suara yang menggema di lorong membuat langkah Estelle terhenti.Mata Estelle terpejam seraya menekan semua gigi-giginya. Tangan putihnya juga ikut terkepal erat, ia benar-benar tidak suka pada tingkah ke kanak-kanakan Dave.Belum terlalu siang, tetapi kesabarannya sudah melewati garis maksimal
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status