Share

PENGAGUM RAHASIA

"Bukankah akan lebih cepat kalau tuan mau menyebutkan nama daripada bermain tebak menebak seperti ini?"

=====

Bloom Florist, Queens-New York.

"Ah ... maaf, Elle, ini aku--" Bibirnya langsung merapat ketika melihat Estelle yang tiba-tiba saja menjulurkan lengan kanannya. Telapak tangannya terbuka dan berdiri tegak, tanda agar dirinya berhenti bicara.

"Em, Sam?" Sam mengangguk membenarkan, hati yang senang tidak bisa ia sembunyikan. Binar dari mata yang bernaung di bawah dua alis tebal sudah menampakkannya dengan jelas. Sam senang Estelle bisa mengingatnya. 

Tebakkannya dibenarkan, Estelle pun langsung membekap mulutnya. Sedikit tidak percaya kalau orang di hadapannya adalah orang yang membantunya semalam. Auranya benar-benar berbeda.

"Ya Tuhan, ternyata benar ya, kesan pertama seseorang itu tergantung dari penampilan."

Sam hanya bisa tersenyum mendengarnya. Apa segitu berbedanya? Dan lagi, kesan pertama seperti apa, dirinya di mata Estelle?

"Jadi, kamu kenal dia?"

Estelle mengangguk membenarkan pertanyaan Noel. Detik berikutnya, pria paruh baya itu pun memandang Sam penuh penilaian.

"Jangan melihatnya seperti itu, aku berhutang budi padanya karena dia telah membantuku," tegur Estelle merasa tidak enak pada Sam. Meskipun begitu, ia juga menikmati rasa canggung di antara dua pria di sana. Yah ... melihat mereka mengingatkan dirinya pada seseorang dari masa lalu.

Sejenak Noel diam dan kembali menatap Sam yang tersenyum kikuk. Bagaimana tidak canggung diperhatikan lekat-lekat seperti itu. Rasanya seakan Noel bisa membaca isi kepala dan hatinya.

"Hm ... utang budi ya? Kalau begitu, sekarang kamu ajak dia makan. Kamu juga pasti belum makan 'kan?" balas Noel, tangan kanannya menepuk bahu Estelle. Dilihat dari bersihnya baju Estelle, ia pun tahu kalau putrinya yang pergi sejak siang tadi itu pasti belum makan. 

"Oh, itu tidak perlu, Paman ... aku kemari hanya untuk memastikan Elle ada di sini. Kalaupun Elle bersedia makan denganku, aku bisa menunggunya sampai dia selesai bekerja," sambar Sam merasa tidak enak. Dipikirannya, Estelle bekerja di sana dan Noel adalah bos Estelle. Jadi, ia merasa tidak enak kalau Estelle menemani dirinya, padahal belum selesai bekerja.

"Pfttt!" Noel dan Sam serempak memandang Estelle. "Padre, bukankah dia sangat manis?" ucap Estelle meminta pendapat pada Noel. Seorang pria yang baru dikenal mau menunggu sampai ia selesai bekerja, bukankah itu terdengar manis? Bahkan adiknya saja tidak pernah mau menunggunya.

"Tidak manis sama sekali. Sweetheart, ingat apa yang selalu aku katakan?" tegas Noel dengan wajah serius.

"Jangan mudah terbuai dengan kata manis, atau diri sendiri yang akan tersakiti," ucap Noel dan Estelle bersamaan.

"Padre, aku sudah sangat hafal dan mengerti itu."

Estelle memaksakan senyumnya dan Noel tahu itu. Rasa sedih dan kecewa masih ada di hati putrinya, sampai saat ini Estelle masih belum mau menceritakan semuanya. Namun, sebagai ayah, ia tahu betul hati anaknya sedang terluka dan semua itu karena seseorang atau ... bisa juga karena dirinya yang telah membuat kenangan buruk untuk anak-anaknya. Entahlah, untuk sekarang ia hanya perlu menjaga Estelle dari orang-orang yang ingin menyakiti hati anak perempuannya, seperti Estelle yang telah merawat dirinya dengan sabar saat ia terpuruk.

*

*

SkyCoffee Cafe, Queens-New York.

"Apa, kakimu benar tidak apa-apa?" tanya Sam yang melirik, mengintip ke bawah meja hanya untuk melihat kaki Estelle. Sekarang, mereka sudah berada di sebuah kafe sederhana. Kafe yang berada tepat di seberang toko bunga Bloom Florist.

Estelle yang sedang memajukan kursinya pun menggeleng. "Jangan khawatir. Tadi aku sudah bilang tidak apa-apa, 'kan?"

"Haah, bagaimana tidak khawatir, kakimu menginjak pecahan kaca seperti menginjak rumput."

Estelle mendebas malu. Mengingat bagaimana ceroboh dirinya tadi. Saat Noel memberitahukan kalau ia melupakan mafelanya dan saat bagaimana ia menarik kain rajutnya itu sampai membuat vas kaca jatuh, kemudian kakinya yang kaget malah loncat ke arah serpihan kaca. Noel hanya bisa menggeleng, menghela napas lalu terkekeh, sudah terbiasa dengan tingkah sang putri. Berbeda dengan Sam yang kaget dan takut Estelle terluka.

"Sudah, tolong lupakan," pinta Estelle, kalau dibahas terus, mukanya akan berubah menjadi kepiting rebus. Untungnya ia memakai sepatu boot yang tebal. Jadi, serpihan kaca yang ia injak tidak sampai melukai kakinya.

"Kenapa? Malu?" Sam terkekeh saat menerima delikan sinis dari wanita bersurai chestnut gelombang di depannya itu.

Iya, Estelle memang selalu bisa membuatnya tersenyum bahkan terbahak. Sudah lama ia memperhatikan dari jauh wanita berbentuk mata almond tersebut. Sejak ia tahu ada wanita yang suka tersenyum dengan ceria di toko bunga itu, Sam selalu menyempatkan diri untuk datang ke kafe ini setiap akhir pekan.

Sayangnya, dirinya tidak pernah sempat atau bahkan memiliki keberanian untuk menyapa Estelle. Hanya sesekali ia membeli bunga dan wanita itu ternyata tidak mengenalinya. Kemarin, dirinya pun cukup terkejut melihat Estelle bisa ada di diskotek dan dari sana juga, sekali lagi ia tahu kalau Estelle adalah wanita yang berbeda dari kebanyakan wanita di kota ini.

"Sudahlah. Sekarang katakan, bagaimana kamu bisa tahu keberadaanku?"

"Aku tidak menyangka, kalau pria di toko bunga itu adalah ayahmu, aku pikir dia adalah bosmu. Unik juga memanggilnya dengan Padre," alih Sam. Pengalihan yang disadari Estelle dan ia memilih untuk mengikuti alur baru yang dibuat Sam.

"Wow, kamu, bisa bahasa spanyol?" tanya Estelle, tidak menyangka kalau Sam mengerti panggilan Padre, ditambah pelafalannya sangat tepat. Detik berikutnya mata Estelle melihat makanan dan minuman yang sedang di tata pelayan. Sebenarnya, banyak yang ingin ia tanyakan. Namun, nanti saja ... untuk sekarang, ia akan menahannya.

Mata Sam menyipit. "Parezco un tonto?"

"Pfft! Hahaha!" Estelle tergelak, bagaimana mungkin Sam mengatakan itu dengan wajah serius. Ya Tuhan,  bagaimana ia harus merespon pertanyaan itu. 

"Hei, aku tersinggung dengan tawamu. Jadi benar, kalau tampangku terlihat seperti orang bodoh? Sial. Aku pikir wajahku ini sudah sangat menjelaskan kalau aku ini orang yang pintar." 

Mendengar dumelan Sam yang seperti itu, membuat Estelle semakin terbahak. Perutnya sampai terasa sakit. "Tunggu, biarkan aku bernapas dulu." Estelle mengambil tisu di atas meja untuk mengeringkan sedikit air mata yang keluar dari sudut matanya. "Haah ... bagaimana bisa kamu mengakui tampang bodohmu dengan wajah serius itu, ah, ya ampun, tapi terima kasih ... setidaknya kesalku hilang berkat kamu," lanjutnya dengan telunjuk yang masih membersihkan sudut-sudut mata dari air matanya.

Kesal? Inginnya menanyakan lebih lanjut. Namun, Sam mengurungkannya, sebab ia merasa itu adalah hal privasi dan dirinya masih sebatas orang asing, meski beberapa jam lalu mengatakan dengan lantang pada Dave kalau Estelle adalah temannya. Setidaknya, Sam tahu kalau rasa kesal wanita itu sudah pergi membuih karena ulahnya.

"Minum dulu." Sam mendekatkan minuman Estelle. Tertawa geli seperti itu pasti membuat tenggorokan kering. "Boleh aku bertanya?" Estelle mengangguk. "Bagaimana kesan pertamamu saat melihat penampilan diriku yang semalam dan yang sekarang?" lanjutnya, jujur saja sejak tadi dirinya sangat penasaran dengan hal itu.

Estelle berdeham, hampir saja pertanyaan Sam membuatnya tersedak. "Penasaran?" Sam mengangguk seraya menyandarkan punggungnya. Bersiap mendengarkan penilaian Estelle tentangnya. 

Dua jari Estelle melepas sedotan. Wajahnya terlihat serius. "Kalau begitu, jawab dulu pertanyaanku. Bagaimana kamu bisa tahu aku ada di sana?"

Sam terdiam dengan seringaian misteriusnya. Mata mereka saling bertumbukkan, satu memandang dengan wajah serius sedang satu lagi menatapnya penuh arti.

“Penasaran?” balas Sam, mengajukan pertanyaan yang sama dengan Estelle.

“Come on, aku tidak bercanda. Jujur saja, aku tidak akan mau dekat dengan orang yang banyak menyimpan rahasia. Kalau hal ini saja tidak bisa membuatmu jujur denganku, sepertinya hubungan kita cukup sampai di sini.”

“Jadi, kamu berharap hubungan kita berlanjut?”

“Aku itu netral, semua itu tergantung lawan dan sepertinya yang ingin hubungan ini berlanjut adalah, dirimu.” Estelle tersenyum miring, satu jari menggiring beberapa surai gelombangnya ke belakang telinga.

Sam terkekeh seraya menundukkan pandangannya. Menarik. Firasatnya benar soal Estelle, sejak pertama kali melihatnya, Estelle memang wanita yang menarik dan sekarang, ia juga tahu kalau Estelle itu wanita yang cerdas. Ucapannya sangat tepat sasaran. Estelle benar, dirinya-lah yang ingin hubungan mereka berlanjut. Kalau tidak mengharapkan itu, untuk apa dia menaruh perhatian begitu lama pada seorang wanita penjual bunga.

Tidak lama, Sam pun mengaku kalau ia sering memperhatikan Estelle dari kafe ini. Ia juga mengaku kalau dirinya kaget melihat Estelle ada di diskotek kemarin.

Yah ... agak sedikit merinding saat Estelle tahu kalau Sam sudah memperhatikannya sejak enam bulan lalu. Tidak menyangka kalau dirinya memiliki pengagum rahasia.

Waktu terus bergulir. Suara musik di sana menjadi iringan dua orang yang terus berbincang sambil menghabiskan makanan yang sudah habis separuh, saling bertukar cerita tentang masing-masing hidup mereka, meski tidak semua setidaknya, mereka berdua merasa bisa melanjutkan hubungan mereka dengan label pertemanan.

“Beritahu aku, Dave itu orang yang seperti apa? Apa dia itu pria yang kasar?” tanya Estelle. Setelah Sam mengaku kalau Dave adalah temannya, ia jadi ingat kembali dengan kejadian menyeramkan yang telah menimpanya. Dan dirinya ingin tahu orang seperti apa Dave itu.

Sam menarik satu alis tebalnya. Ada rasa was was saat Estelle berkata seperti itu. “Kenapa bertanya seperti itu? Apa ada masalah saat kamu mengantar dia pulang?”

Sebelum membalas ucapan Sam, Estelle membersihkan tenggorokannya dengan sedikit menyeruput minuman ice tea lemonnya. “Dia mencekikku. Kalau supir taksi tidak membantuku, mungkin pagi ini aku sudah menjadi mayat.”

Sam langsung terdiam, debaran jantungnya meningkat. Kini, kepalanya terasa panas karena ulah dari hati yang sedang dipenuhi amarah. Kenapa Dave tidak mengatakan apapun padanya soal ini?

“Oh iya, karena kamu teman Dave. Tolong beritahu aku jadwalnya, besok aku ingin bertemu dengannya, aku belum me--”

Pertanyaan Estelle membuat Sam kembali menarik diri dari lautan amarahnya. “Apa? Apa kamu tidak takut untuk bertemu dengannya lagi?” serunya tiba-tiba, tidak habis pikir mengapa Estelle masih mau bertemu dengan Dave setelah apa yang telah ia terima dari pria gynophobia itu.

“Aku takut, tetapi aku harus tetap bertemu dengannya. Ada yang ingin aku tahu dari dirinya.”

“Soal apa? Tanyakan saja padaku,” tawar Sam, sejujurnya ia ingin memberitahu Estelle kalau Dave mengidap fobia aneh. Namun, ia rasa ini bukan haknya untuk memberitahu kelemahan temannya pada teman barunya.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status