Share

3. Wanita Rahasia

    Seorang pria berbalut kaos tipis dan celana pendek sedang berkutat di dapur. Gerakannya cekatan dan terampil. Di atas meja sudah terhidang jenis makanan yang dapat menggelitik penciuman dan membangkitkan selera makan. Sesekali ia melirik lorong kecil yang terdapat dua pintu saling berhadapan.

Krek! Suara pintu terbuka menjadi perhatian pria yang sedang memindahkan hidangan ke meja makan minimalis.

    "Aleeya, kemarilah kita makan," pinta pria itu pada gadis yang baru saja keluar dari kamarnya.

    Gadis berpiama itu mendekat dengan senyum yang mengembang. "Paman memasak semua ini?" tanya Aleeya tampak kagum.

Adrian mengangguk dan menampilkan senyum. Aleeya merasa malu dan minder, karena selama ini ia hanya bisa memasak air dan mi instan.

    "Duduk!"

   Aleeya terkejut ketika Adrian sudah menarik kursi untuknya. "Makasih," ucap Aleeya.

Aleeyamemperhatikan beberapa jenis makanan yang merupakan favoritnya. 'Mungkin hanya kebetulan saja,' ujar Aleeya dalam hati.

    "Kenapa Paman repot-repot menyiapkan ini semua? Paman, kan bisa meminta Ale melakukannya," celetuk Aleeya sambil memindahkan makanan ke piring miliknya.

    "Ale, bisa masak?" tanya Adrian dengan ekspresi tidak percaya.

   Aleeya terdiam sesaat sebelum menjawab, "Tidak, sih. Akan tetapi, Ale bisa diandalkan untuk membantu yang lainnya," jawab Ale sambil tersenyum simpul.

    Tawa Adrian pecah seketika, membuat Aleeya mengerutkan kening dan cemberut.

    "Kalau begitu, setelah selesai kamu cuci semua ini!" perintah Adrian.

    "Paman tega menyuruh Ale yang sedang sakit," tukas Aleeya dengan nada memelas.

    Adrian menghembuskan nafas pelan. "Yah sudah, kamu tidak perlu melakukannya. Makanlah yang banyak agar cepat sembuh," ujar Adrian dengan lembut.

   Salah satu tangannya meraih dan mengusap pucuk kepala Aleeya. Tanpa sengaja kedua mata mereka saling bertemu dalam diam. Aleeya merasa pipinya sedikit memanas, jantung berpacu cepat, dan tubuh membeku. Rasa yang sebelumnya tidak pernah ia dapatkan dari Adrian. Deg! Nafas Aleeya tercekat, kala jari Adrian menyentuh sudut bibir Aleeya. Ia menutup kedua matanya karena wajah Adrian semakin dekat dengannya.

    "Apa kamu berharap aku menciummu?" bisik Adrian.

    Aleeya membuka wajahnya yang sudah memerah. Spontan ia mendorong wajah Adrian menjauh. Namun, dengan cepat tangannya sudah di cekal oleh Adrian. Cup! Adrain meletakkan bibirnya pada bibir Aleeya secara singkat.

    "Maafkan aku Aleeya. Aku sudah gagal menjagamu, hingga kamu jatuh sakit," lirih Adrian.

    Aleeya merasa canggung dan memilih untuk menundukan kepala. Jemarinya memilin ujung baju karena gelisah. Tubuhnya terasa lemah untuk kembali pada posisi tegak. Yang ingin ia lakukan sekarang adalah menjauh dari Adrian.

    "Ale, mau ke mana?" Adrian memperhatikan punggung Aleeya yang meninggalkannya.

    Klik! Pintu terkunci setelah Aleeya memasuki kamarnya.

    "Bodoh … bodoh … bodoh! Aleeya, kamu harusnya marah karena paman Rian sudah menciummu!" Aleeya merutuki diri sendiri sambil memukuli kepalanya.

    "Kenapa aku malah diam?! Nanti dia berpikir macam-macam lagi!" Aleeya yang berdiri di balik pintu, beringsut ke bawah.

    "Akh … aku ingin amnesia saja!" seru Aleeya.

**

    "Dave, kamu yakin mau mengakhiri hubungan dengan dia?" tanya wanita yang sedang meraba dada bidang Dave.

    "Kita sudah membahasnya, jangan membicarakan itu lagi," jawab Dave sembari mengecup pucuk kepala wanita dalam dekapannya.

    "Bagaimana kalau dia tidak terima?" Wanita itu mendongakkan kepalanya.

    "Tidak ada alasan untuk dia menolak, dia telah berstatus sebagai istri orang." Dave membetulkan posisi tidurnya.

    "Kamu lupa? Kamu sudah menidurinya, Sayang!"

    Dave terdiam. Mengingat kejadian satu tahun lalu, saat pertama kali ia menjamah Aleeya. Gadis itu begitu polos sehingga mudah termakan rayuan. 

    "Kamu, sungguh tidak mencintainya?" pertanyaan itu berhasil memyentakan Dave dari lamunannya.

     "Apa kamu ingin aku mencintainya? Kamu siap untuk dimadu?" tanya Dave, tersenyum jail.

    "Sayang!" Wanita itu cemberut dan berubah posisi membelakangi Dave.

    Dave tertawa, ia sangat senang menggoda wanita yang sudah lima tahun mendampinginya. Wanita yang selalu menemani dan mendukungnya dalam hal apa pun. Wanita yang telah berstastus sebagai istrinya empat tahun lalu. Veranika Falca Luh, berusia 24 tahun, yang sukses dengan usaha florist miliknya.

    "Terima kasih, Sayang. Sudah menjadi yang terbaik buat aku." Dave merengkuh tubuh polos Vera dan meletakkan kepala di lekuk leher jenjang istrinya.

    Tangan Vera mengusap lembut lengan suaminya. Ia sangat menyayangi dan memahami Dave. Beban yang dipikul oleh Dave sangat berat hingga membuatnya tertekan.

    "Dave, bagaimana perasaanmu dengan Aleeya?" tanya Vera yang mengubah posisi tidur menghadap suaminya.

    "Tidak lebih dari sebuah misi," jawab Dave. Tangannya membelai rambut Vera.

    "Apa misi itu sudah selesai?" Vera ikut membelai rambut Dave.

    "Yah, semua sudah berakhir."

    "Apa kamu pernah terpikir akan perasaannya?" tanya Vera lembut.

    Dave tidak menjawab pertanyaan istrinya. Ia malah membungkam wanita yang sudah menyentuh hatinya dengan ciuman lembut. Bagaimana bisa seorang istri sah malah memikirkan perasaan selingkuhan suaminya. Dave semakin menempelkan tubuh pada Vera hingga tidak ada jarak di antara mereka. Vera meremas rambut lebat Dave ketika ciuman itu semakin panas. Bibir Dave beralih pada leher Vera dan membuat banyak tanda merah di sana.

    "Sayang," lirih Vera.

    "Aku menginginkanmu, Sayang."

    Vera menjamah dada bidang Dave hingga ke bawah pusar Dave. Hal itu membuat Dave makin bergairah. Dihisap nya satu bukit kembar milik Vera yang sangat menonjol dan pas di telapak tangan Dave.

    "Aw … Dave," erang Vera saat rasa nyeri menjalar di payudaranya.

    "Maaf, Sayang." Dave mengecup kening Vera yang masih dengan posisi tidur menyamping. Ia menyesal karena terlalu kuat menghisap dan menarik buah dada istrinya.

    Dave merubah tubuh Vera menjadi telentang. Ia mendudukkan diri di perut rata Vera dengan bertumpu pada kaki. Satu tangannya memegang kedua tangan Vera di atas kepala. Satu tangannya lagi bermain di bukit kembar yang menggoda.

    "Sayang," panggil Vera, sedikit tertahan.

    Dave dengan nafsu melahap dua gundukan di depannya secara bergantian. Mengendus aroma vanila tubuh Vera, hingga berhenti di perut.

    "Dave!" pekik Vera sedikit mendesah.

 Vera menggeliat karena Dave menciumi dan mengigit pusarnya.

    "Jangan, Dave!" seru Vera ketika tangan suaminya menyentuh kain terakhir yang menutupi bawahnya.

     "Kenapa, Sayang? Kamu tidak ingin?" tanya Dave dengan heran. Vera tidak pernah menolaknya ketika ia mengingankan, kecuali ….

    "Jelas aku sangat menginginkan, tetapi aku sedang datang bulan," ucap Vera sambil berusaha menahan tawa.

    Dave menghela nafas, wajahnya berubah lesu. Ia menjatuhkan diri ke samping istrinya. Vera yang tidak tega melihat suaminya seperti itu mengusap wajah Dave. Sudah seminggu mereka tidak bertemu, karena Vera keluar kota menemui sepupunya. Namun, setelah bertemu mereka harus menundanya kembali. Dave menyamakan posisinya dengan istrinya membuat kedua netra mereka saling bertemu.

    "Tidak apa hari ini gagal, kita selalu punya waktu untuk melakukannya nanti." Dave tersenyum lebar dan mengecup kepala Vera.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status