"Selamat datang, Pak. Saya Nadella Paramita yang ditunjuk Pak Haria untuk menjadi sekretaris anda."
Mata Raka melebar sempurna. Pria itu tidak mengeluarkan sepatah katapun. Dia benar-benar syok dengan apa yang dilihatnya sekarang.
"Della?"
Della mengangguk cepat. Gadis itu tersenyum lebar pada Raka. "Benar, Pak. Pak Raka boleh panggil saya Della."
Raka termanggu. Saat terakhir bertemu Della, hubungan mereka tidak baik. Bahkan yang terburuk, Della melihatnya bercumbu dengan gadis lain di toilet.
Kemudian mereka hilang kontak sama sekali. Dan Raka memutuskan untuk pergi ke Bali. Saat pulang, mereka bertemu kembali namun saat ini Della sudah berubah.
Gadis yang ada di hadapannya ini, sangat berbeda dengan Della satu tahun yang lalu. Penampilannya masih sama. Wajahnya pun sama. Tapi Raka meresa dia seperti bukan Della. Raka bahkan tidak mengenali Della yang sekarang.
Memangnya sejak kapan dia mengenal Della?
Gadis itu terlihat bingung saat Raka menatapnya tanpa kedip. Della melambai di depan wajah Raka. Membuat pria itu tersadar seketika.
"Bapak baik-baik saja?" tanyanya.Raka refleks menggeleng. Namun sedetik kemudian dia mengangguk. "Y-ya. Aku baik-baik aja," ucapnya tanpa sadar.
Della terdiam sejenak. Gadis itu berdehem pelan karena merasa tak enak akan pandangan mata bosnya yang tidak teralih sedikitpun.
Dipandangi sedekat dan seintens itu oleh Raka Milan, atasannya yang seorang cassanova dan penakhluk wanita, begitu yang Della dengar dari teman-temannya, membuatnya panas dingin. Tanpa sadar gadis itu meremas jemarinya karena gugup.
"K-kamu..." Ucapan Raka terhenti saat mendengar suara pintu diketuk dari luar.
Pria yang tadi mengantarnya kesana muncul dari balik pintu.
"Maaf, Pak. Anda sudah ditunggu oleh Pak Haria dan yang lain."Raka mengangguk pelan. "Saya akan segera kesana!" ujarnya. Lalu dia kembali memandang Della.
"Kita kesana sekarang!" perintah Raka.
Dan Della langsung mengangguk. Gadis itu terus tersenyum saat berlalu dari hadapan Raka. Tentunya hal itu makin membuat Raka kebingungan.
Kenapa Della terlihat baik-baik saja disini? Sedangkan dirinya...
***
Raka bersandar lelah di kursi ruangannya. Setelah acara penyambutan selesai, dia langsung kembali ke ruangannya. Dia tidak tahan untuk berada disana terlalu lama. Sepertinya di pergi begitu lama, sampai rasanya tidak nyaman saat kembali ke kantornya sendiri.
Perlahan, Raka memejamkan mata. Ingatannya kembali berputar tentang saat di acara penyambutan tadi di aula. Pria itu tidak sekalipun melepaskan pandangan dari sekretaris barunya.
Dia sungguh merasa bingung melihat perubahan Della. Gadis itu berubah. Melihat gelagat dan sikap yang ditunjukkan Della, Raka merasa gadis itu sudah tidak lagi membencinya. Dan itu aneh.
Kalau setahun lalu Raka selalu melihat kebencian di mata gadis itu, namun tidak saat ini. Della bersikap seolah begitu senang melihat Raka.
Itu tidak wajar bagi Raka. Dia tau kesalahannya tidak mungkin bisa termaafkan oleh Della. Raka sudah banyak membuatnya terluka.
Jadi kalau gadis itu tiba-tiba bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa dengan mereka, itu benar-benar...
Raka tersentak saat mendengar suara pintu diketuk dari luar. Tak lama, orang yang menyita pikirannya masuk dengan senyuman lebar.
"Siang, Pak. Saya disuruh Pak Haria memberitahu Bapak, kalau Pak Haria menunggu Bapak untuk makan siang bersama."
Hening. Raka tidak menjawab sedikitpun.
Della mengerutkan keningnya. Gadis itu bingung melihat Raka yang hanya diam mematung sembari menatapnya.
"Pak?"
Della mendekati Raka saat tidak mendapatkan jawaban apapun darinya.
"Pak Raka?" Della menyentuh lengan Raka.
Dan saat itupula Raka memegangi tangannya. Della yang kaget langsung mundur ke belakang.
"Kenapa kamu bisa tiba-tiba ada disini?" tanya Raka.
"S-saya tadi-"
"Aku tanya kenapa kamu ada disini!"
Della mundur beberapa langkah dengan wajah ketakutan saat Raka membentaknya. Wajah Raka terlihat tegang. Della bisa merasakan aura kemarahan Raka di sekitarnya.
"Pak Haria-"
"Aku nggak tanya kenapa kamu kesini! Aku tanya kenapa kamu bisa ada disini!" teriak Raka sekali lagi.
"Maaf, Pak. Saya minta maaf kalau saya menganggu Bapak. Saya akan keluar sekarang, Pak."
Della sudah berbalik badan dan hendak melangkah keluar ruangan Raka. Namun panggilan Raka sontak membatalkan niatnya.
"Della!"
Della menoleh ke arah Raka. Wajah Raka sudah tidak setegang tadi. Pandangannya sudah agak melembut. Tentu hal itu membuat Della sedikit tenang.
"Sejak kapan kamu bekerja disini?"
"Sudah sejak enam bulan lalu, Pak."
Raka mengangguk kecil pada gadis itu. "Siapa yang merekrut kamu?"
"Pak Haria sendiri, Pak."
"Pak Haria?"
Della mengangguk. Gadis itu tersenyum kecil pada Raka. Dan itu membuat Raka langsung mengalihkan pandangannya ke samping.
Dia tidak suka melihat senyum Della yang seolah menyiratkan tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Raka benci itu.
"Pak Raka pasti kenal Verona, kan? Kakak saya itu istrinya Mas Romeo. Nah saya kenal Pak Haria juga karena beliau mertuanya Kak Ve. Dulu waktu mereka nikah, Pak Raka-"
"Aku tau itu, Della! Kamu nggak perlu jelasin tentang keluargaku!"
Della menunduk takut-takut. "Maaf, Pak. Saya nggak-"
"Dan jangan panggil aku Pak!"
"Lalu... Pak Raka mau dipanggil apa?"
Raka memandangnya lekat. "Panggil aku kayak dulu aja," ujarnya.
Della terdiam. Raut bingung terlihat jelas di wajahnya. "Kayak gimana, Pak?"
Raka mendesah pelan. Apa Della benar-benar membencinya sampai melupakan panggilan kesukaan Raka itu?
"Jangan pura-pura nggak tau!" ujar Raka ketus.
"Saya kan emang nggak tau, Pak."
Raka mendengus. "Aku tau kamu benci sama aku. Tapi nggak harus seperti ini, Dell. Aku nggak mau kita saling membalas kayak gini. Aku mau kita damai."
Pria itu menoleh pada Della dan lagi-lagi dia hanya melihat kebingungan di wajah Della.
Raka menghela nafas lelah. "Udahlah! Aku keluar dulu! Aku capek ngomong sama kamu! Lama-lama aku bisa stroke kalau ngeladenin kamu!"
Della ternganga melihat Raka berlalu keluar ruangan dengan wajah masam. Gadis itu bertanya-tanya dalam hatinya. Kenapa Raka bisa seperti itu? Padahal kan Della tidak merasa berbuat salah.
"Dasar orang aneh! Untung ganteng," gerutu Della.
***
"Kamu pulang sama siapa, Dell?"
Della maju mendekat pada Raka. "Kenapa, Pak?" tanyanya.
Raka berhenti menandatangani dokumen di depannya. Lalu berganti menoleh pada Della.
"Kamu pulang sama siapa?" tanyanya lagi.
"Oh... saya bareng sama Pak Haria."
Raka menaikkan sebelah alisnya. "Bareng sama Papaku?"
Della mengangguk-angguk.
"Emangnya kamu tinggal dimana?"
Raka kembali memeriksa dokumen yang tadi dibawa Della itu. Pekerjaan hari ini sangat banyak meski dia baru saja masuk kerja. Dan mungkin besok akan lebih banyak lagi.
Karena itu Raka ingin menyelesaikannya secepat mungkin. Agar dia bisa pulang lebih cepat dan beristirahat di rumah. Atau pergi ke club. Pikirannya perlu dijernihkan disana.
"Saya kan tinggal di rumah Pak Haria."
Raka mematung. Pulpen yang dia pegang terlepas dari tangannya.
Apalagi ini?
“Enak?”Raka mengangguk cepat kemudian meletakkan sendok yang habis dia gunakan untuk mencicipi sup buatan Della ke atas meja dapur. “Aku mau mandi dulu terus makan. Gerah banget habis jogging.”Della tersenyum kecil. Gadis itu kemudian mematikan kompor dan menyiapkan sarapan untuk Raka di meja makan. Della tidak bisa menahan senyumnya saat ini. Hatinya merasa sangat senang dan damai. Berada di apartemen Raka saat ini sepertinya lebih baik dari pada pulang ke rumah ketika dirinya dilanda patah hati.Della sungguh-sungguh berterima kasih kepada Raka karena sudah memberinya tumpangan dan menemaninya di saat dia sedang berada di ambang kehancuran. Bagaimana tidak, pria yang selama ini dia sayangi, tunangan sekaligus sahabatnya, tega berselingkuh di belakangnya. Apalagi dia berselingkuh bukan dengan orang jauh, tapi dengan sahabat dekat Della sendiri.Rasa sakit hati yang dirasakan oleh Della makin berlipat-lipat dari sakit hati biasa. Della kemudian duduk di kursinya, menunggu Raka yang
Raka berlari secepat mungkin setelah keluar dari lift. Pria itu langsung bergegas ke arah apartemennya. Belum sampai di depan pintu, dari kejauhan pria itu melihat sosok yang sangat dia kenali sedang duduk bersandar di dinding apartemen sambil menutup wajahnya. Raka segera menghentikan kakinya. Pria itu memandang lama sosok tersebut.Raka menghela nafas panjang. Dengan melangkah pelan pria itu mendekat padanya. Raka berjongkok tepat di depan gadis itu. Dan rupanya gadis itu tidak sadar jika ada orang lain bersamanya."Kamu ngapain disini, Del?" tanya Raka dengan suara begitu pelan dan lembut karena takut mengagetkan Della.Della sontak mendongak dan kaget begitu melihat Raka ada di hadapannya. "Kak Raka? Kok bisa ada disini?"Raka mendesah lirih. "Harusnya aku yang tanya kenapa kamu bisa ada disini," jawabnya. "Kamu ngapain disini? Bukannya kamu harusnya udah ada di Surabaya? Katanya Mama kamu sakit kan?" ujar Raka.De
Raka keluar dari mobil dengan terburu-buru lalu membuka pintu dengan kuat. Begitu ada di dalam rumah, pria itu berteriak dengan keras, "Mama! Ma!""Mama!" Karena tak mendapatkan jawaban, pria itu segera berlari ke atas menuju ke kamar mamanya. "Mama!"Kasih keluar dari kamar dengan wajah dongkol. Wanita itu segera menepuk kepala Raka dengan majalah yang tadi dia baca. Niatnya untuk bersantai sore ini malah terganggu karena teriakan putra bungsunya."Kamu ini teriak-teriak di rumah Mama! Kamu kira ini di hutan apa?" geramnya."Della mana, Ma? Dia sakit apa? Udah panggil dokter belum?" tanyanya bertubi-tubi.Lagi-lagi Kasih merasa dongkol karena pertanyaan Raka. Anak itu bukannya minta maaf karena mengganggu waktu santai mamanya, malah justru menanyakan sesuatu secara tidak sabaran seperti itu."Della nggak ada!" balas Kasih ketus."Nggak ada kemana, Ma?""Pulang ke Surabaya."&nbs
Della mengetuk pintu ruang kerja Raka dengan ragu. Suara Raka yang menyahuti dari dalam membuat Della mengambil nafas panjang. Ini adalah pertama kalinya gadis itu merasa bimbang ketika akan melangkah masuk ke ruangan bosnya itu.Biasanya dia selalu enjoy meskipun Raka sedang marah-marah. Hanya dia satu-satunya pegawai yang tidak takut dimarahi oleh Raka. Karena memang selama ini, menurut pengalaman Della, Raka tidak pernah marah kepadanya. Sebesar apapun kesalahan yang diperbuat oleh gadis itu, Raka akan memaafkannya. Termasuk menghilangkan kontrak dengan perusahaan dari Jepang Minggu lalu.Kala itu, perusahaan Raka membuat kontrak kesepakatan untuk memakai bahan-bahan dari Jepang untuk produk furniture terbaru yang akan diproduksi oleh perusahaan mereka. Pria itu mempercayakan Della untuk menyimpan surat kontrak tersebut segera setelah meeting. Namun karena teledor, Della kehilangan surat tersebut.Dan tanggapan Raka mal
Suasana ball room sebuah hotel bintang lima saat ini sangat ramai. Acara ulang tahun perusahaan Indo Milan digelar dengan sangat meriah. Para karyawan, klien serta perwakilan dari kantor cabang sudah berdatangan, memenuhi ruangan gedung yang sangat luas tersebut.Della berjalan dengan gugup di belakang Raka. Ini adalah pesta pertamanya dan pergi ke pesta sebesar ini tentu membuatnya grogi dan agak tidak nyaman. Apalagi dengan penampilannya yang sangat berbeda dengan hari-hari biasa. Dia sangat tidak percaya diri meski Raka berkali-kali meyakinkannya jika Della sangat menawan malam ini."Della!"Della sontak mendongak. "Ya?""Kenapa berhenti?"Della tergagap. Gadis itu bergegas mempercepat langkahnya dan mengikuti Raka yang sudah berada di depan. Namun Della masih menjaga jarak dengan Raka. Karena dia takut akan menjadi bahan pembicaraan orang di kantor. Menjadi sekretaris Raka saja sudah membuatnya jadi bahan cibiran dan sindiran. Apalagi jika seka
Raka mengakhiri rapat pagi ini dengan senyuman ceria. Sehingga membuat para staf merasa kebingungan. Tumben sekali bos mereka tersenyum. Padahal tidak ada sesuatu istimewa yang terjadi. Sangat membingungkan, mengingat pria itu kemarin marah-marah tidak jelas pada semua orang di kantor.Dan pagi ini, seperti sebuah keajaiban. Raka bersikap sangat ramah pada para staf yang mengikuti rapat. Ulang tahun perusahaan akan segera tiba. Karena itu diadakan rapat untuk membentuk panitia penyelenggaraan ulang tahun perusahaan.Sepanjang acara Raka terlihat begitu antusias. Padahal di rapat ulang tahun perusahaan tahun-tahun yang lalu, pria itu tidak mau terlibat sedikitpun. Namun kali ini pria itu terlihat begitu bersemangat menyambut hari penting bagi perusahaan.Sikap Raka itu tak pelak membuat karyawannya kebingungan sekaligus senang. Setelah minggu-minggu yang kelam disana, pelangi pun datang juga. Setelah semua kesulitan y